Jihan Hadid, seorang EO profesional, menjadi korban kesalahan identitas di rumah sakit yang membuatnya disuntik spermatozoa dari tiga pria berbeda—Adrian, David, dan Yusuf—CEO berkuasa sekaligus mafia. Tiga bulan kemudian, Jihan pingsan saat bekerja dan diketahui tengah mengandung kembar dari tiga ayah berbeda. David dan Yusuf siap bertanggung jawab, namun Adrian menolak mentah-mentah dan memaksa Jihan untuk menggugurkan kandungannya. Di tengah intrik, tekanan, dan ancaman, Jihan harus memperjuangkan hidupnya dan ketiga anak yang ia kandung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Jihan membuka matanya dan ia langsung berlari menuju ke kamar mandi.
Adrian yang baru saja membuka pintu langsung terkejut ketika melihat Jihan berlari seperti itu.
Di dalam kamar mandi Jihan memuntahkan semuanya.
"J-jangan mendekat," pinta Jihan.
Adrian tidak menghiraukan ucapan Jihan dan ia menepuk-nepuk punggung Jihan.
David dan Yusuf menghampirinya mereka berdua.
"Ayo kita ke rumah sakit saja." ajak David.
"T-tidak usah, semua wanita hamil pasti akan mengalami mual." ucap Jihan dengan suara lirih.
Yusuf mendekat dan ia langsung membopong tubuh Jihan.
Adrian dan David melihat Yusuf yang jarang membopong tubuh Jihan.
"Gantian aku yang membopong ibu calon anakku." ucap Yusuf sambil tersenyum kecil.
Jihan menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah Yusuf.
Yusuf membopong tubuh Jihan dengan hati-hati dan membawanya kembali ke tempat tidur.
"Pelan-pelan, Suf. Jangan sampai bikin dia tambah pusing," ucap Adrian, masih khawatir.
"Aku tahu kok cara membopong orang hamil," balas Yusuf sambil tersenyum, walau matanya terus memperhatikan raut wajah Jihan yang masih pucat.
Setelah Jihan direbahkan di tempat tidur, David datang membawa segelas air hangat.
"Pelan-pelan, minum ini dulu," ucap David sambil menyodorkan gelasnya.
Jihan mengambil gelas itu dan meminumnya perlahan. "Terima kasih," ucapnya singkat.
"Aku udah bilang nggak perlu ke rumah sakit," tambah Jihan sambil memijat pelipisnya sendiri. "Mual pagi itu wajar."
"Tapi kamu sampai muntah parah, Ji. Kami cuma khawatir," sahut Adrian, yang duduk di samping ranjang sambil menggenggam tangan Jihan.
"Kalau sampai kamu kenapa-kenapa, kita bertiga bisa panik total, tahu nggak," tambah David.
Jihan tersenyum kecil, lalu memejamkan matanya sejenak.
"Maafkan aku yang sudah bikin kalian khawatir."
Yusuf duduk di sisi lainnya dan menatap Jihan lembut.
"Enggak apa-apa, Ji. Tapi mulai sekarang, kamu harus jujur soal apapun yang kamu rasain, sekecil apapun," ucap Yusuf tegas.
"Karena sekarang bukan cuma kamu yang harus Kamri perhatikan. Ada calon anak kita, Jihan"
Jihan menatap ketiganya bergantian, lalu mengangguk pelan.
"Aku janji dan akan lebih hati-hati."
Jihan masih tersenyum kecil setelah mendengar ucapan Yusuf barusan.
Senyuman Jihan yang sangat hangat dan tulus sehingga membuat suasana sedikit lebih ringan di tengah kelelahan.
Namun, senyum itu juga membuat David mendecak pelan.
Ia menyilangkan tangan di dada dan memalingkan wajah seolah ngambek.
"Aku juga mau diberikan senyuman seperti itu," gumam David dengan nada pura-pura kesal.
Adrian ikut melirik ke arah David, lalu menatap Jihan dengan ekspresi serius.
"Aku dari tadi duduk di sini, memegang tangan kamu, tapi gak dapet senyum secuil pun," ujar Adrian sambil mengangkat satu alisnya.
Jihan membuka matanya dan menatap keduanya lalu tertawa pelan, geli dengan tingkah mereka.
"Aduh, kalian in kalau ngambek seperti anak kecil," ucap Jihan sambil menutupi mulutnya.
"Kami ini calon ayah juga, Ji," ujar David sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Kami juga butuh perhatian dan validasi," ucap David setengah bercanda setengah serius.
Jihan tertawa pelan lagi, lalu mengulurkan tangannya satu ke arah David, satu ke arah Adrian.
"Ayo sini, dua-duanya. Aku senyum buat kalian juga."
David dan Adrian langsung mendekat dengan semangat.
Begitu melihat senyum Jihan yang diberikan khusus untuk mereka, David langsung meletakkan kepalanya di pangkuan Jihan.
"Yes! Dapet juga," ujarnya puas.
Adrian hanya menggenggam tangan Jihan erat, menatapnya dalam diam.
Tapi dari sorot mata Adrian, jelas ada rasa lega
dan rasa memiliki yang begitu besar.
Yusuf hanya menggeleng kecil, lalu bangkit berdiri.
"Baiklah, sepertinya aku sudah cukup dapat jatah hari ini. Kalian berdua silakan rebutan giliran berikutnya."
Sementara itu di tempat lain dimana Ares menatap layar laptopnya dengan ekspresi serius.
Setelah yakin dengan informasi yang ia dapatkan, ia segera meraih ponsel dan menekan nomor Leonardo.
Tuut... Tuut...
Tak lama kemudian, suara Leonardo terdengar dari seberang.
"Ada apa, Ares?"
Ares menarik napas panjang sebelum menjawab, suaranya dingin dan penuh tekanan.
"Aku tahu siapa wanita itu."
"Siapa?" tanya Leonardo cepat, terdengar gelisah.
"Namanya Jihan. Dia yang menerima suntikan spermatozoa milik Adrian, David, dan Yusuf."
Leonardo terdiam sejenak dengan nafasnya berat, dan kemarahan mulai membara.
"Kamu akin?"
"Seratus persen, Bis. Semua data rumah sakit mengarah padanya dan sekarang dia sedang hamil anak dari ketiganya."
Leonardo memukul meja di depannya hingga retak.
"Jadi wanita itu yang menghancurkan rencana Maria...!"
"Maria harus tahu, tapi tenang dulu. Jika kita gegabah, mereka bisa menyembunyikan Jihan." ujar Ares dingin.
"Apa rencanamu?"
"Kita tunggu saat yang tepat. Biarkan mereka merasa aman dulu. Setelah itu, kita culik Jihan. Jika perlu, pakai kekerasan."
"Aku akan beri tahu Maria. Tapi ingat, Ares. Kalau ini gagal lagi, aku sendiri yang akan menghabisi wanita itu."
"Tenang. Kali ini, kita mainkan semuanya secara halus dan mematikan."ucap Ares.
Leonardo mematikan ponselnya dan menatap layar laptop di depannya.
Ia membuka salah satu folder rahasia yang dikirim Ares dan di dalamnya terdapat foto-foto Jihan dari berbagai sudut, termasuk satu yang membuatnya terpaku.
Sebuah foto Jihan tengah berdiri anggun mengenakan gaun pesta di acara perkumpulan CEO yang diadakan oleh Samuel, tiga bulan lalu.
Wajahnya tersenyum cerah, tangannya memegang gelas mocktail, dan di sekelilingnya tampak Adrian, David, serta Yusuf semua tampak sangat melindungi Jihan, bahkan tanpa menyadarinya.
Leonardo memperbesar foto itu, lalu bergumam pelan, penuh kemarahan,
“Jadi ini wajah wanita itu…”
Ia mengetuk meja pelan, jari-jarinya gemetar menahan emosi.
"Dia yang mencuri masa depan Maria. Dia yang menyatukan tiga pria sekaligus."
Leonardo mencetak foto itu dan membawanya ke kamar Maria.
Maria sedang duduk di kursi goyang, matanya sembab karena terus menangis.
Tanpa berkata apa-apa, Leonardo menyerahkan foto itu.
Maria menatapnya sejenak, lalu matanya membelalak saat mengenali wajah Jihan.
“Jadi wanita ini yang mendapatkan suntikan spermatozoa dari dokter Seymus?" tanya Maria.
"Namanya Jihan. Dia yang sekarang mengandung anak dari Adrian, David, dan Yusuf."
Maria mencengkeram foto itu dengan gemetar, air matanya kembali mengalir, tapi kali ini disertai api kemarahan.
"Aku ingin dia menderita, Kak. Seperti aku."
"Aku akan urus semuanya. Kau tak perlu turun tangan. Aku janji akan membuat wanita ini tidak akan hidup tenang lagi." ucap Leonardo dingin.
Leonardo memeluk tubuh adiknya dengan erat, mencoba menenangkan gejolak amarah dan kesedihan yang membakar hati Maria.
Ia mengusap punggung adiknya pelan, membiarkan Maria menangis di dadanya.
"Sudah, jangan bersedih lagi," ucap Leonardo lembut namun penuh ketegasan.
"Aku janji, semua ini akan aku balas. Tidak akan ada yang menyakiti kamu dan lolos begitu saja."
Maria hanya bisa mengangguk pelan sambil menggenggam erat kemeja kakaknya.
"Aku cuma ingin dia merasakan kehilangan seperti aku, Kak" bisik Maria dengan suara serak.
"Jangan khawatir. Kita akan buat dia kehilangan semuanya, satu per satu," balas Leonardo dingin, tatapannya tajam menatap foto Jihan yang kini tergeletak di lantai.