Bagi Heskala Regantara, kehidupannya di tahun 2036 hanya soal kerja, tanggung jawab, dan sepi. Ia sudah terlalu lama berhenti mencari kebahagiaan.
Sampai seorang karyawan baru datang ke perusahaannya — Aysha Putri, perempuan dengan senyum yang begitu tipis dan mata yang anehnya terasa akrab.
Ia tak tahu bahwa gadis itu pernah menjadi bagian kecil dari masa lalunya… dan bagian besar dari hidupnya yang hilang.
Lalu, saat kebenaran mulai terungkap, Heskal menyadari ...
... kadang cinta paling manis lahir dari kesalahan yang paling tak termaafkan.
•••
"The Sweetest Mistake"
by Polaroid Usang
Spin Of "Gairah My Step Brother"
•••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Polaroid Usang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 8
•
•
•
FLASHBACK
•
•
•
Tok! Tok! Tok!
"Udah belum, Cil? Lama amat!"
"Nggak ada baju lain, Om?" Tanya Zeline dibalik pintu kamar mandi.
"Lo manggil gue Om sekali lagi gue buang lo ke danau, ya?!" Ancam Heskal.
"Ada baju lain, Kak?" Ulang Zeline.
"Nggak ada!" Sahut Heskal bete.
"Yang lengan panjang?"
"Nggak ada, udah cepet keluar."
Akhirnya Zeline membuka pintu dan muncul dengan memakai kaus oblong Heskal. Heskal berdecak-decak melihat baju kausnya mencapai betis Zeline, lengan pendek baju itu bahkan hampir menutupi keseluruhan tangan Zeline. Buat apa bocah itu minta baju lengan panjang lagi?
"Ayo, kita makan dulu, abis itu gue anterin pulang." Kata Heskal meraih tangan Zeline hingga lengan bajunya tersingkap.
Heskal mematung sesaat. Ia langsung berlutut di depan Zeline, dan menyingkap kedua lengan baju Zeline. Lengan putih itu dihiasi banyak luka lecet dan memar-memar biru, hijau, ungu.
"Ini.. kenapa bisa gini? Siapa yang lakuin ini ke lo? Lo di bully di sekolah?" Tanya Heskal meringis, ibu jarinya mengelus sisi lengan Zeline yang membengkak, ia dapat membayangkan betapa sakit dan nyerinya.
"Atau lo di pukul orang rumah? Makanya nggak mau pulang?" Tanya Heskal lagi menatap mata Zeline, akhirnya Zeline bergumam pelan sembari mengangguk.
"Di pukul siapa?" Tanya Heskal lembut, ia kembali menurunkan lengan baju Zeline.
"Pengasuh aku dari kecil." Jawab Zeline pelan. Ia tak terlihat sedih, tak terlihat terluka dan tak terlihat kesakitan. Mata bulat itu terlihat sangat tegar dan sabar, seakan biru-biru di tangannya ini bukanlah apa-apa.
Heskal menarik anak itu untuk duduk sofa di kamarnya. Lalu ia berbicara di interkom, meminta para pelayan mengantarkan makan malam mereka ke kamarnya. Lalu ia duduk di karpet menghadap Zeline yang duduk diatas sofa.
"Semuanya di pukul pengasuh lo?" Tanya Heskal yang langsung mendapat anggukan kecil dari Zeline.
"Kok bisa pengasuh pukul majikan? Kenapa lo nggak bilang orang tua lo, Cil? Ini udah parah banget."
Zeline menggeleng pelan, "Papi nggak pernah peduli sama aku. Dia nggak pernah sayang aku sejak Mami meninggal pas aku umur 4 tahun. Aku udah berusaha cerita telpon Papi pakai telpon rumah, tapi Papi nggak pernah percaya sama aku. Papi lebih percaya sama Nenek Lampir itu dari pada sama aku."
Heskal mengernyit kesal, dia emosi. "Papi lo punya hubungan gelap kali sama pengasuh lo, si Nenek Lampir itu."
"Hubungan gelap?" Ulang Zeline.
Heskal mengangguk, ia menyuruh Zeline sedikit menunduk lalu berbisik, "Lo pernah denger suara nghhh ahh ahhh gitu nggak dari kamar Papi lo atau kamar pengasuh lo?"
"Ahh ahh?" Ulang Zeline dan Heskal mengangguk.
"M*king love. Bercin*ta." Tambah Heskal membuat Zeline mengernyit.
"Cinta apa?" Tanya Zeline. Tidak mungkin Papinya mencintai pengasuhnya.
Heskal memicing, "Masa nggak tau?" Dan Zeline menggeleng.
"Anu ketemu anu. Anu masuk ke anu." Kata Heskal membuat Zeline makin bingung.
"Nggak jelas ih, Om." Kata Zeline kesal.
Heskal berdecak kesal dipanggil om, "S3x! Lo tau hubungan badan? Hubungan suami istri bikin bayi di kamar?" Kata Heskal emosi, yang akhirnya Zeline mengangguk ragu.
"Lo tau caranya?"
Zeline menggeleng lagi, membuat Heskal frustasi.
"Yang kayak gini 👉🏻👌🏻tau, kan?" Heskal menggerakkan jarinya yang membentuk sesuatu. Dan Zeline semakin mengernyit tak paham.
"Serius nggak tau ini?" Tanya Heskal tak percaya sembari menggerak-gerakkan jarinya, dan Zeline tetap menggeleng.
"Polos amat!" Celutuk Heskal syok, "EHH?! ini gue abis ngajarin yang enggak-enggak dong ke ni bocil." Lanjutnya membatin.
"Perasaan dulu pas SMP gue udah paham semuanya. Wahh, lo nggak belajar ya di sekolah? Pasti sering bolos!" Tuduh Heskal.
Zeline menggeleng, "Dari kecil aku home schooling. Aku di kurung terus di rumah, nggak punya temen satu pun. Papi juga nggak pernah ada di rumah, dua tahun ini bahkan aku nggak pernah liat Papi secara langsung. Dia cuma rutin kirim duit buat keperluan aku." Kata Zeline.
Heskal membentuk huruf O di bibirnya, "Bokap lo sama kayak Bokap gue." Gumam Heskal, ia kembali fokus mendengarkan cerita Zeline.
"Setelah mohon-mohon, sekarang aku di bolehin sekolah di tempat umum kayak semua orang, baru dua minggu. Tapi, Pengasuh aku bilang ke Papi supaya aku home schooling lagi. Nenek lampir itu marah-marah karena aku kabur terus dari supir yang antar jemput aku. Aku males di rumah, padahal dia yang pembantu tapi aku yang di suruh bersih-bersih rumah. Aku nolak juga percuma, yang ada aku di pukulin terus."
"Laporin polisi hayuuu?!" Kata Heskal ikutan emosi.
"Nggak boleh." Sahut Zeline cepat.
"Kenapa?!" Tanya Heskal nyolot, jadi kesal sama Zeline.
"Pokoknya nggak boleh. Rahasia keluarga." Kata anak itu membuat Heskal memutar bola matanya kesal.
"Bocil bodoh." Umpat Heskal tak serius. Bertepatan dengan itu pintu kamarnya di ketuk, pelayan menyajikan makanannya mereka.
"Dahlah, makan dulu." Kata Heskal sembari mengambilkan nasi dan ayam krispi, lalu menyerahkannya pada Zeline terlebih dahulu, baru ia mengambil untuk dirinya.
"Aku jarang banget makan ayam." Celutuk Zeline lagi.
"Nggak suka?"
"Suka. Suka banget."
"Terus kenapa jarang?" Tanya Heskal.
"Nggak dibolehin. Aku nggak pernah makan enak."
Heskal mengernyit, padahal jika dilihat dari penampilan dan barang-barang seperti tas sekolah dan sepatu Zeline, dia pasti masuk ke golongan ekonomi menengah ke atas, ah atau mungkin memang masuk golongan ekonomi atas. Karena Heskal tau betul seragam sekolah Zeline, sebab ia pun dulu SMP disana. Sekolah itu benar-benar untuk para elite kelas atas.
Wahh, Heskal jadi mikir kejauhan tentang identitas Zeline sebenarnya.
"Nama lengkap lo siapa?" Tanya Heskal.
"Zeline Aysha Putri."
Heskal mengangguk-angguk, "Nggak ada marga?" Batin Heskal.
"Nama bapak lo?" Tanya Heskal lagi.
"Kepo banget, sih, Kak?" Kata Zeline membuat Heskal mencebik.
"Kenapa lo jarang makan enak?" Tanya Heskal mengalihkan pembicaraan.
Zeline menjawab setelah nasi di mulutnya habis, "Soalnya makanan aku semuanya selalu di makan sama pengasuh aku. Aku cuma di kasih nasi, kuah sayur atau bumbu-bumbunya doang sama tahu tempe kadang-kadang. Aku lebih sering makan mie instan."
"Gilaa! Nggak ada akhlak pengasuh lo!"
Zeline mengangguk setuju, "Aku pasti kekurangan gizi gara-gara dia! Makanya aku nggak tambah tinggi!" Gerutu Zeline. Kali ini Heskal yang mengangguk heboh karena setuju.
Zeline kembali bercerita disela makannya, "Sebenernya aku bisa beli makan diem-diem ke luar, soalnya empat tahun lalu Papi bikinin atm, jadi selama empat tahun ini uang jajan aku langsung dikasih ke aku, nggak pakai perantara pengasuh aku lagi. Sebelumnya uang jajan aku dikasihnya ke pengasuh aku."
"Gue yakin dia pasti korupsi!" Heboh Heskal, seru sekali mendengarkan sosok menggemaskan itu bercerita.
"Aku juga mikir gitu," kata Zeline, "Jadi, sebenernya aku bisa beli makan diem-diem harusnya kan Kak, tapi aku nggak mau. Aku tabungin uang jajan aku selama empat tahun ini. Aku mau minta Papi buat berhentiin pengasuh aku dulu, kalo Papi nggak mau, aku bakal kabur dari rumah itu pakai uang tabungan aku itu dan hidup sendiri. Lagian Papi kayaknya nggak bakal peduli, mungkin dia bakal seneng karna nggak perlu ngasih aku uang lagi. Pokoknya aku mau hidup sendiri, uang tabungan aku pasti bakal cukup buat hidup dua atau tiga tahun lagi. Terus abis itu aku bisa kerja, aku yakin aku bisa cari duit sendiri kalo udah gede sedikit lagi."
Heskal tertegun, lalu ia mengangguk setuju, "Gue dukung lo buat lepas dari jeratan pengasuh dan Papi lo itu. Lo hebat, Cil! Keren!" Katanya kagum.
Zeline tersenyum senang. Ia kembali menyuapkan nasinya.
"Bagi nomor hp lo dong nanti." Kata Heskal. Zeline itu anaknya positive vibes banget walau kadang-kadang nyebelin. Rasanya Heskal ingin terus berteman dengan Zeline dan melindunginya.
"Aku nggak punya hp."
"Serius?!" Tanya Heskal dan Zeline mengangguk.
Pantas saja anak ini begitu polos, karena setidaknya jika punya handphone dia tidak akan sepolos itu. Karena semuanya tentu saja bisa dia akses oleh benda itu.
"Gue beneran abis polosin anak orang, njirr!" Batin Heskal kembali teringat dengan pembicaraan terkait s3x tadi.
Mereka lalu makan dengan khidmat. Setelah itu Heskal membawa Zeline ke lantai bawah, berniat membawa anak itu ke rumah sakit supaya luka-lukanya bisa di obati. Tapi Heskal langsung berhenti bergerak seperti patung saat mendengar suara sang ayah di rumah tamu. Sontak ia langsung menarik Zeline menjauh dari sana.
"Biiii! Bibiii!" Panggil Heskal berbisik pada kepala pelayan yang telah mengabdi selama dua puluh tahun di keluarganya.
"Itu Papa kapan pulang? Tiba-tiba banget?" Tanya Heskal.
"Lima menit lalu, A'."
Heskal menggaruk belakang kepalanya, "Bi, bilangin Ekal di apart Ken ya, Bi. Terus jangan bilang-bilang juga soal ni bocil." Kata Heskal lalu langsung menarik Zeline menuju pintu belakang.
Mereka berjalan bersisian mengelilingi tembok pembatas tanah menuju gerbang utama rumah Keluarga Regantara ini.
"Kita obatin lebam-lebam lo, abis itu gue anter pulang, ya?" Kata Heskal menghentikan langkahnya saat sampai di jalan depan rumahnya, Zeline menggeleng pelan.
"Bokap gue tiba-tiba pulang masalahnya, Cil. Kalo dia nggak ada disini lo pasti bakal gue bolehin nginep." Kata Heskal berjongkok, "Lo nggak nggak ada punya saudara? Atau temen baru di sekolah?"
Zeline menggeleng, "Kak Heskal anterin aku ke minimarket 24 jam aja,"
"Kenapa gitu?"
"Hm.. aku bisa pura-pura ketiduran di situ."
"Lo pernah tidur di minimarket?" Kaget Heskal. Maksudnya gimana? Emang bisa? Di kursi-kursi minimarketnya aja gitu?
"Pernah beberapa kali sejak aku sekolah biasa," kata Zeline santai, "Lagian lebih baik disitu dari pada di rumah, aku bisa jajan tanpa di rebut sama Nenek Lampir itu. Kadang-kadang aku emang nggak bisa nahan buat jajan, sih, Kak."
Heskal terdiam beberapa saat, ia lalu berdecak pelan. Ia menatap wajah polos itu bergantian dengan lengan Zeline yang lebam-lebam. Ia mengelus sekilas rambut Zeline, lalu menarik tangan anak itu menuju gerbang rumah.
"Oke. Gass! Kita ngungsi tempat lain. Yuk, kita maling mobil dulu ke rumah gue."
•••
-
•••
JUST INFO
Ini dari "Episode 47 Zeline" novel "Gairah My Step Brother"
•••
LIKE
COMMENT
SUBSCRIBE
FOLLOW
Kayak bisa banget jabarin perasaan tokohnya, bikin kita bener2 ngerasain apa yang tokoh rasain😭😭😭
penulisannya juga rapi, tanda bacanya rapi, enak bgt dibacaaa!!
love bgt pokoknyaaa🥰🥰
DEGDEGANNN