NovelToon NovelToon
Di Selingkuhi Tanpa Rasa Bersalah

Di Selingkuhi Tanpa Rasa Bersalah

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Poligami / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:13.5k
Nilai: 5
Nama Author: Maple_Latte

Malam bahagia bagi Dila dan Arga adalah malam penuh luka bagi Lara, perempuan yang harus menelan kenyataan bahwa suami yang dicintainya kini menjadi milik adiknya sendiri.
Dalam rumah yang dulu penuh doa, Lara kehilangan arah dan bertanya pada Tuhan, di mana letak kebahagiaan untuk orang yang selalu mengalah?

Pada akhirnya, Lara pergi, meninggalkan tanah kelahirannya, meninggalkan nama, kenangan, dan cinta yang telah mati.
Tiga tahun berlalu, di antara musim dingin Prancis yang sunyi, ia belajar berdamai dengan takdir.
Dan di sanalah, di kota yang asing namun lembut, Lara bertemu Liam, pria berdarah Indonesia-Prancis yang datang seperti cahaya senja, tenang, tidak terburu-buru, dan perlahan menuntunnya kembali mengenal arti mencintai tanpa luka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab: 9

“Seharusnya kau punya rasa malu, Dila,” lanjut Lara, lirih namun setiap katanya menampar telinga semua orang di ruangan itu.

“Sebagai seorang adik, apakah rasa malumu sudah hilang? Atau memang dari dulu kalian terlalu memanjakan Dila, hingga dia tak tahu apa itu harga diri? Hingga dia tumbuh menjadi perempuan perampas suami orang… suami kakaknya sendiri.”

Dila menggigit bibirnya, matanya mulai basah. Tapi Lara belum berhenti.

“Apakah urat malumu sudah putus, Dila?!”

“PLAK!”

Suara tamparan itu memecah udara. Kepala Lara terhuyung ke samping.

Tangan yang menamparnya adalah tangan ibunya sendiri.

Bu Liana berdiri dengan wajah bergetar marah. “Cukup, Lara!” suaranya tinggi, bergetar oleh emosi. “Apa kau sudah tidak punya sopan santun lagi pada adikmu?!”

Lara tak menunduk. Ia justru menatap ibunya dengan mata yang basah tapi tegar. Bibirnya tersenyum, senyum getir yang menggantikan tangis.

“Oh…” katanya pelan, “apakah sekarang Ibu merasa puas? Apakah Ibu bangga telah menamparku demi membela anak kesayangan Ibu?”

Pak Rahman ikut berdiri, suaranya berat dan dingin, “Apa tamparan itu belum cukup membuatmu sadar, Lara? Sejak kapan kau jadi begitu kurang ajar? Kami tak pernah mengajarkanmu seperti itu.”

Lara tertawa kecil, tawa yang tak punya kebahagiaan di dalamnya.

“Iya… aku tahu. Aku memang tidak pernah diajarkan untuk kurang ajar,” katanya pelan, matanya menatap kosong ke lantai.

“Yang Ibu dan Ayah ajarkan padaku hanya satu hal, mengalah. Mengalah pada Dila, selalu dan selalu. Bahkan jika suatu hari Dila menodongkan pisau ke leherku, mungkin aku tetap yang akan disalahkan, dan kalian akan tetap membelanya.”

Dila yang sejak tadi menahan tangis akhirnya bersuara, “Kak, kak Lara salah paham. Aku tidak bermaksud mengambil Arga darimu. Aku dan Arga, kami saling mencintai. Semua ini terjadi tanpa kami rencanakan.”

Lara mendongak, matanya merah. “Oh, jadi kau tidak bermaksud mengambilnya, tapi bermaksud menghancurkan rumah tanggaku?” suaranya berubah dingin, menusuk.

“Kamu sungguh srigala berbulu domba, Dila. Kamu menangis di depan mereka, tapi kamu mengunyah hatiku di belakang.”

“Cukup, Lara!” bentak Arga, nadanya meninggi. “Jangan bicara seperti itu pada Dila!”

Ia menarik Dila ke belakangnya, melindunginya. “Aku masih mencintaimu, Lara. Tapi aku juga mencintai Dila.”

Lara terdiam lama. Dunia seperti berhenti berputar.

Ucapan itu terasa seperti belati yang menembus dada, pelan tapi pasti.

Akhirnya ia tersenyum getir. “Tidak bisa, Mas. Kamu tidak bisa mencintai dua orang sekaligus. Kamu hanya bisa memilih satu.”

Matanya menatap tajam ke arah pria itu. “Dan karena kau sudah menikahi Dila, berarti pilihanmu sudah jelas. Tapi jika kau ingin aku tetap tinggal, ceraikan Dila.”

Pak Rahman membentak, “Lara, kau sudah keterlaluan!”

Namun Lara tak bergeming.

Ia melangkah maju, berdiri sejajar dengan Arga dan Dila.

“Tidak, Pak. Aku hanya ingin mendengar dari mulut Mas Arga, apa pilihannya.”

Arga menarik napas dalam-dalam, lalu menggeleng perlahan.

“Aku… tidak akan menceraikan salah satu dari kalian. Aku mencintai kalian berdua. Dan aku ingin kamu belajar menerima.”

Lara terdiam sesaat, lalu menghela napas panjang.

“Jadi begitu,” katanya pelan, “Mas memilih jalan aman, Mas Arga. Baiklah. Kalau begitu, aku yang akan memilih untuk pergi.”

Ia menunduk sejenak, seperti menatap bayangan dirinya sendiri di lantai yang dingin. Lalu menatap ke atas, suaranya mantap.

“Aku yang akan menggugat cerai, Mas.”

Suasana menjadi beku. Tak ada yang bersuara.

Dila memejamkan mata, sementara Bu Liana menutup mulutnya, menahan isak kecil.

Namun Pak Rahman akhirnya bersuara, nadanya berat dan penuh kemarahan.

“Silakan kamu pergi, Lara. Tapi ingat, jika kamu melangkah keluar dari rumah ini, kamu bukan lagi anak kami. Aku tidak akan menganggapmu anak, dan aku tidak punya anak bernama Lara!”

Kata-kata itu menghantam dada Lara lebih keras dari tamparan apa pun.

Namun anehnya, tak ada lagi air mata. Hanya senyum tipis yang perlahan terbit di wajahnya.

Senyum yang seolah berkata, Akhirnya, semua topeng itu runtuh.

Lara berbalik.

Sebelum melangkah pergi, ia menatap Ayah dan ibunya satu per satu. “Tidak apa, Pak, bu,” katanya lembut. “Karena selama ini pun, meski aku memanggil kalian begitu, aku tidak pernah benar-benar merasa punya orang tua.”

Hening begitu pekat di ruang tengah rumah itu.

Hanya suara jam dinding yang berdetak pelan, seolah ikut menghitung setiap detik kehancuran hati seorang perempuan yang berdiri di hadapan keluarganya sendiri. “Aku juga sudah tahu, aku bukan anak kandung kalian. Aku hanya anak pungut, hadiah dari rasa iba kalian di masa lalu. Tapi aku berterima kasih, sungguh. Karena meskipun bukan darah kalian, aku sempat merasakan rumah ini, walau ternyata, rumah ini tak pernah benar-benar menjadi tempatku.”

Semua orang kaget, mereka berpikir bagaimana Lara bisa tahu tentang hal itu.

Bu Liana lalu terisak keras. “Lara, jangan bicara begitu, Nak.”

Namun Lara hanya tersenyum. Air matanya mulai jatuh perlahan. “Tak apa, aku pikir cinta tidak mengenal darah. Tapi aku salah, ternyata cinta kalian punya garis batasnya sendiri.”

Ia menatap Dila dan Arga, lalu melanjutkan dengan suara bergetar, “Aku pernah mencintaimu lebih dari diriku sendiri, Mas Arga. Tapi cinta yang harus berbagi, bukan cinta, itu luka.”

Ia tersenyum kecil, “Mungkin suatu hari, Tuhan akan menuntunmu memahami arti kehilangan.”

Langkah kakinya mulai terdengar, pelan, mantap, berderap menuju pintu.

Sebelum benar-benar pergi, ia menatap mereka terakhir kali, Lara menatap Dila dalam-dalam. Tatapannya dingin, tapi di balik mata itu, bergejolak amarah dan luka yang menolak padam. Dan dengan suara bergetar ia berucap.

“Setelah aku dan Mas Arga bercerai…” suaranya bergetar, namun tegas, “…silakan kalian hidup bahagia.”

Tatapan itu tak bergeser. Ia menembus pupil Dila seperti bilah kaca yang tajam, menusuk dalam-dalam.

Dila terdiam, tubuhnya bergetar halus. Tanpa sadar, tangannya meraih lengan Arga, mencari perlindungan.

“Selamat berbahagia, Mas Arga, Dila, Semoga Tuhan memberimu karunia yang setimpal dengan luka yang kalian tanam di hatiku.”

Lalu ia melangkah keluar.

Pintu menutup pelan, meninggalkan gema yang panjang, gema kepergian seorang perempuan yang kehilangan segalanya, kecuali martabatnya sendiri.

Di luar, hujan turun.

Langit seolah turut menangis, membasuh langkah Lara yang perlahan menjauh.

Di dadanya, ada perih yang menjerit, tapi juga ada ketenangan yang aneh, ketenangan orang yang akhirnya berhenti berjuang untuk dicintai.

******

Untuk readers selamat datang di karya baru author, untuk yang sudah membaca. Terima kasih banyak, jangan lupa support author dengan like, komen dan vote cerita ini ya biar author semangat up-nya. Terima kasih😘😘😘

1
Delisa
god thot ceritanya, meriang aku thor
Yuli Yulianti
yg banyak dong up nya thor
Siti M Akil
lanjut Thor
Noey Aprilia
Hai kk....
Aku udh mmpir.....
Dr awl udh nysek,kbyang bgt skitnya jd lara....d khianati orng2 trdkatnya,apa lg dia tau kl dia cm ank angkat.....btw,hkum krma udh mlai dtang kya'nya....mnimal tau rsanya khilangn dn smga mrsakn pnyesaln s'umr hdp.....
partini
itu belum seberapa di banding rasa sakit lara ,kalian menyakitinya sampai trauma bertahun tahun
sekarang nikmati saja karma kalian
partini
busehhhh keluarga sinting,,semoga dapat karma dari author nya
Sasikarin Sasikarin
nah ni q ru suka... ada greget cerita nya. jg n yg di bahas lara terus... penyesalan g d bahas2... sip othornya
Mundri Astuti
mudah"an kena karma tuh sekeluarga, semuanya ngga punya perasaan, klo si Dila dipoligami gimana coba, masih bisa komen ngga tuh bapak, ibu sama budenya
yeni kusmiyati
thor sebenarnya arah ceritanya mau dibawa kemana?
Siti M Akil
lanjut Thor yang bnyk
Siti M Akil
lanjut Thor
Maple latte
baik kak, terima kasih atas kritiknya, akan author perbaiki untuk bab selanjutnya ya.
THAILAND GAERI
ceritanya keren Thor..tp kenapa setiap BAB baru ada narasi yg panjang buat digumamkan seorg?..seperti bicara kepada diri sendiri terlalu panjang ,,sorry ya thor
Sasikarin Sasikarin
yang sebelah g ada Kbl nya. jd baca lewat2 g konsen.
Mundri Astuti
KK author yg sebelah sana gimana kbrnya, dah ditinggal lara
Maple latte: sabar ya kak, kita fokus ke Lara dulu
total 1 replies
partini
Liam kamu yg harus gerak dulu aihhhhhh esmosihhhhhhhhh
partini
yang sabar Liam,itu udah beku tapi sayangnya dia masuk terkekang masa lalu cinta nya mentok di sana
ita rosita
ayo dong lara move on biar seruuuu
partini
hemmmm masih terbelenggu masa lalu no good lah
masa ga bisa move on Ampe tuir gitu come on
arniya
ih geregetan deh....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!