Bagaimana jadinya seorang anak pelakor harus tinggal bersama dengan ibu tiri yang merupakan istri pertama dari ayahnya.
Alma selalu mengalami perbuatan yang tidak mengenakkan baik dalam fisik maupun mental, sedari kecil anak itu hidup di bawah tekanan dari ibu tirinya.
Akan tetapi Alma yang sudah remaja mulai memahami perbuatan ibu tirinya itu, mungkin dengan cara ini dia bisa puas melampiaskan kekesalannya terhadap ibunya yang sudah meninggal sedari Alma berusia 4 tahu.
Akankah Alma bisa meluluhkan dan menyadarkan hati ibu tirinya itu??
temukan jawabannya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKIT 9
Alma pun mulai keluar dari rumah Nia, kebetulan ini sudah rumah terakhir yang dia datangi, dari banyaknya tetangga, meskipun mereka acuh tapi mereka tidak ada yang berani berbicara terang-terangan seperti Nia.
Meskipun rasanya pedih, tapi gadis itu berusaha mengikis rasa sakitnya, ia lahir dalam rahim cinta yang di sembunyikan tumbuh dengan bayang-bayang yang tidak pernah menginginkan keberadaannya, tapi dia di karuniai hati sekuat baja, agar kuat menahan kata-kata tajam yang terlontar dari mulut-mulut mereka yang tidak menginginkan keberadaannya.
Kadang, Alma hanya bisa menangis, hinaan ini sudah menjadi teman setia setiap hari, padahal dia hanya seorang anak, yang kehadirannya belum diakui bijak oleh dunia.
"Sakit ... Rasanya sakit ... Sehina ini kah menjadi anak yang membawa duri di dalam kehidupan orang lain," ucapnya dengan perasaan sesak di hatinya.
Alma pun mulai kembali ke rumahnya dengan perasaan yang sedang kacau dan tidak baik-baik saja, bahkan kemurungan dia kali ini sempat di lihat oleh kakak dan ibu tirinya.
"Ma, kenapa itu si Alma?" tanya Serli kepada ibunya.
"Gak tahu, sudah jangan pernah memikirkan anak itu lagi, gak penting!" cetus Dian.
"Iya Ma," sahut Serli.
Alma tidak pernah mendengarkan ocehan mereka, saat ini gadis remaja itu langsung masuk ke dalam kamarnya, rasanya dadanya sudah sumpek, ingin sekali dia menumpahkan semuanya dengan tangisan, bulir bening itu akhirnya keluar juga dari pelupuk matanya, entah sampai kapan dirinya harus di tuntut kuat seperti ini.
"Ya Allah, sakit ... Aku tidak masalah jika Ibu sama kedua kakakku yang membenciku, tapi ini semua orang dan semua teman-temanku membenci ku, mereka tidak mau berteman dengan aku, karena cap anak pelakor itu sudah menempel di tubuhku," ucap Alma sambil menahan rasa sesak di dalam hatinya.
Entah dosa apa yang dilakukan oleh ibunya di masa lalu sehingga dirinya harus menanggung semua beban ini, kesakitan demi kesakitan sudah dia rasakan, bahkan dirinya sampai lupa untuk tertawa menikmati kehidupan.
"Alma ....!" Suara dengan nada tinggi itu mulai memanggilnya.
"Iya Bu," sahut Alma segera menyudahi tangisnya.
"Kamu sedang apa?" tanya Dian menelisik.
"Istirahat Bu," sahut Alma.
"Enteng bener ya kau bilang istirahat, ini tumpukan baju kotor kita masih banyak, pakai istirahat pula lagi, cuci semua ini dan ingat jangan menggunakan mesin, pakai alat manual saja nyucinya!" perintah Dian dengan nada tegasnya.
"Iya Bu," sahut Alma, tanpa berani membantah.
Gadis itu mulai mengangkat keranjang yang sudah berisi tumpukan baju-baju tersebut, langkah kakinya mulai mengayun ke tempat pencucian baju, tangan kecil itu mulai merendam baju-baju tersebut dengan air yang sudah dilumuri detergen, tangannya mulai mengucek baju satu persatu, hingga selesai.
"Alhamdulillah akhirnya selesai juga," ujar Alma dengan menghempaskan nafas panjangnya.
Langkah Alma tidak berhenti sampai di sini saja, setelah semua baju-baju di cuci bersih, ia pun langsung naik ke lantai atas untuk menjemur semua baju-baju yang sudah dia cuci lagi, capek, lelah, tentunya ia rasakan, bahkan disaat semua tugas-tugasnya sudah selesai ingin makan pun masih di pelototi dengan tatapan tajam ibu tirinya.
"Mau kemana kamu?" tanya Dian dengan tatapan tajamnya.
"Aku mau makan Bu, sudah terasa lapar," sahut Alma.
"Heeeeemb, ya sudah sana makan, ingat ya, jangan sentuh lauk punyaku, terserah deh kamu mau makan nasi putih pun aku tidak peduli," ucap wanita paruh baya itu dengan ketus.
Alma hanya menurut bagaikan robot berjalan, apapun yang dikatakan oleh ibu tirinya pasti selalu dia turuti, bukannya dia tidak bisa melawan, akan tetapi hatinya tahu, bahwa yang keluar dari mulut ibu tirinya, merupakan bentuk kekecewaan dan kesakitan hatinya.
"Aku paham Bu, apa yang ibu rasakan, maaf saja jika selama ini kehadiran ku membuka luka lamamu," gumam Alma sambil mengambil satu centong nasi, yang ia padukan dengan kecap manis, sebagai lauk ternikmat.
******
Keesokan harinya seperti biasa pagi-pagi sekali Alma sudah berada di taman kota untuk menjajakan kue dagangannya, kue-kue yang sudah dia buat dengan segenap hati kini sudah siap meluncur ke tangan-tangan pembelinya.
"Kue ... Kue ....," suara indah itu menari-nari seolah tidak pernah mengenal lelah.
Alma pun mulai menyusuri jalanan taman kota, entah kebetulan atau tidak dirinya mulai di pertemukan kembali dengan teman cowoknya kemarin.
"Hai Alma," sapa lelaki berparas tampan seperti opa-opa Korea itu.
"Kak Shaka, kok sendirian saja?" tanya Alma dengan senyum yang mengembang.
"Iya Al, aku sengaja hanya sendirian, ingin temani kamu berjualan," ujar Shaka yang membuat Alma sedikit bingung.
"Hah! Seriusan?!" tanya Alma dengan nada terkejutnya.
"Seriuslah, masak bohongan," sahut Sakha.
Dengan mengenakan topi hitamnya, kedua muda-mudi ini mulai menjajakan dagangannya ke sekitaran taman kota, Alma pun mulai mendapatkan pelanggan pertamanya, entah kenapa, ketika berjualan dengan Shaka pembeli ada saja yang berseliweran membeli dagangannya.
"Makasih ya Bu," ucap Alma terhadap pembeli pertamanya itu.
"Sama-sama Neng," sahut Pembeli itu.
Saat ini keduanya mulai kembali beraksi untuk menjajakan dagangannya kembali dengan suara semangat mereka.
"Kue ... Kue ... Ayo Bu, di cobain dulu kuenya siapa tahu suka," ucap Shaka seolah menirukan cara Alma berdagang.
"Wiiih, penjual kuenya tampan sudah gitu ramah pula," ucap segerombolan ibu-ibu.
"Makasih Bu," sahut Shaka.
"Berapaan kuenya?" tanya salah satu ibu-ibu itu.
"Dua ribu saja satu bijinya," sahut Shaka.
"Baiklah Dek, aku beli sepuluh biji," ujar ibu tersebut.
"Aku juga lima belas biji ya," kata yang lainnya.
"Aku sepuluh biji saja ya," timpal yang lainnya, dan seterusnya seperti itu hingga dagangan Alma habis.
Mereka pun berbondong-bondong untuk membeli dagangan Alma, entah karena mereka suka dengan Shaka atau bagaimana, Alma pun tidak tahu, yang jelas jualannya habis di borong oleh gerombolan ibu-ibu tersebut.
"Kak Shaka, terima kasih banyak ya, karena bantuan Kakak, jualanku habis di borong ibu-ibu itu," ucap Alma.
"Iya gak apa-apa, ternyata jualan itu seru juga ya, meskipun tangan dan pipiku harus jadi korban di cubiti mereka," terang Shaka.
"Maaf ya Kak, gara-gara aku Kakak harus mengalami semua itu," ucap Alma.
"Tidak masalah, yang terpenting jualan mu habis, oh ya ayo kita nongkrong sebentar dulu ya sekedar makan-makan pasti perutmu lapar kan," ajak Shaka.
Sedangkan saat ini Alma hanya terdiam dia tidak tahu harus menerima atau menolaknya, karena selama ini dia tidak pernah datang ke tempat-tempat seperti itu.
"Alma kenapa Diam?" tanya Shaka.
"Maaf ya kak, kayaknya jangan sekarang deh," tolak Alma.
"Memangnya kenapa, aku hanya ingin ajak kamu makan saja, setelah itu kamu aku antar pulang, beneran aku tidak bohong," ucap Shaka meyakinkan hati Alma.
Entah strategi apa yang dilakukan oleh Shaka yang jelas saat ini pemuda itu berhasil mengajak teman satu sekolahnya itu untuk makan bersama di sebuah rumah makan Padang terdekat.
"Al, ayo masuk," ajak Shaka sambil menarik tangan Alma dengan pelan.
"Tidak usah ragu Al, aku gak akan ngapa-ngapain kamu kok," ujar Shaka.
"Bukan begitu Kak, hanya saja aku ragu, rasanya ini seperti mimpi aku bisa makan di rumah makan seperti ini, biasanya aku hanya bisa melewati dan mencium aroma harum masakan ini, tapi sekarang aku bisa duduk di tempat ini," ujar Alma yang benar-benar membuat hati Shaka tersayat.
"Ya sudah kalau begitu kamu boleh pesan sepuas kamu ya," titah Shaka.
Saat ini Alma pun mulai mencoba makanan yang selama ini terngiang di kepalanya, dia pun mulai memesan, rendang, gulai tunjang dan sambal ijo beserta lauk lainnya yang dia inginkan.
"Al, gak mau nambah lagi," ucap Shaka.
"Sudah cukup ini mah kebanyakan," sahut Alma.
"Kalau mau nambah lagi gak apa-apa," kata Shaka.
"Sudah cukup Kak," tolak Alma.
Saat ini keduanya sedang menikmati lezatnya masakan Nusantara itu dengan mulut yang di penuhi dengan makanan, Alma tidak pernah membayangkan jika kemarin dia hanya bisa makan dengan lauk apa kadarnya, tapi bersama dengan Shaka dirinya bisa menikmati lezatnya masakan Padang, baginya Shaka benar-benar pahlawan yang membuatnya bisa merasakan nikmatnya nasi Padang.
Bersambung
********
kalau sampai kecolongan ya ttnda global 😂😂😂😂 ya kan thor
ibu ga da otak,, segampang itu ninggalin anaknya segampang itu minta peluk
keren Alma good girl,,smart juga tuan Ammer
itu ibu turu perlu di kasih pelajaran yg sadis bisa Thor,,ku rasa ga yah is ok yg lain aja yg bikin dia sengsara