JATUH KEPELUKAN SANG PANGERAN
Zhao, putri bangsawan yang terkenal cantik dan keras kepala, kembali membuat kehebohan di kediaman keluarganya. Kali ini, bukan karena pesta atau keributan istana… tapi karena satu hal yang paling ia hindari seumur hidup: perjodohan!
Dirinya dijodohkan dengan Pangeran Wang pangeran kerajaan yang dikenal dingin, tegas, dan katanya... kejam?! Zhao langsung mencari cara kabur, apalagi hatinya telah tertambat pada sosok pria misterius (pangeran yu) yang ia temui di pasar. Tapi semua rencana kacau saat ia malah jatuh secara harfia ke pelukan sang pangeran yang tak pernah ia pilih.
Ketegangan, kekonyolan, dan adu mulut menjadi awal dari kisah mereka. Tapi akankah hubungan cinta-benci ini berubah jadi sesuatu yang lebih hangat dari sekadar perjodohan paksa?
Kisah cinta kerajaan dibalut drama komedi yang manis, dramatis lucu, tegang dan bikin gemas!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarah Siti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAAT TAKDIR MULAI BERGESER
Pagi itu, semilir angin berhembus lembut di halaman belakang Paviliun Angsa Putih. Seorang wanita duduk anggun di kursi rotan berlapis kain halus. Jemarinya yang ramping membelai pinggiran cangkir teh hangat yang mengepulkan aroma melati.
Langkah ringan seorang dayang mendekat, lalu membungkuk penuh hormat.
"Yang Mulia Pangeran... tadi tersenyum padanya," bisiknya pelan.
Cangkir di tangan wanita itu bergetar halus. Matanya tetap menatap lurus ke depan, namun jemarinya mencengkeram kuat gagang cangkir, hampir retak.
Dia adalah Nona Lee — istri sah Pangeran Chun. Cantik, anggun, dan karismatik… tapi di balik senyum tenangnya tersembunyi kecemburuan dan ambisi yang mematikan. Ia selalu menyingkirkan perempuan yang mendekati suaminya, bahkan sebelum hubungan itu sempat tumbuh.
"Dia mulai lagi... dengan permainannya," desisnya pelan.
Tiba-tiba, ia tersenyum tipis—senyum penuh racun.
"Tapi seperti biasa… aku akan menghancurkan mainannya sebelum sempat dimainkan."
---
Sementara itu, di kediaman keluarga Zhao, pagi terasa lebih sunyi dari biasanya. Beberapa hari ini, Zhao tak lagi mengunjungi istana. Hari pernikahannya yang kian dekat membuatnya merenung dalam-dalam, mencoba berdamai dengan perasaannya sendiri.
Ia duduk di serambi, menatap kosong ke taman kecil di hadapannya.
“Hmm... ke mana Meilan? Dari pagi belum kelihatan… apa dia punya kekasih diam-diam ya?” gumamnya curiga, matanya menyipit tajam.
---
Di sisi lain, istana mendadak terasa berbeda. Tidak ada lagi suara gaduh Zhao yang biasanya mondar-mandir di aula utama, menggoda para penjaga atau menyelinap masuk ke paviliun para pangeran.
Pangeran Jaemin duduk termenung di pelataran latihan. Di tangannya, ia memutar-mutar gagang pedang kecil.
"Biasanya aku bisa pamer jurus baru ke Zhao... dia selalu teriak heboh walau aku cuma bisa mengayun satu kali," gumamnya kecewa.
Pangeran Yu, yang tengah dikunjungi oleh Hwa Jin, bahkan mendadak termenung. Tatapannya kosong meski wanita di hadapannya terus berceloteh.
"Kenapa aku malah membayangkan Zhao yang duduk di sana? Kenapa sepi ini... seperti kehilangan warna?" batinnya.
---
Di saat yang sama, Pangeran Jaemin yang mulai bosan memutuskan pergi keluar istana. Namun di tengah perjalanan, langkahnya terhenti. Ia melihat sesosok gadis lewat cepat. Pakaian dan gaya rambutnya berbeda, tapi wajah itu...
"Itu Meilan! Eh? Dia menyamar? Itu berarti Zhao ada di sini juga?" gumamnya sambil mengikuti dari kejauhan.
Namun ternyata, Meilan tidak menuju rumah Zhao. Ia diam-diam menemui Pangeran Wang di lorong terpencil taman istana.
"Aneh… kenapa Meilan menemui Kakak Wang sendirian? Di mana Zhao?" gumam Jaemin penuh curiga. Ia mencoba mencuri dengar, tapi posisi mereka terlalu jauh.
Tak lama, Meilan pun pergi.
---
Sesampainya di rumah, Meilan mendapati Zhao sudah menunggunya dengan tangan menyilang dan tatapan menyipit penuh kecurigaan.
"Ke mana saja kau, Meilan? Hmm? Jangan-jangan kau memang punya kekasih!" serangnya langsung.
Meilan terkekeh gugup. "Ah, Nona! Tidak, sungguh bukan begitu!"
Ia cepat-cepat mengalihkan topik. "Saya tadi ke pasar ibu kota… dan saya menemukan sesuatu!"
"Apa itu? Apa menarik?" tanya Zhao antusias, alisnya naik.
"Tentu. Nona pasti suka," ucap Meilan sambil tersenyum misterius.
"Ayolah, katakan!" Zhao mengguncang lengannya manja.
"Jepit rambut. Cantik sekali."
Mata Zhao berbinar. "Benarkah?"
Meilan mengangguk. "Tapi saya tidak sempat membelinya. Terlalu banyak yang cantik, saya sampai bingung memilih."
"Hah! Kalau begitu, kita pergi sekarang! Aku mau lihat sendiri!" seru Zhao riang.
"Baiklah, Nona. Ayo, lets gooo!" balas Meilan lega, menarik napas dalam-dalam.
---
Sesampainya di pasar, Zhao dan Meilan menyusuri deretan pedagang. Wangian herbal, suara tawa anak-anak, dan teriakan para penjual menciptakan riuh yang hangat.
"Di mana tempatnya, Meilan?" tanya Zhao sambil celingukan.
"Aaah, itu dia!" tunjuk Meilan ke arah toko jepit rambut tradisional. Deretan jepit berkilau dalam cahaya matahari.
"Ya ampun… ini semua cantik sekali," Zhao nyaris ternganga.
"Kalau begitu, Nona pilihlah," ucap Meilan.
"Baiklah kau juga pilihlah aku akan membelikannya untukmu."ucap zhao
"Untukku? Ini terlalu indah untuk seorang dayang."
"Justru karena itu, kau bisa memakainya… saat bertemu kekasih mu," ledek Zhao sambil mengedip. Meilan hanya bisa tersenyum kecil.
Namun, kebahagiaan mereka seketika hancur ketika seseorang menghampiri.
Langkahnya tenang. Wajahnya rupawan. Senyumannya penuh maksud.
Pangeran Chun.
Zhao tertegun. Meilan pun menoleh, dan wajahnya langsung berubah tegang.
"Sudah lama tak melihat Nona Zhao di istana," ucap Pangeran Chun lembut, seperti sedang memuji bunga yang ingin ia petik.
Zhao menunduk sopan. "Saya hanya lewat, Pangeran."
Ia mencoba menghindari tatapan itu, tetapi pria itu mengambil sebuah jepit rambut dan mengulurkannya padanya.
“Yang ini cocok untukmu.”
Zhao tersenyum kaku. "Maaf, Pangeran… saya tidak sedang ingin membeli apa-apa. Hanya melihat-lihat."
Nada suaranya lembut, tapi jelas menolak. Wajah Pangeran Chun menegang sedikit.
"Nona…" bisik Meilan pelan di sisi Zhao.
"Tenang saja, nanti kau bisa pakai jepit rambutku di rumah," bisik Zhao cepat.
Ia menunduk memberi hormat. "Maaf, Pangeran. Saya harus pergi."
Zhao menarik tangan Meilan dan segera pergi dari sana. Pangeran Chun tetap berdiri di tempatnya, matanya menatap punggung Zhao menjauh dengan tajam.
"Licik sekali… selalu saja lolos dari genggaman," gumamnya sinis sambil mengepalkan tangan.
Dari kejauhan, seseorang sedang mengintai mereka.
---
Masih di tengah keramaian pasar, Zhao berjalan di samping Meilan yang tampak gelisah.
"Kau terus celingak-celinguk. Sebenarnya ada apa, Meilan?" tanya Zhao lembut.
Meilan tersentak. "Eh, tidak, Nona."
"Aku merasa… akhir-akhir ini kau menyembunyikan banyak hal dariku."
Meilan terdiam. “Saya hanya ingin Nona tetap aman.”
Zhao tersenyum. "Sayang sekali, padahal jepit rambut tadi benar-benar cantik..."
"Nona… apakah Nona sedang menghindari Pangeran Chun?" tanya Meilan perlahan.
Zhao menatap lurus ke depan. “Tatapannya selalu membuatku tidak nyaman… seperti sedang mengukur berapa harga ku."
Meilan menggenggam tangan Zhao sebentar. "Sebaiknya Nona memang menjaga jarak."
Zhao menatap langit. “Tapi dia selalu muncul tiba-tiba”
“Karena masalahnya… mungkin bukan dia,” gumam Meilan. “Tapi… istrinya.”
Zhao menoleh cepat. “Aku bahkan tak tahu wajahnya seperti apa.”
“Saya serius, Nona! Jangan anggap remeh!”
Zhao tertawa kecil, menepuk pundak Meilan. “Kau terlalu banyak menonton drama kerajaan, ya?”
---
Tiba-tiba, sekelompok pria mencurigakan mendekat. Wajah mereka tertutup kain hitam.
“Nona! Mundur!” seru Meilan.
Namun salah satu dari mereka menendang Meilan hingga terjatuh, lalu menyeret Zhao yang berteriak panik.
“Meilaaaan! Toloooong!” jeritnya.
Mereka membawanya ke gubuk tua di hutan. Tangan dan kakinya diikat kasar hingga kulitnya terluka. Zhao menangis dalam ketakutan.
"Meilan… kamu di mana? Ayah... aku takut..."
Di depan gubuk tua yang tersembunyi di tengah hutan, suara derap kaki kuda dan deru napas para prajurit membelah keheningan. Pangeran Wang tiba bersama pasukannya. Tanpa ragu, ia melompat turun dari kudanya.
Dengan sorot mata dingin dan pedang terhunus, ia melangkah maju. Para penyerang yang menjaga gubuk melawan, namun satu per satu tumbang di tangan pasukan kerajaan. Sisanya memilih kabur ketika melihat mata tajam Pangeran Wang menyala penuh amarah.
BRAKKK!!!
Pintu gubuk dihantam kuat, terbuka lebar menimbulkan debu dan cahaya dari luar masuk menyeruak.
Zhao, yang terduduk di sudut gubuk dengan tangan dan kaki terikat, tersentak kaget. Wajahnya pucat, matanya sembab. Namun saat melihat siapa yang berdiri di ambang pintu… napasnya tercekat.
Pangeran Wang.
Ia berjalan cepat menghampiri Zhao. Tidak berkata sepatah kata pun, hanya berlutut di hadapannya, membuka ikatan dengan cepat tapi penuh kehati-hatian.
"Aduh…" Zhao meringis kesakitan saat ikatan dilepas.
Pangeran Wang menggendong Zhao di punggungnya tanpa berkata banyak. Meski wajahnya tetap tenang dan dingin, matanya tak bisa menyembunyikan kekhawatiran.
“Tenanglah… kau aman sekarang. Jangan takut,” ucapnya dengan suara dalam yang lembut—tapi masih berusaha terdengar dingin.
Zhao mengangguk lemah. Di luar gubuk, Meilan berlari menghampiri mereka. Matanya berkaca-kaca melihat nona kesayangannya dalam kondisi lemah seperti itu.
“Nona! Apakah Nona baik-baik saja?!”
Tanpa menjawab, Pangeran Wang melangkah pergi membawa Zhao pulang.
---
Di Kediaman Keluarga Zhao
Suasana menjadi gaduh begitu Pangeran Wang tiba membawa Zhao. Ayah Zhao langsung menyambut mereka dengan panik.
“Apa yang terjadi?! Kenapa putriku bisa sampai seperti ini?” tanyanya penuh cemas.
Pangeran Wang menatapnya tenang. “Dia disergap di pasar. Tapi sekarang sudah aman. Aku membawanya kembali.”
“Terima kasih… Terima kasih banyak, Pangeran…” ucap ayah Zhao dengan suara berat.
Zhao dibaringkan di kamarnya. Ayahnya duduk di sisi ranjang, memegangi tangan putrinya yang masih menggigil. Di luar ruangan, Pangeran Wang dan Meilan berbicara empat mata.
“Maafkan saya, Pangeran… Saya gagal menjaga Nona Zhao. Saya hanya ingin membawa Nona ke pasar agar Pangeran bisa melihatnya… sesuai permintaan Anda…” ucap Meilan dengan kepala tertunduk.
---
— Kilas Balik —
Beberapa hari lalu, Meilan diam-diam pergi ke istana. Ia berjalan melewati lorong-lorong sepi sebelum akhirnya berhenti di sebuah taman tertutup.
Di sana berdiri Pangeran Wang, tegak dengan sorot mata tajam tapi penuh kerinduan yang tak diucapkan.
"Dia tidak datang ke istana… ada apa?" tanyanya dingin.
“Nona sedang menenangkan diri. Hari pernikahannya sudah dekat… dia sedang berusaha berdamai dengan hatinya,” jawab Meilan pelan.
Pangeran Wang menghela napas. Ekspresinya tetap tenang, tapi dagunya sedikit menegang.
“Aku ingin melihatnya… sebelum hari itu tiba.”
“Baik, Pangeran. Saya akan membawanya ke pasar ibu kota. Tapi… mohon jangan terlambat,” ucap Meilan sebelum menunduk dan berlalu.
---
Kembali ke Masa Kini
“Itu bukan salahmu,” ucap Pangeran Wang. “Akulah yang memintamu melakukannya.”
“Tapi… sebelum itu, Pangeran Chun sempat mendekati Nona Zhao,” sambung Meilan dengan hati-hati.
Pangeran Wang menyipitkan mata. “Pangeran Chun?”
Meilan mengangguk. “Dari cara bicaranya, dia sepertinya tertarik pada Nona. Tapi Nona selalu berusaha menghindar.”
Pangeran Wang mengepalkan tangan. Matanya berubah dingin.
“Saya rasa… semua ini berhubungan dengan istri Pangeran Chun,” ucap Meilan serius.
“...Nona Lee.”
Meilan mengangguk lagi. “Dia punya banyak mata-mata. Ia tak akan tinggal diam jika suaminya bermain api dengan perempuan lain… bahkan dengan seorang dayang sekalipun.”
Pangeran Wang menatap tajam. “Benar… Pangeran Chun tidak punya motif. Tapi istrinya… ya, dia yang patut dicurigai.”
---
Di Kamar Zhao
Zhao membuka matanya perlahan. Ia masih pucat, tapi kini sedikit lebih tenang. Di sisinya hanya ada ayahnya.
“Meilan di mana?” tanyanya pelan.
“Di luar bersama Pangeran Wang,” jawab sang ayah.
Zhao menaikkan alis. “Sejak kapan mereka berbicara pribadi seperti itu?”
Ayahnya hanya terkekeh. “Sudahlah, istirahat saja dulu. Biar Ayah panggilkan mereka.”
Tak lama, Pangeran Wang dan Meilan masuk ke kamar. Zhao memperhatikan keduanya dengan ekspresi heran dan penasaran.
“Nona… apakah Nona baik-baik saja?” tanya Meilan dengan suara penuh kekhawatiran.
“Aku tak apa-apa,” jawab Zhao, lalu menatap ke arah Pangeran Wang.
“Terima kasih, Pangeran. Ini sudah dua kali Anda menyelamatkan saya.”
Pangeran Wang menahan senyumnya, masih dengan wajah datarnya.
“Dasar merepotkan,” ucapnya singkat.
Zhao tersenyum miring. “Kau tidak berubah… selalu dingin.”
Ia menoleh pada Meilan. “Kau tidak terluka? Tadi aku melihatmu diserang…”
“Saya baik-baik saja, Nona. Untung Pangeran Wang datang tepat waktu,” jawab Meilan.
Zhao kembali menatap Pangeran Wang. Ada sesuatu yang membuatnya penasaran.
“Pangeran… sejak kapan kau sedekat itu dengan Meilan?”
Pangeran Wang mengerjap. “Dekat? Aku hanya menanyakan keadaannya. Itu saja.”
Zhao memicingkan mata. Namun sebelum sempat bertanya lebih jauh, Meilan buru-buru pamit meninggalkan mereka berdua.
Sejenak hening.
“Aku akan memberitahumu suatu saat… siapa Meilan sebenarnya,” batin Pangeran Wang dalam diam.
“Baiklah. Istirahatlah,” lanjutnya. “Dan bersiaplah kembali ke istana. Istana… terlalu sunyi tanpamu.”
Zhao menarik napas dalam. Ucapan itu membawanya kembali pada kenyataan hari pernikahannya sudah sangat dekat.
Pangeran Wang berjalan keluar. Tapi di balik punggungnya… diam-diam bibirnya terangkat membentuk senyum kecil.
---
Di Tempat Lain
Suara kaca pecah bergema di kamar pribadi Nona Lee. Jepit rambut cantik yang sebelumnya ia genggam kini tergeletak hancur.
“Gagal…...” desisnya penuh amarah.
Tatapannya menusuk, dan senyum dingin terbentuk di wajahnya.
“Tapi aku belum selesai.
Di hari pernikahannya nanti... aku akan pastikan dia menyesal pernah menginjakkan kaki di istana.”
Bersambung