[Apakah Tuan Rumah ingin melakukan check-in?]
"Ya, tentu."
[Selamat, Tuan Rumah, telah memperoleh sebuah bangunan Apartemen mewah di kompleks perumahan Luxury Modern, uang tunai sebesar $100.000, serta sebuah Ferarri 458. Anda juga menerima....]
[Tuan Rumah, uangnya sudah ditransfer ke rekening Anda. Dokumen apartemen dan kunci mobil telah dimasukkan ke dalam inventaris sistem...]
Pesan inilah yang mengubah hidup Gray selamanya.
Dari seorang yang tak berarti, yang berjuang melewati keras dan suramnya kehidupan, menjadi orang terkaya dan paling berkuasa di dunia. Bahkan di seluruh realitas?
Inilah kisah penuh petualangan Gray Terrens.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZHRCY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MINUM BERSAMA
Matahari sore yang condong memantulkan cahaya keemasan lembut pada jendela kaca lebar Nocturne Elite Lounge, salah satu kafe mewah paling eksklusif di Silvergrove. Terletak di lantai teratas Monarch Pavilion, lounge itu dikenal sebagai tempat nongkrong anak-anak muda kaya kota—sebuah oasis ketenangan, racikan kopi impor yang harum, serta ruangan-ruangan privat berlapis beludru yang menghadap ke cakrawala laut.
Ketika Gray menelpon Viona dan memberitahu kalau dia sedang ada waktu luang, gadis itu nyaris bersinar gembira. Dia menawarkan diri untuk membayar dan memilih tempat pertemuan sendiri. Dan kini, mereka ada di sini.
Duduk berhadapan di ruangan pribadi, Gray memperhatikan saat Viona mengangkat cangkirnya dengan anggun, menyesapnya, lalu menghela napas puas.
“Mmm,” dia tersenyum. "Mereka benar-benar tahu cara membuat latte madu lavender yang sempurna di sini."
Gray hanya mengangguk kecil sambil memegang minumannya sendiri—sebuah minuman hitam jeruk dingin yang disajikan dalam gelas berembun, jenis minuman yang lebih cocok di bar berbintang Michelin daripada bar.
Dia belum minum lebih dari dua teguk, tapi dia suka rasanya.
Sayangnya bagi minuman itu, Gray masih baru dengan hal-hal berkelas seperti ini dan belum bisa benar-benar menghargainya.
Namun yang lebih menonjol daripada minuman itu adalah tatapan mata Viona.
Dia tersenyum, berbicara lembut, bahkan sedikit mencondongkan tubuhnya kedepan—tapi Gray bisa melihat lebih dalam dari semua itu. Dia penasaran.
Dan dia berusaha sekuat tenaga untuk menyembunyikannya di balik pesona yang terukur dengan hati-hati.
Setelah begitu lama berurusan dengan orang-orang—baik dari kalangan bawah maupun atas—Gray telah belajar satu hal sederhana: orang lebih sering berbohong melalui mata mereka daripada mulut mereka.
Viona, meskipun dengan segala ketenangannya, sudah lama menunggu momen ini. Dan sekarang saat itu tiba, dia tidak ingin menyia-nyiakannya.
“Jadi,” dia sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, meletakkan kedua lengannya di atas meja, “Tuan Gray, aku benar-benar penasaran denganmu. Tapi pertama-tama — biarkan aku memperkenalkan diri dengan benar. Aku Viona Hart.”
Gray menyesap minumannya, matanya tidak pernah lepas darinya. Langsung. Belum ada nama keluarga besar yang sebutkan. Itu tak terduga.
Dia setengah berharap gadis itu akan langsung menyebut siapa ayahnya. Tapi ternyata tidak.
“Gray Terrens,” jawabnya singkat.
Dia memiringkan kepalanya dengan senyum lembut. “Gray Terrens. Itu nama yang bagus. Aku menyukainya.”
“Terima kasih.”
Dia tidak menambahkan apa-apa lagi karena memang tak ada lagi yang perlu dikatakan.
Sekarang dia hanya mengamatinya—bukan karena curiga, tapi karena penasaran. Dia ingin melihat apa yang akan dilakukan gadis itu dengan keheningan.
Dan seperti yang sudah dia harapkan, Viona segera mengisinya.
“Umm,” dia mulai lagi, menggenggam cangkir di tangannya. “Aku masih ingin meminta maaf untuk hari itu. Aku tidak bermaksud mengatakan hal-hal itu dengan cara yang buruk atau bermaksud kasar. Aku hanya... terkejut."
Gray memberinya senyum yang sama seperti saat di lift waktu pertama kali mereka bertemu—ramah tapi berjarak.
“Jangan terlalu dipikirkan,” katanya. “Seperti yang aku katakan, itu tidak masalah.”
Kenyataannya, komentarnya hari itu sama sekali tidak meninggalkan goresan sedikit pun padanya. Pendapat orang lain adalah semacam mata uang — mereka hanya bisa memengaruhimu jika kau memberinya nilai.
Dan baginya? Itu tidak berarti apa-apa di dunianya.
Meski begitu, dia mengerti bahwa sikap gadis itu sebelumnya mungkin hanya cara canggungnya untuk menawarkan bantuan.
Dia berniat baik. Meski caranya tidak tepat.
Viona menghela napas pelan. Dia menyadari Gray tidak banyak berbagi tentang dirinya. Namun alih-alih berkecil hati, dia justru mengandalkan kharismanya yang alami.
“Aku akan jujur saja,” katanya dengan anggukan kecil.
“Aku penasaran padamu, Tuan Gray. Kau tidak banyak bicara, dan aku tidak bisa menemukanmu di internet. Namun, kau memiliki penthouse di Diamond Hill Estate? Itu bukan sesuatu yang biasanya bisa dimiliki oleh orang biasa.”
Dia tertawa ringan, tapi ada nada yang sengaja berat di suaranya.
“Kau pasti berasal dari keluarga tertentu. Mungkin keluarga yang memiliki pengaruh besar?”
Raut wajah Gray tidak berubah. Dia tidak terkejut. Dia hanya menyesap minumannya perlahan dan meletakkannya kembali di meja.
Lalu dia tersenyum—tapi itu bukan senyum hangat.
Senyum itu terukur, dingin, dengan sedikit nada geli di baliknya.
Dan senyum itu, ditambah intensitas tenang didalam tatapannya, membuat Viona terdiam.
Momen itu terasa panjang.
Dia sempat mengalihkan pandangan, lalu memaksakan diri menatap mata Gray lagi.
"Maaf jika aku mengatakan sesuatu yang salah," katanya pelan. “Aku tidak bermaksud mengusik. Aku hanya penasaran.”
Ini baru kali kedua dia menghabiskan waktu lebih dari beberapa menit bersama Gray.
Namun, kedua kalinya ini pun, dia keluar dengan perasaan yang belum pernah dia rasakan bertahun-tahun.
Kecil.
Bukan karena mobilnya. Bukan karena penthouse-nya. Bahkan bukan karena cara dia berpakaian.
Tapi karena dirinya.
Dia tidak pernah meninggikan suara. Dia tidak berusaha mengesankan. Dan dia tidak goyah di bawah tekanan.
Dia hanya... ada dengan kendali penuh atas dirinya.
Hal itu bukan hanya membuatnya takut, tapi juga melukai harga dirinya.
Ayahnya adalah pendiri Castle Holdings, sebuah grup investasi diversifikasi bernilai hampir 10 miliar dolar.
Ibunya memiliki salah satu kerajaan kosmetik paling berpengaruh di Pantai Barat negara itu.
Melalui jaringan orang tuanya, Viona tumbuh di antara kekayaan, status, dan akses. Dia mengenal anak-anak senator, CEO, penguasa media, dan tidak pernah sekalipun merasa tidak nyaman di ruangan manapun.
Sampai sekarang.
Berhadapan dengan Gray Terrens, dia merasa seperti sedang diadili—dan bahkan dia tidak tahu kasusnya apa.
Gray, pada bagiannya, paham betul apa yang dirasakan Viona.
Dia telah membuat asumsi. Bahwa penthousenya berasal dari keluarga elite. Seorang putra dari kalangan istimewa. Seseorang seperti dirinya.
Tapi dia bukan.
Dia hanyalah seorang pemuda dengan rahasia yang tak bisa dipahami siapa pun. Rahasia yang memberinya lebih banyak kekuatan, kekayaan, dan kebebasan daripada yang bisa ditawarkan keluarga-keluarga kaya itu.
Namun, dia tidak berniat untuk membenarkan kesalahannya.
Biarkan gadis itu menemukan kebenaran pada waktunya sendiri.
Dia berdiri dengan gerakan halus, bahkan kursi tidak mengeluarkan suara saat dia bangkit.
“Nona Viona,” katanya sambil tersenyum, “terima kasih untuk minumannya. Tapi aku harus pergi.”
Mata Viona sedikit membesar. “Tunggu—”
“Aku harap kita bisa berbicara lagi di lain waktu,” tambahnya dengan tenang dan tegas. "Mungkin lain kali, kita bisa bicara lebih seperti orang biasa... dan bukan seperti seperti tadi.”
Sebelum gadis itu sempat menjawab, dia sudah berjalan pergi.
Dia tidak menoleh ke belakang.
Pintu Nocturne Elite Lounge tertutup di belakangnya, dan Viona hanya terdiam, menatap tempat di mana dia baru saja duduk beberapa detik yang lalu.
Dia menghela napas lalu menyesap lattenya perlahan, rasa manisnya kini tak lagi terasa.
Tak lama kemudian, ponselnya bergetar. Itu adalah panggilan dari salah satu temannya.
Dia menjawabnya, masih menatap meja.
“Hai,” ucapnya, suaranya terdengar agak jauh.
“Stace, kau baik-baik saja? Suaramu terdengar aneh.”
“Aku baru saja minum kopi dengan seseorang. Dan... aku tidak bisa menjelaskannya. Dia benar-benar berbeda.”
“Berbeda bagaimana?”
“Aku tidak tahu,” jawabnya jujur. “Tapi aku ingin tahu lebih banyak.”
“Kalau kau mengatakan dia berbeda, berarti dia pasti sangat istimewa. Ngomong-ngomong, aku sedang bersama Edwin dan yang lain, dan dia sedang menceritakan sesuatu yang sangat menarik. Kenapa kamu tidak datang?”
“Tentu. Beri aku sedikit waktu.”
“Jangan lama-lama, ya,” kata temannya di seberang lalu menutup telepon.
Viona menghela napas sambil menjatuhkan ponselnya di atas meja.
“Gray Terrens. Siapa sebenarnya dirimu?”
kamu lupa kasih koma nanti orang yang baca jadi aneh