NovelToon NovelToon
KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

KISAH CINTA YASMIN DAN ZIYAD

Status: tamat
Genre:Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Tamat
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Kisah Seorang Gadis bernama Yasmin yang baru pindah ke desa, setelah coba tinggal di kota dan tidak nyaman, dia tinggal di rumah sang nenek, Yasmin seorang gadis yang mandiri, ceria diluar, namun menyimpan sebuah duka, bertemu dengan Ziyad seorang dokter muda yang aslinya pendiam, tidak mudah bergaul, terlihat dingin, berhati lembut, namun punya trauma masa lalu. bagaimana kisahnya.. sedikit contekan ya.. kita buat bahasa seni yang efik dan buat kita ikut merasakan tulisan demi tulisan..

yda langsung gaskeun aja deh.. hehehe

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Bab 9

Pagi itu, langit masih berwarna abu keperakan ketika Yasmin keluar dari rumah kecilnya. Rambutnya yang dikepang sederhana jatuh ke pundak, wajahnya terlihat lelah karena semalaman tidak bisa tidur. Pikiran tentang Ziyad dan ibunya terus berputar dalam kepalanya.

Langkahnya terhenti di jalan setapak yang menuju pasar. Di sanalah, ia mendapati Ridho sudah berdiri, menunggunya sambil menuntun kuda beban. Lelaki itu tersenyum, tatapannya teduh.

“Pagi, Yasmin. Kau terlihat letih. Semalaman tidak tidur, ya?” sapa Ridho ramah.

Yasmin mengangguk kecil. “Ya, aku… aku menemani seorang yang sakit. Tidak tenang rasanya kalau aku hanya tidur,” jawabnya lirih.

Ridho menatapnya penuh perhatian. “Hatimu terlalu lembut. Tapi kau juga harus menjaga dirimu sendiri,” ucapnya tulus.

Yasmin tersenyum samar, hatinya sedikit hangat. “Aku tahu. Hanya saja… ada hal-hal yang membuatku tidak bisa berpaling,” jawabnya pelan.

Ridho menuntun kudanya mendekat. “Kalau ada sesuatu yang tidak sanggup kau tanggung sendirian, biarkan aku ikut menanggungnya,” ujarnya dengan nada lembut.

Yasmin terdiam sejenak. Kata-kata itu terasa asing, tapi juga menenangkan. Ia mengangguk perlahan. “Terima kasih, Ridho. Kau selalu baik,” ucapnya dengan senyum tipis.

***

Siang menjelang, Yasmin dan Ridho berjalan bersama ke pasar. Ridho membantu membawakan barang belanjaannya, membuat orang-orang di pasar sempat melirik. Bisik-bisik kecil terdengar di antara pedagang.

“Itu Yasmin, ya? Akhir-akhir ini sering terlihat dengan Ridho.”

“Mereka cocok sekali. Sama-sama muda, sama-sama baik.”

Yasmin mendengar bisikan itu, pipinya memerah. Ia ingin menjelaskan, tapi lidahnya kelu. Ridho menoleh padanya, menampilkan senyum hangat seolah ingin menegaskan bahwa ia tidak keberatan dengan pandangan orang.

“Jangan hiraukan kata orang. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya kita alami,” ucap Ridho tenang.

Yasmin menunduk, menahan gejolak di dadanya. “Aku tidak peduli dengan kata orang. Aku hanya… tidak ingin melukai hati siapa pun,” jawabnya lirih.

Ridho menatapnya lama, lalu mengangguk mantap. “Kau tidak melukai siapa pun, Yasmin. Kau hanya menjalani apa yang hatimu yakini,” ujarnya tegas.

***

Sore itu, ketika Yasmin berjalan pulang, Ziyad berdiri di depan rumah ibunya. Wajahnya pucat, matanya merah, tubuhnya letih. Ia baru saja mengantarkan obat untuk ibunya, dan kini berdiri termenung.

Matanya tiba-tiba menangkap sosok Yasmin… yang berjalan bersama Ridho. Mereka tampak akrab, berbicara dengan wajah serius, bahkan sesekali tertawa kecil.

Darah Ziyad mendidih. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal. Ia tidak tahu kenapa amarahnya meletup begitu saja, tapi pemandangan itu menusuk dalam.

Ketika Yasmin melewati depan rumah, matanya bertemu dengan tatapan Ziyad.

“Dokter…” sapa Yasmin gugup.

Ziyad menatapnya dingin. “Kau terlihat bahagia berjalan bersamanya,” ucapnya tajam.

Yasmin tertegun. “Bukan begitu, aku—” balasnya terbata.

Ridho maju selangkah, berdiri di samping Yasmin. “Aku hanya menemani dia belanja. Tidak ada maksud lain,” ucapnya tenang.

“Tidak ada maksud lain? Atau kau hanya menunggu saat tepat untuk mengambil apa yang bukan milikmu?” ucap Ziyad sinis.

Sorot mata Ridho mengeras. “Kalau kau benar-benar menjaga apa yang kau sebut milikmu, kau tidak akan biarkan dia terluka sendirian,” balasnya tajam.

Suasana tegang. Yasmin menatap keduanya dengan panik, hatinya terjepit di antara dua lelaki yang sama-sama penting baginya.

“Cukup! Jangan berdebat di sini,” ucap Yasmin dengan suara bergetar.

Ziyad menatapnya, matanya merah. “Kenapa kau selalu ada untuk semua orang kecuali aku?” ucapnya getir.

Air mata Yasmin jatuh seketika. “Aku selalu ada untukmu, Ziyad. Kau saja yang tidak pernah melihatku,” ucapnya lirih.

Ridho memandang Yasmin iba, lalu melangkah mundur. “Aku tidak ingin menambah luka. Aku pamit dulu,” ucapnya datar.

Ia meninggalkan mereka, tapi aroma persaingan masih menyelimuti udara.

***

Senja turun perlahan. Yasmin duduk di teras rumah Ziyad setelah pertengkaran singkat itu. Suasana hening, hanya suara serangga yang mengisi udara.

“Kenapa kau marah padaku?” tanya Yasmin pelan.

Ziyad bersandar di tiang rumah, wajahnya muram. “Aku tidak marah. Aku hanya… tidak bisa melihatmu bersama orang lain,” ucapnya jujur dengan suara serak.

“Kalau begitu, kenapa kau selalu menolak kehadiranku?” balas Yasmin dengan air mata menetes.

Ziyad memalingkan wajah. “Karena aku takut. Aku takut membuatmu hancur seperti aku,” ucapnya lirih dengan getir.

“Biarkan aku memilih, Ziyad. Jangan kau tentukan untukku. Aku cukup kuat menanggung luka bersamamu,” ujar Yasmin dengan tegas.

Ziyad menoleh, matanya berkaca-kaca. “Kau tidak tahu seberapa dalam luka ini, Yasmin,” balasnya lirih.

Yasmin menggenggam tangannya erat. “Aku tidak butuh tahu dalamnya. Aku hanya butuh kau izinkan aku tinggal,” ucapnya tulus.

***

Malam itu, ketika ketegangan mulai mereda, suara batuk parau terdengar dari dalam kamar. Yasmin dan Ziyad serentak masuk. Ibu Ziyad menggeliat, napasnya sesak, tubuhnya gemetar.

“Ibu!” teriak Ziyad panik.

Ia memeluk tubuh ibunya, sementara Yasmin berlari mengambil air. Namun kali ini, kondisi ibu Ziyad jauh lebih buruk. Wajahnya pucat pasi, bibirnya membiru.

“Aku… tidak bisa… bernapas…” bisik ibunya dengan suara nyaris tak terdengar.

“Bertahan, Bu! Jangan tinggalkan aku,” ucap Ziyad putus asa dengan air mata bercucuran.

Yasmin mencoba menenangkan. “Pelan-pelan, Bu. Tarik napas… insya Allah kau kuat,” ucapnya lirih dengan panik.

Namun tubuh tua itu terus melemah. Ziyad berteriak memanggil tetangga untuk meminta bantuan, tapi malam terlalu hening.

Dalam kekacauan itu, Yasmin berlari ke luar, mencari Ridho yang tadi masih ada di sekitar desa. Air matanya jatuh, langkahnya gemetar.

Sementara di dalam rumah, Ziyad hanya bisa memeluk ibunya yang semakin kritis, hatinya hancur berkeping-keping.

***

Malam itu, langit gelap pekat. Tidak ada bintang, hanya awan tebal menutup cahaya bulan. Dan di dalam rumah itu, Ziyad merasakan dua luka sekaligus—ibunya yang terancam pergi, dan Yasmin yang justru berlari ke arah lelaki lain untuk mencari pertolongan.

Ia terisak, dadanya bergetar. “Kenapa semuanya harus begini?” ucapnya parau dengan suara pecah.

Air matanya jatuh deras, menyatu dengan kegelapan malam.

Bersambung…

1
Nadhira💦
endingnya bikin mewek thorrr...
Babah Elfathar: Biar ga sesuai sangkaan, hehehe
total 1 replies
Amiura Yuu
suka dg bahasa nya yg gak saya temukan dinovel lain nya
Babah Elfathar: mkasi jangan lupa vote, like dan subscribe ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!