Luna Delfina berprofesi sebagai seorang penulis di hidupnya, ia memiliki cukup banyak pengikut setia yang selalu mendukung setiap karyanya.
Suatu hari muncul satu komentar misterius di karya tulisannya yang pada akhirnya membawa dirinya ke dalam Dunia Karya Ciptaannya tersebut.
Segala cara telah ia lakukan agar dapat terlepas dari ikatan dunia ini, namun tak ada satupun cara yang berhasil. Satu-satunya jalan terakhir baginya adalah dengan menjodohkan kedua Pemeran Utama sesegera mungkin agar ia dapat segera terlepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang Pemeran yang tidak diketahui Perannya disini.
Apakah ia dapat berhasil menjodohkan mereka di tengah badai-badai konflik yang ditulis olehnya sendiri? Ataukah semua tindakannya ini malah membuatnya terjerumus lebih dalam? Dan.. Siapakah orang misterius itu?
Ayo baca drama seorang Penulis kecil ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MllyyyStar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9 Surat Undangan
“Putri.”
“Yang Mulia Putri.”
Luna terbangun dari tidurnya oleh suara dari Dayangnya yang membangunkannya.
“Maaf telah mengganggu tidur anda. Waktu makan malam sebentar lagi akan tiba, anda akan sakit jika melewati makan malam lagi setelah tidak makan di waktu siang pada hari ini.” Jelas Dayang itu.
Luna memandang ke arah jendela. Sinar matahari kemerahan masuk menyinari melalui celah-celahnya yang terbuka.
“Sudah sore?”
“Ya, Putri. Makan malam akan segera tiba. Saya sudah menyiapkan pemandian air panas untuk anda.”
“Hmm, baiklah..”
Setelah Luna selesai bersiap, ia pergi ke Ruang makan untuk makan malam. Disana hanya ada dia seorang dengan Pelayan-Pelayan yang berbaris dengan rapi di setiap sudut.
Di atas meja makan, disediakan begitu banyak jenis makanan yang tidak akan habis jika ia nikmati seorang diri.
Luna bertanya kepada Pelayannya. “Apa hanya aku yang akan makan ini semua?”
“Benar.”
“Dimana kak Alsean?”
“Beliau biasanya menikmati makan malam di Ruangannya.” Jawab Pelayan itu.
Akhirnya Luna menikmati makan malamnya dengan hanya ditemani oleh beberapa Pelayan yang bahkan tidak ia kenal. Tetapi meski begitu, ia cukup puas karena makan malamnya sangat sesuai dengan seleranya.
Setelah Luna menyelesaikan makan malamnya, ia kembali ke kamar dengan perut yang terisi. Energinya terasa seperti berkumpul lagi setelah ia tidur seharian lalu makan dengan lahap.
“Jika begini terus, aku bisa cepat gemuk.”
“Tapi.. Cukup bagus juga karena tubuh ini tampak sedikit terlalu kurus. Yah.. Aku merasa sedikit kasihan atas kejadian yang menimpanya selama di Akademi.”
Di kamar, Dayangnya masih saja berada disana dan Luna merasa tak nyaman untuk itu sebab itu membuatnya merasa seperti diawasi setiap waktu.
Saat ini, Luna duduk di sofa tepat samping jendela kamarnya. Sinar bulan mulai terlihat, bersinar terang di gelapnya malam.
Luna melirik buku yang Elena berikan kepadanya. Ia meraihnya dan mulai membuka lembaran pertamanya.
Cerita Fiksi versi Karangan orang pada Zaman ini, ceritanya seru namun percakapan dialog dalam cerita itu cukup membosankan, tetapi hal inilah yang membuat rasa penasaran Luna menjadi tinggi untuk membaca lebih banyak buku-buku lainnya.
Luna menghabiskan waktunya, dari halaman pertama ke halaman selanjutnya, dan dari Dayangnya yang sebelumnya hingga berganti ke Dayang yang lain. Tanpa ia sadari, malam sudah sangat larut.
Luna akhirnya memutuskan untuk tidur setelah ia menyelesaikan hampir setengah halaman dari buku itu. Setelah ia tertidur, Dayang pun mulai pergi untuk beristirahat.
.
.
.
Beberapa hari kemudian, Istana menerima Surat Undangan dari Keluarga Bangsawan Evigheden. Undangan Pesta Ulang Tahun Putri Tunggal dari Duke Draven Evigheden dan Duchess Taryn Evigheden, Lady Elena Evigheden.
Sebagai rasa Hormat dan terima kasih dari Kaisar Darius terhadap Duke Draven yang merupakan bawahannya yang cukup dipercayai, Kaisar akan menghadiri Undangannya secara langsung bersama dengan kedua Putra dan Putrinya.
Undangan itu tiba seminggu sebelum Pesta dimulai, dan waktu ini cukup untuk Luna bersiap dalam memilih ulang Dress baru dan menyusun Rencana pertamanya sekarang.
Di pagi hari, Desainer datang secara langsung ke Istana untuk mengukur ukuran tubuh Luna agar dapat menyesuaikan ulang dengan Dress barunya nanti.
Dan malamnya Luna mulai menyusun sebuah Rencana.
Ia duduk di kamarnya, menulis daftar Rencananya di sebuah kertas.
“Hm.. Biasanya di Pesta pasti akan ada sesi Berdansa, aku akan menghindari sesi itu dengan.. Apa ya?”
Luna memainkan kuas pena nya sembari berpikir.
“Ruang istirahat.. Tidak, bagaimana jika ada orang lain disana?”
“Jika Ruang ganti.. Mereka mungkin akan merasa aneh karena aku tidak mengganti apa-apa.”
“Kalau.. Balkon?! Kedengarannya cukup bagus karena pasti tidak akan ada orang yang berada disana pada saat sesi Dansa sedang berlangsung, lagipula aku juga hanya akan sebentar saja sampai lagu pertama selesai.”
Setelah mendapatkan idenya, dengan cepat Luna mencatatnya di atas kertas itu, berjaga-jaga agar ia tidak terlupa.
“Oh ya!”
“Di Novel, akan ada sebuah masalah kecil yang terjadi. Tapi masalahnya sekarang adalah.. Aku lupa bagian itu!”
Luna mengacak-acak rambutnya dengan frustasi, mencoba agar ingatannya segera kembali.
Sejak kedatangannya di dunia ini, sebagian dari ingatannya selama di dunianya sebelumnya hilang, dan itu membuatnya sedikit kesulitan terutama untuk mengingat kejadian penting yang terjadi pada Novel yang ia tulis seperti sekarang ini.
Namun beberapa saat kemudian ketika ia mengingat jika rambutnya telah mendapatkan perawatan yang mewah, ia segera berhenti. Tentunya akan sayang jika rambut sehalus ini menjadi rusak akibat tindakan konyolnya sendiri.
“Baiklah, ayo berpikirlah dengan baik.”
“...”
Mau bagaimanapun Luna berusaha, ia tak dapat mendapatkan ingatan apapun. Satu-satunya yang ia ingat hanyalah Deskripsi tentang bagaimana Elena yang sedang menangis di Ruang Ganti ketika Pesta masih sedang berlangsung.
“Oke.. Baiklah. Mungkin secara perlahan aku akan dapat mengingatnya. Untuk Rencana saat ini adalah aku hanya perlu mengawasi Elena selama ketika Pesta itu sedang berlangsung, dan dengan begitu seharusnya semuanya akan dapat terkendali..”
Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya semua catatan yang ia tulis telah siap.
“Baiklah, semuanya selesai!” Ucap Luna senang, ia mengangkat kertas itu dan membacanya kembali sekali lagi.
“Hanya tersisa satu hal lagi, Hadiah. Tetapi untungnya aku sudah tahu Hadiah apa yang harus kuberikan kepada Elena.”
...~...
Hari Ulang Tahun Elena akhirnya tiba, sejak pagi sekali Luna telah bangun untuk bersiap-siap.
Berendam di Pemandian Mawar, mengenakan Dress hasil jahitan Desainer terkenal, serta duduk di kursi Rias selama berjam-jam.
Luna sampai berpikir, apakah ini Pestanya? Kenapa kelihatannya malah ia yang sangat-sangat siap untuk hadir pada hari ini?
Duduk di kursi Rias sembari memandang wajahnya sendiri selama itu membuatnya takjub dan merasa sangat beruntung karena bisa merasuk di tubuh seorang gadis dengan rupa secantik ini.
Kulitnya mulus dan kedua bola matanya tampak berbinar dengan indah, wajah yang selama ini ia impikan.
...Tok Tok Tok...
...Pintu diketuk dari luar...
Dayang membuka pintu itu dan Butler Garrick berdiri disana.
“Baginda dan Pangeran telah menunggu di Aula Utama, apakah Putri sudah siap?” Tanya Butler Garrick kepada salah satu Dayang.
Dayang itu mengangguk. “Sebentar lagi.”
Luna akhirnya siap, ia hanya perlu mengenakan sepasang sepatu hak untuk memperlengkap penampilannya. Kemudian setelahnya ia bersama dengan Butler Garrick menuju ke Ruang Aula Utama.
Sampai di tangga menurun, Luna melangkah dengan hati-hati dan ia akhirnya dapat turun dengan aman berkat bantuan dari Butler yang tetap berada disampingnya membantunya.
“Luna.” Panggil Alsean, dengan pakaian formal yang rapi.
Warna pakaiannya sepasang dengan Dress milik Luna. Menunjukkan bahwa mereka merupakan Anggota Keluarga yang sama.
“Kak, sudah lama?” Tanya Luna.
“Tidak, aku dan Ayah juga baru tiba.”
“Ayah?” Luna menoleh, matanya memandang ke arah seorang pria dengan ekspresi datar yang juga sedang memandang kepadanya.
Ia tahu bahwa itu adalah Kaisar Darius, Ayah dari Alsean dan juga dirinya kini, berkat dari model pakaian mereka yang juga sama.
“Halo, Ayah..” Sapa Luna.
Kaisar Darius tak mengatakan apapun, sebaliknya ia hanya bergumam dan mengangguk ketika menjawab sapaan Luna kepadanya.
“Yang kukatakan benar kan? Seorang anak yang memanggil Ayahnya tentu adalah kata, Ayah. Tapi kenapa ekspresinya tampak aneh?” Batin Luna, pikirannya menjadi sedikit sibuk.
“Jalan sekarang?” Alsean mengulurkan tangannya.
“Em.” Luna mengangguk.