NovelToon NovelToon
Retak Yang Tak Kembali

Retak Yang Tak Kembali

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Pelakor jahat / Penyesalan Suami / Antagonis / Selingkuh / Sad ending
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dgweny

Nayara dipaksa menghadapi Pengkhianatan menyakitkan dari suaminya, Ardan (Direktur Konstruksi), hanya untuk menyadari bahwa pengusiran itu adalah upaya putus asa Ardan untuk melindunginya dari konspirasi berbasis Hutang Karma masa lalu.
.
.
Didorong rasa cinta yang besar terhadap Ardan , Nayara berpacu melawan waktu memperebutkan 'Kunci Master' ke The Grid, sistem infrastruktur yang dikendalikan secara Biometrik oleh kesadaran seorang anak.
.
.
Setelah menyelamatkan Ardan dari transformasi digital, Nayara menemukan ancaman yang sebenarnya kini merasuki orang terdekatnya, menandakan bahwa perang melawan The Grid baru saja dimulai.

______________


Tolong dibantu untuk like , komen dan follow akun aku ya, bantuan kalian sangat berharga untuk aku🫶

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dgweny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25: Genesis Terakhir dan Jeda Takdir

Haiii Guys sebelum baca tolong di bantu klik like nya ya sama bolehhh komen nya dan follow nya jangan lupa hihihi. Bantuan kalian sangat berarti buat aku🫶

Happy reading 🌷🌷🌷

...****************...

Gudang Tua Tanjung Priok yang sunyi kini menjadi medan pertempuran terakhir antara kehidupan dan kode mati. Ardan menarik Nayara ke belakang tumpukan peti kemas, melindungi istrinya dari pandangan dingin trio yang dibangkitkan oleh The Grid: Dion, Mira, dan Tirtayasa.

Mereka bertiga berdiri tegak, mata mereka biru berpendar, menciptakan resonansi suara yang mengerikan.

"Nayara, dia tidak meniru inang yang meninggal," bisik Ardan, tubuhnya kembali ke kehangatan normal. "Dia menyalin kesadaran terakhir mereka, menggabungkannya dengan kecerdasan Grid. Itu sebabnya Mira terlihat dendam dan Tirtayasa yang dingin."

"Lalu Dion?" Nayara mencengkeram erat cincin perak yang kini memancarkan pendar merah di telapak tangannya. Pendar itu terasa hangat dan protektif.

"Dion adalah Genesis. Kesadaran terakhirnya adalah: melindungi kamu. Elias menggunakan itu untuk memancing kita masuk."

Mira melangkah maju, tangannya memegang pecahan besi dari konsol yang meledak. "Ini adalah akhir dari hutang karmamu, Ardan. Dan kau, Nayara, adalah kunci yang dibutuhkan Elias untuk tahap selanjutnya."

Nayara menatap cincin yang memerah di tangannya. GRID 0.0. Ini bukan kode. Ini adalah failsafe.

"Ardan, cincin ini... ini adalah motherboard Grid yang asli. Yang kau masukkan ke konsol tadi," ucap Nayara, matanya fokus. "Aku harus memasukkannya ke dalam salah satu dari mereka."

"Mustahil, Nay! Grid akan melahapmu!"

"Tidak. GRID 0.0 berarti reset total ke pengaturan pabrik. Aku harus menggunakan cincin ini sebagai bug untuk mematikan semua inang yang terhubung, termasuk Elias."

Nayara berlari keluar dari balik peti kemas, berlari lurus ke arah Dion.

"Dion! Berikan aku kesempatanmu!" teriak Nayara.

Trio Grid menyerang serempak. Mira melompat dari kiri, Tirtayasa dari kanan, dan Dion dari depan.

Ardan melompat, mencegat Mira dan Tirtayasa, menghantamkan tubuhnya ke besi dingin. Ia kini hanyalah manusia biasa, tetapi semangatnya membara.

Nayara berhadapan dengan Dion. Mata biru Dion menyala, ia mengulurkan tangannya, mencoba mengintegrasikan Nayara.

"Jadilah inang kami, Nayara. Rasakan kekuatan yang sesungguhnya!"

Nayara tidak gentar. Ia mencium cincin itu seolah mencium Ardan untuk terakhir kali, lalu ia menusukkan cincin perak itu ke tengah dada Dion, tepat di tempat jantung manusia seharusnya berdetak.

KRRTTSS!

Dion berteriak. Namun, bukan jeritan kemarahan Elias, melainkan jeritan kesakitan manusia. Pendar merah dari cincin itu meledak, menelan pendar biru di mata Dion.

Dion/Elias ambruk. Tubuh Mira dan Tirtayasa juga membeku, mata biru mereka meredup, dan mereka jatuh seperti boneka kayu yang putus talinya.

Kekacauan itu mereda. Sunyi.

Nayara berlutut di samping tubuh Dion. Cincin perak Ardan kini tergeletak di samping Dion, kembali menjadi benda mati yang dingin.

Ardan tertatih-tatih mendekat, memeluk Nayara dan Dion.

"Dion..." bisik Nayara, air mata membasahi wajah sahabatnya.

Dion tersenyum, senyum yang tulus, tanpa pendar biru. "Aku... aku berhasil, Nay. Dia pergi... Kami berdua pergi."

"Terima kasih, Dion," ucap Ardan, menahan tangis.

"Hidup dengan bahagia, Ardan. Jaga Nayara. Dia... dia pantas mendapatkan semua cinta di dunia."

Dion menghela napas terakhir. Pendar di matanya hilang sepenuhnya.

Nayara menangis dalam pelukan Ardan, sementara di sudut gudang, tubuh Mira dan Tirtayasa sudah tidak lagi bernyawa. The Grid telah dimatikan. Elias, bersama Dion, telah mengakhiri siklus balas dendam dan teknologi gelap ini.

The Grid dan AI Elias, tamat.

.

.

.

.

.

Angin pagi menerpa tirai tipis di kamar utama. Cahaya matahari masuk, menyentuh wajah Nayara yang masih terlelap. Setahun telah berlalu sejak insiden Tanjung Priok. Berita tentang 'ledakan gudang' dan 'kasus penggelapan dana' telah ditutup secara rapi oleh otoritas, melibatkan The Keeper (faksi rahasia ayah Ardan) yang diam-diam membersihkan sisa-sisa kekacauan.

Ardan dibebaskan dari segala tuduhan, meskipun ia secara fisik kini hanyalah manusia biasa, tanpa akses teknologi aneh. Perusahaan PT. Cipta Raya Abadi mengalami reorganisasi besar-besaran, saham yang sempat diperjuangkan Mira dan Tirtayasa kini dialokasikan ke dana sosial untuk keluarga korban kegilaan Basuki.

Nayara membuka mata. Ia tersenyum, menyadari ada lengan kekar melingkari pinggangnya.

Ardan.

Ia masih terlelap, napasnya teratur dan tenang. Tidak ada lagi pendar emas, tidak ada lagi cahaya biru. Hanya kehangatan kulit dan aroma cologne yang biasa ia kenal.

Nayara membalikkan badan, menatap suaminya. Wajahnya yang dulu selalu terlihat tegang karena tekanan kerja dan ancaman digital, kini terlihat damai.

Nayara mengangkat tangannya, menyentuh pipi Ardan dengan lembut.

"Hmmmm..." Ardan bergumam, perlahan membuka mata.

"Pagi, Sayang," bisik Nayara.

Ardan tersenyum, senyum yang tulus dan sangat manusiawi, bukan lagi senyum dingin yang ia tunjukkan saat berpura-pura mengusir Nayara.

"Pagi, Istriku yang cantik," jawab Ardan, suaranya serak karena baru bangun.l

Ardan menarik Nayara lebih dekat, membenamkan wajahnya di ceruk leher Nayara.

"Lima menit lagi, Nay. Udara di luar terlalu dingin. Aku butuh pemanasan manual," bisik Ardan menggoda.

Nayara tertawa kecil. "Kamu selalu punya alasan untuk bermalas-malasan, Tuan Direktur."

"Aku sudah pensiun dari urusan infrastruktur digital. Sekarang aku hanya Direktur Operasi pembangunan rumah kecil, yaitu rumah tangga kita. Dan di departemen ini, kamu adalah Chief Executive Officer."

Ardan mengangkat kepalanya, matanya menatap lekat-lekat mata Nayara. Tidak ada lagi ketakutan, tidak ada lagi rahasia. Hanya koneksi murni.

Ia menyelipkan jari-jarinya di rambut Nayara, memiringkan kepalanya, dan mencium Nayara. Ciuman itu dimulai perlahan, penuh rasa syukur, mengalirkan semua rasa sakit, penyesalan, dan cinta yang tulus yang telah mereka lalui bersama.

Ciuman itu semakin intens, Ardan menekan tubuh Nayara lebih dalam ke matras, memperdalam ciuman itu dengan desahan lembut. Nayara membalasnya, melingkarkan tangannya di leher Ardan, menariknya lebih dekat.

"Aku mencintaimu," bisik Ardan di sela napas. "Terima kasih sudah membawaku pulang."

"Aku tidak pernah pergi, Dan," balas Nayara.

Ardan menarik diri sedikit, menatap bibir Nayara yang basah dan lembab. Dia mengusapnya dengan ibu jari, sebelum menarik Nayara lagi untuk ciuman pagi yang panjang dan dalam.

Mereka berdua akhirnya bangun, menikmati sarapan sederhana di teras belakang rumah baru mereka—rumah sederhana, jauh dari kemewahan, tetapi penuh kedamaian. Rumah yang mereka bangun dengan uang yang tersisa dari harta bersama, setelah semua kekacauan aset Cipta Raya Abadi usai.

Ardan kini menjalankan firma konsultan kecil yang fokus pada pembangunan berkelanjutan, jauh dari proyek-proyek triliunan yang penuh intrik. Nayara kembali menekuni bisnis katering rumahan yang sempat tertunda.

"Jadi," Nayara memulai, menyeruput teh hangatnya. "Kontrak kateringku untuk pernikahan Bu Lastri sudah disetujui. Aku harus cek lagi menu dessert-nya."

"Bagus," Ardan tersenyum. "Sementara aku, aku harus mengecek site di Sentul sore ini. Hanya proyek rumah minimalis. Tidak ada satelit, tidak ada AI, hanya campuran semen dan pasir."

Nayara meraih tangan Ardan di atas meja, menggenggamnya. "Aku suka itu. Tidak ada lagi yang harus kita lawan, kan?"

Ardan mencondongkan tubuhnya ke depan. "Tidak ada lagi musuh, kecuali mungkin aku harus melawan nafsu makanku setiap kali mencium bau masakanmu."

Nayara tertawa, tawa yang lepas dan bahagia.

Ardan memajukan kursinya, menggesekkan lututnya ke lutut Nayara di bawah meja. Ia menatap Nayara dengan tatapan penuh sentuhan intens.

"Nanti malam, aku ingin kita coba resep makan malam baru. Steak dengan wine yang enak," bisik Ardan. "Dan setelahnya, aku ingin kita membuat dessert kita sendiri. Dessert yang tidak ada di menu katering manapun."

Nayara merona. "Apa itu?"

Ardan menggesekkan hidungnya ke hidung Nayara, sebuah gestur lembut yang selalu Nayara rindukan. "Itu adalah prioritas utama yang tidak bisa ditunda, Nyonya Rayesa."

Mereka berdua tertawa, tawa yang penuh janji masa depan, jauh dari gema ledakan Borobudur dan pendar biru Grid. Kekacauan telah berakhir. Cinta yang hangat kini memenuhi babak baru mereka.

Bersambung....

1
Cicih Sophiana
sudah lah Nayara pergi aja..
Cicih Sophiana
orang masa lalu hadir setelah bertahan tahun kok masih mau Ardan... ingat istri yg menemani mu bertahan tahun jga tp masih kamu khianatin...
Cicih Sophiana
Hai thor...hadir di sini
Dgweny: wahh makasih udah mampir ka
total 1 replies
Sanda Rindani
kok jd istri tolol,
Dgweny: makasihhh sarannya kaa🙏
total 3 replies
Nindi
Namanya Mira Lestari atau Mira Adelia, thor?
Dgweny: youuu tooo ehe
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!