Detektif Arthur dihantui oleh kecelakaan mengerikan yang merenggut ingatannya tentang masa lalunya, termasuk sosok seorang gadis yang selalu menghantuinya dalam mimpi. Kini, sebuah kasus baru membawanya pada Reyna, seorang analis forensik yang cerdas dan misterius. Semakin dalam Arthur menyelidiki kasus ini, semakin banyak ia menemukan kesamaan antara Reyna dan gadis dalam mimpinya. Apakah Reyna adalah kunci untuk mengungkap misteri masa lalunya? Atau, apakah masa lalu itu sendiri yang akan membawanya pada kebenaran yang kelam dan tak terduga? Dalam setiap petunjuk forensik, Arthur harus mengurai teka-teki rumit yang menghubungkan masa lalunya dengan kasus yang sedang dihadapinya, di mana kebenaran tersembunyi di balik teka-teki forensik yang mengancam kehidupan mereka keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sintasina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anjing dan Kucing
Di tengah perdebatan sengit antara Arthur dan Reyna, Inspektur Jaxon akhirnya angkat bicara. "Sudahlah, kalian… jangan bertengkar sekarang…" katanya, suaranya mencoba menengahi pertengkaran itu. Namun, perkataannya tampaknya tidak didengar oleh Arthur. Ia terus mengatakan pendapatnya dengan nada sinis. "Saya hanya mengatakan fakta, Inspektur… mobilnya memang jelek, kan?"
Inspektur Jaxon hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil menarik napas panjang. "Kalian seperti anjing dan kucing, tidak pernah mau akur…" katanya dengan nada lelah. Ia sudah kehabisan kata-kata untuk mengajari keduanya.
Reyna langsung menjawab dengan tajam. "Akur? Akur dengan orang seperti dia? Tidak akan pernah!" suaranya penuh ketidaksukaan. Ia tidak bisa menahan lagi perasaan kesalnya pada Arthur. Ia merasakan bahwa Arthur terus-menerus merendahkan dan menghinanya. Ia tidak akan pernah mau akur dengan orang seperti Arthur. Perdebatan mereka semakin panas. Inspektur Jaxon hanya bisa mengeluarkan sebuah helaan napas panjang lagi dan mencoba untuk menenangkan keduanya. Ia tahu bahwa hal ini akan sulit.
Inspektur Jaxon hanya bisa menatap Arthur dan Reyna bergantian. Ia seperti melihat seekor anjing dan kucing yang terus-menerus bertengkar. Mereka tidak akan pernah berhenti berdebat. Ia merasakan ketidakberdayaan.
Tiba-tiba, Inspektur Jaxon berkata, "Kalian tahu… biasanya, orang yang selalu bertengkar pada akhirnya akan bersatu di masa depan… siapa tahu, kalian akan menikah nanti." Ia menambahkan kalimat itu dengan nada bercanda, ingin menggoda mereka keduanya. Ia ingin melihat reaksi mereka dan menghilangkan suasana tegang yang ada.
Mendengar perkataan Inspektur Jaxon, Arthur dan Reyna langsung menoleh ke arahnya. Ekspresi muka mereka berubah dengan cepat. Mereka bertingkah seolah-olah hendak muntah ketika mendengar perkataan itu. Mereka sama-sama menunjukkan rasa ketidaksukaan yang sangat besar terhadap ide itu.
Arthur berkata dengan tegas, "Menikah? Menikah dengan wanita itu? Itu tidak akan pernah terjadi." Ia menggelengkan kepalanya dengan kuat, menunjukkan penolakannya yang pasti.
Reyna menambahkan dengan nada yang sama tegasnya. "Itu mustahil, Inspektur… saya lebih memilih tua sendirian meski di dunia ini hanya tersisa pria itu." Ia berkata sambil menunjuk ke arah Arthur, menunjukkan betapa ia tidak mau berhubungan dengan Arthur sama sekali. Inspektur Jaxon hanya bisa tersenyum sedikit melihat reaksi mereka. Ia tahu bahwa mereka tidak akan pernah bersatu...atau mungkin saja bisa, siapa tahu takdir berpihak pada mereka.
Arthur menatap Reyna dengan tatapan sinis. "Tua sendirian? Aku tahu kau mengatakan itu karena kau sadar tidak ada satu pria pun yang mau denganmu," katanya, mengejek dan merendahkan Reyna dengan sengaja. Ia menikmati kesempatan ini untuk menunjukkan keunggulannya dan menjatuhkan Reyna.
Kekesalan Reyna kembali memuncak. Ia mengepalkan tangannya, menahan amarah yang membuncah. "…Aku turut prihatin pada wanita yang akan menikah denganmu nanti. Dia harus menghadapi orang sepertimu," balas Reyna, suaranya bergetar karena kemarahan yang ditahan. Ia tidak mau kalah dengan Arthur. Ia membalas dengan kata-kata yang tajam dan menusuk. Perdebatan mereka semakin panas dan Inspektur Jaxon hanya bisa menatap keduanya dengan ekspresi pasrah. Ia tahu bahwa tidak ada cara untuk menghentikan pertengkaran mereka.
Tiba-tiba, Inspektur Jaxon menerima panggilan telepon dari pihak kepolisian. Wajahnya segera berubah menjadi serius. Setelah mematikan panggilan, ia berkata dengan suara tegas, "Arthur, Reyna… kita harus pergi. Ada mayat yang ditemukan…" Ia berlari menuju mobil patroli kepolisian.
Mendengar itu, Arthur juga bergegas menuju mobilnya. Ia masuk ke dalam mobil dan melihat Reyna masih berdiri diam, tampak bingung dan sedikit terkejut. Mobil Reyna sedang mogok, ia tidak bisa kemana-mana. Arthur menurunkan kaca mobilnya, menjulurkan kepalanya ke luar jendela. "Wanita! Jangan diam saja! Cepat masuk!" suaranya kuat dan tegas. Ia tidak punya waktu untuk berdebat lagi.
Reyna, tanpa banyak kata, berlari menuju mobil Arthur. Ia tidak punya pilihan lain karena mobilnya sedang mogok. Ia masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang, di samping Arthur. Suasana di dalam mobil menjadi hening, keduanya diam dan fokus pada perjalanan mereka menuju lokasi penemuan mayat. Ketegangan dan rasa khawatir terasa di udara.
Mobil Arthur mengikuti mobil Inspektur Jaxon. Perjalanan diisi dengan kesunyian yang menegangkan. Setelah beberapa saat, mobil Inspektur Jaxon berhenti tepat di dekat rel kereta api. Beberapa mobil polisi sudah terparkir di sana, dan beberapa petugas polisi sedang berkumpul.
Arthur menghentikan mobilnya. Ia turun dari mobil, diikuti oleh Reyna. Mereka berjalan menuju tempat para polisi berkumpul. Saat mereka sampai, mata mereka langsung melebar karena kaget. Suasana ini… sangat familiar. Sebuah kenangan menyeruak di benak Arthur dan Reyna bersamaan. Mereka pernah melihat kejadian yang sangat mirip dengan ini, di awal mereka menangani kasus pembunuh berantai ini. Namun, kejadian kali ini… jauh lebih kejam dan mengerikan.
Di sana, terbaring seorang laki-laki. Kaki dan tangannya terjerat di rel kereta api. Kereta api belum datang, namun nyawa laki-laki itu sudah tidak ada. Tubuhnya terbaring kaku, wajahnya pucat dan menunjukkan ekspresi yang mengerikan. Yang lebih mengerikan lagi adalah tulisan yang tergores pada kulit laki-laki itu. Tulisan itu dibuat dengan goresan yang dalam dan berdarah, membentuk kalimat, "Pembalasan untuk rasa sakit putriku." Arthur dan Reyna saling berpandangan, wajah mereka penuh dengan keterkejutan dan rasa takut yang bercampur dengan suatu kenangan traumatis yang kembali menguras jiwa mereka. Mereka tidak pernah melihat sesuatu yang semenyeramkan ini sebelumnya, meski mereka sudah pernah menyaksikan kejadian mirip ini di masa lalu. Suasana di tempat itu sangat menegangkan dan mengerikan.
Inspektur Jaxon memijat keningnya dengan lelah. Ia bergumam, "Kejadian seperti ini terjadi lagi… selalu meninggalkan kata-kata seperti ini…" Ia menatap tulisan "Pembalasan untuk rasa sakit putriku" dengan tatapan berat. "Kata-kata itu… kita pernah menemukannya dulu, tapi hanya tertulis di sebuah kertas. Kali ini… pembunuhnya melakukan hal yang semakin parah." Ia merasakan beban tanggung jawab yang sangat berat di pundaknya.
Para polisi mulai berhati-hati mengangkat mayat itu dan membungkusnya dengan kain untuk dibawa ke rumah sakit. Mereka bersiap untuk melakukan otopsi dan investigasi lebih lanjut. Sementara itu, Arthur dengan teliti memeriksa sekeliling lokasi kejadian, mencari petunjuk apapun yang mungkin terlewatkan.
Di dekat rel kereta, Arthur menemukan sesuatu. Sebuah huruf 'A' yang terbuat dari besi. Ia mengenali huruf ini. Arthur pernah menemukan huruf yang sama pada kasus sebelumnya. Dengan hati-hati, ia mengambilnya. Ia merasa bahwa huruf 'A' itu merupakan petunjuk penting yang akan membawa mereka lebih dekat untuk menangkap pelaku. Ia menyimpan huruf 'A' itu dengan aman di dalam saku jaketnya. Ia bertekad untuk mengungkap misteri di balik kasus ini secepat mungkin.
Setelah mayat diangkat dan dibawa oleh tim forensik, Inspektur Jaxon juga pergi untuk mengkoordinasikan investigasi lebih lanjut. Ia harus melaporkan kejadian ini kepada atasannya dan mengarahkan tim untuk melakukan penyelidikan yang lebih mendalam. Ia juga perlu memastikan lokasi kejadian dijaga ketat dan mempersiapkan pernyataan untuk pers. Tekanan yang ia rasakan sangat besar.
Arthur dan Reyna, setelah memperhatikan Inspektur Jaxon pergi, juga bersiap untuk meninggalkan lokasi kejadian. Mereka memutuskan untuk langsung pergi ke kantor khusus mereka; sebuah ruangan kecil namun terorganisir di sebuah bangunan terpencil yang digunakan sebagai tempat mereka berdua bekerja secara independen dari kepolisian. Ruangan ini dilengkapi dengan papan informasi, meja kerja, dan berbagai peralatan analisis yang mereka butuhkan untuk menyelidiki kasus-kasus rumit. Mereka ingin membahas kasus ini lebih lanjut dan mempertimbangkan langkah apa yang harus diambil selanjutnya. Mereka merasakan bahwa ada hubungan antara kasus ini dengan kasus-kasus sebelumnya. Mereka ingin mencari pola dan petunjuk yang dapat membantu mereka menangkap pelaku. Arthur mengaitkan huruf ‘A’ yang ia temukan dengan kasus-kasus sebelumnya. Ia merasa bahwa itu merupakan tanda tangan dari pelaku. Perjalanan ke kantor mereka dipenuhi kesunyian, keduanya terendam dalam pikiran masing-masing. Mereka menyadari bahwa mereka harus bekerja sama untuk mengungkap misteri di balik kasus pembunuhan ini.