Bismillah karya baru FB Tupar Nasir
WA 089520229628
Sekuel dari Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten
Kapten Excel belum move on dari mantan istrinya. Dia ingin mencari sosok seperti Elyana. Namun, pertemuan dengan seorang perempuan muda yang menyebabkan anaknya celaka mengubah segalanya. Akankah Kapten Excel Damara akan jatuh cinta kembali pada seorang perempuan?
Jangan lupa ikuti kisahnya, ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Menguji Iman
Tiba di kost-an, Zinni dibuat terkejut, sebab baju-bajunya sudah berserakan di luar pintu kost-an. Zinni sedih dan kecewa dengan sikap Bu Mila yang keterlaluan, sebab Zinni masih ada waktu sehari berada di kost-an itu.
"Keterlaluan Bu Mila," gerutunya sedih, sembari membereskan baju-bajunya ke dalam kantong kresek besar yang teronggok di sana. Untung saja, saat dia pergi meninggalkan kost-an, sertifikat tanah miliknya sudah ia amankan dan dibawa.
Zinni buru-buru memasukkan baju-bajunya ke dalam kantong itu. Sisanya barang-barang rumah tangga seperti alat masak dan lainnya, tidak ia bawa. Zinni pun segera pergi dari tempat itu, sebelum Bu Mila datang.
"Heh, Zinni, kenapa tidak kamu ambil sekalian barang-barang rongsokan itu? Buat sampau saja di depan kost-an milikku," dengus Bu Mila yang tiba-tiba saja sudah berada di belakang Zinni.
Sejenak Zinni kaget dengan kedatangan Bu Mila. Zinni bingung, kalau barang-barang itu ia ambil, lalu dia bawanya pakai apa?
"Itu tidak akan saya bawa, Bu. Silahkan saja kalau ada yang mau, saya kasih bagi yang mau saja. Lagipula kalau saya bawa, saya bingung mau bawanya pakai apa," ujar Zinni.
"Eleh, alasan. Lihat kost-an ini, kayak kandang merpati saja kalau barang-barangmu masih di sini. Tapi, kalau tidak kamu bawa, kamu harus bayar denda atau ganti rugi, karena depan kost-an saya kotor," dengus Bu Mila. Lagi-lagi dia memanfaatkan keadaan.
"Maaf, Bu, kenapa Ibu meminta denda, bukankah uang kost-nya sudah dibayarkan Pak Excel berikut denda? Lagipula, kenapa juga barang-barang saya diserakkan di luar, padahal saya belum tiba di sini dan masih ada sehari lagi sisa saya tinggal. Bagaimana kalau ada barang berharga saya yang hilang atas ulah Ibu?" balas Zinni tidak mau mengalah.
"Alah, barang-barang bekas dan butut seperti ini, siapa yang mau? Dijual ke tukang rongsok saja tidak akan laku," ejek Bu Mila dengan bibir yang menjungkit-jungkit ke atas.
"Ya sudah, buat Ibu saja barang rongsokan ini. Tapi barang-barang ini masih bagus. Kalau mau, ambil saja atau jual ke tukang rongsok," ujar Zinni sambil berlalu, tidak peduli lagi pada Bu Mila yang kesal.
"Heh, ini bagaimana barang-barangmu ini? Dasar tidak berguna," dengus Bu Mila geram. Zinni tidak peduli, dia terus berjalan meninggalkan kost-an itu sembari tertatih-tatih menjinjing kantong kresek berisi baju-bajunya.
Langit terlihat sangat mendung, sementara Zinni masih menunggu angkot yang akan dicegatnya.
"Tumben angkotnya lama," keluhnya sembari menatap ke arah datang angkot tumpangannya.
Hujan pun turun sebelum Zinni mendapatkan angkot. Terpaksa Zinni berteduh di halte yang atapnya sudah mulai bolong-bolong.
Tepat disaat hujan semakin lebat, angkot yang akan ditumpanginya datang. Kadung kena hujan, Zinni nekad membelah hujan untuk memasuki angkot. Belum lagi dia harus menyeret kantong kresek yang lumayan berat. Sialnya, kantong kresek itu tiba-tiba terjatuh sebelum Zinni menaiki angkot.
Terpaksa Zinni meraih kantong itu yang kini sudah kena air hujan. Tubuhnya juga basah kuyup
kena Alhasil tubuh Zinni lumayan basah karena hujan begitu lebat. Tapi, untung saja ia masih kebagian tempat duduk.
Angkot berjalan sedikit lambat karena curah hujan yang lumayan tinggi, membuat jalan menjadi licin.
Setengah jam kemudian, akhirnya Zinni tiba di kediaman Excel. Zinni susah payah menjinjing kantong kresek yang kini sudah basah karena hujan.
"Ya ampun, Zinni. Kamu kehujanan? Cepat masuk dan segera bersihkan tubuhmu. Kenapa juga kamu ini tidak menghubungi saya." Excel sudah menyambut Zinni di depan pintu ruang tamu, karena ia tadi sempat risau.
Zinni segera menuju dapur, meletakkan pakaian yang ada di kantong kreseknya ke ruang cuci baju. Lalu ia langsung masuk kamar mandi yang berada di dapur dan membersihkan diri.
Sayangnya, Zinni lupa membawa handuk, sementara ia juga tidak membawa baju ganti, karena tadi Zinni langsung masuk kamar mandi.
"Aduh, gimana ini. Haruskah aku minta tolong Pak Excel untuk ambilkan handuk?" Bingungnya di kamar mandi.
Lama termenung, akhirnya Zinni memberanikan diri berteriak pada Excel untuk membawakannya handuk.
"Pak Excel, Pakkkk," teriaknya. Excel yang masih berada di ruang tamu tersentak mendengar teriakan Zinni.
"Pakk, boleh saya minta tolong," ulang Zinni masih berteriak. Excel segera menghampiri meskipun sedikit malas.
"Kenapa?" tanyanya.
"Pak, handuk saya tertinggal di kamar, tadi saya tidak ke kamar dulu. Kalau boleh, saya minta tolong ambilkan handuk yang tergantung di gantungan paku di balik pintu," ujarnya. Tanpa menjawab Excel bergegas menuju kamar yang kini ditempati Zinni. Tanpa susah payah, akhirnya Excel menemukan handuk itu.
"Zinni, ini handuknya," teriak Excel sambil menggedor pintu kamar mandi. Perlahan Zinni membuka pintu kamar mandi, kepalanya mendongak sedikit dengan tangan terulur dan meraih handuk yang disodorkan Excel.
"Terimakasih, Pak," ucap Zinni seraya menutup pintu kamar mandi rapat. Setelah itu buru-buru ia keluar dari kamar mandi, untungnya Excel sudah tidak ada di sana, sehingga dengan leluasa Zinni bisa bergegas menuju kamarnya.
"Aduh, baju-baju aku, kan basah semua. Rok aku yang di jemuran juga kena hujan. Lalu aku harus pakai apa?" bingungnya sambil berdiri mematung memikirkan baju yang harus dipakai malam ini.
Sementara itu, Excel merasa lapar. Dia bangkit dari sofa ruang tamu untuk memberitahu Zinni supaya masak untuk makan malam. Tadinya ia akan mencari makan di luar, sayang sekali hujannya masih sangat lebat.
Excel tiba di depan pintu kamar Zinni yang ternyata tidak tertutup rapat. Sejenak dia merasa heran. "Ke mana perempuan itu, apa sudah pergi ke dapur?" herannya lalu meraih handle pintu dan didorongnya.
Excel berdiri terpaku, saat menyaksikan Zinni berdiri bingung mencari pakaian untuk dipakainya, hanya memakai Beha dan celana dalam saja. Mata Excel tidak berkedip, dia tidak mengalihkan tatapnya dari Zinni. Meskipun perasaan dalam dadanya campur aduk, antara kaget, kesal dan terpesona. Tubuh Zinni benar-benar menggoda iman, bentukannya nyaris sempurna, dan sepertinya masih belum terjamah tangan-tangan jahil, Zinni masih sangat fresh dan menggetarkan jiwa Excel yang hampir dua tahun tidak merasakan sentuhan wanita.
Excel menelan ludah, perlahan dia mundur dan keluar dari muka pintu. Untung saja keberadaannya tidak disadari Zinni.
"Duhh, sialan si Zinni, dia hampir saja menggoda imanku. Kenapa pula perempuan itu tidak mengunci pintu kamar," dumelnya geregetan.
"Eh, Pak Excel. Kok ada di sini?" Zinni tiba-tiba saja sudah berada di luar sampai Excel tidak sadar kalau dia sudah kurang lebih sepuluh menit berada di sana, karena lama terpaku.
"Saya mau memberitahu kamu, malam ini masak untuk makan malam. Euhhh, sebentar, kamu tidak ada baju lain selain gaun tidur yang pendek ini?" Excel menatap kesal ke arah Zinni karena ia hanya memakai baju tidur lima sendi di atas lutut.
"Iya, Pak, saya terpaksa. Soalnya baju-baju saya semuanya basah kena hujan. Sementara baju tidur dan rok saya yang ada di jemuran atas, kena hujan semua. Saya tadi mencuci dan menjemur dulu sebelum pergi," ujar Zinni terlihat sedih.
"Ya sudah, masaklah ke dapur. Masak sebisa kamu apa yang ada di kulkas," titah Excel sembari lagi-lagi menelan ludah melihat Zinni yang terlihat begitu sensual.
"Gadis ini sedang menguji imanku," gumamnya berdecap kagum dan bingung.
kawal si exel sm zinni sampai ke pelaminan