Ariel tak menyangka pernikahannya dengan Luna, wanita yang sangat dicintainya, hanya seumur jagung.
Segalanya berubah kala Luna mengetahui bahwa adiknya dipersunting oleh pria kaya raya. Sejak saat itu ia menjelma menjadi sosok yang penuh tuntutan, abai pada kemampuan Ariel.
Rasa iri dengki dan tak mau tersaingi seolah membutakan hati Luna. Ariel lelah, cinta terkikis oleh materialisme. Rumah tangga yang diimpikan retak, tergerus ambisi Luna.
Mampukah Ariel bertahan ataukah perpisahan menjadi jalan terbaik bagi mereka?
Ikuti kisah mereka hanya di sini;👇
"Setelah Kita Berpisah" karya Moms TZ bukan yang lain.
WARNING!!!
cerita ini buat yang mau-mau aja ya, gaes.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8# Cemburu
Pesan masuk melalui aplikasi hijau ke ponsel Luna disertai foto Ariel yang sedang duduk berdua dengan seorang wanita di taman. Wajah wanita itu tidak terlalu jelas, tetapi terlihat bahwa keduanya sangat akrab. Bahkan ada beberapa foto yang memperlihatkan Ariel dan Dian tertawa lepas bersama seolah tak ada beban. Sangat kontras sekali saat Ariel bersamanya.
Hal itu memicu kemarahan dan kecemburuan dalam diri Luna. Darahnya mendidih melihat semua foto yang dikirmkan temannya. Ia tak terima Ariel berani melakukan ini di belakangnya. Ia merasa dikhianati dan dicurangi.
"Sialan, awas kamu, Mas!" gumam Luna, dengan nada geram. Ia mengepalkan tangannya erat-erat, berusaha menahan amarahnya.
"Berani-beraninya dia berduaan dengan wanita lain di saat aku tidak bersamanya. Sejak kapan dia punya wanita idaman lain?" Luna menggerutu, sambil mencengkeram ponselnya kuat-kuat.
Ia ingin segera pulang dan menanyakannya pada Ariel, tetapi ia juga tidak ingin melewatkan kesempatan untuk bersenang-senang di acara gathering ini. Ia merasa dilema.
Namun, setelah berpikir sejenak, Luna memutuskan untuk tetap tinggal di acara gathering. Ia ingin bersenang-senang dan sejenak melupakan masalahnya. Ia ingin menunjukkan kepada Ariel bahwa ia tidak peduli.
Luna menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Ia memasang senyum palsu di wajahnya dan kembali bergabung bersama rekan-rekan kerjanya.
Ia menari dan tertawa seolah tidak terjadi apa-apa. Namun, di dalam hatinya, Luna tak bisa memungkiri bahwa ia terus kepikiran. Setelah beberapa saat, akhirnya, Luna memutuskan untuk pulang. Ia berpamitan kepada Pak Handoko dan rekan-rekan kerjanya dengan alasan sudah merasa lelah.
"Maaf ya, semuanya. Aku pamit duluan, ada urusan mendadak," kata Luna, pada teman-temannya.
"Ya sudah, Luna. Hati-hati di jalan, ya," jawab Pak Handoko, dengan nada perhatian.
Luna segera mengemasi barang-barangnya, lalu memesan taksi online. Selama perjalanan pulang, Luna terus membayangkan Ariel sedang bermesraan dengan wanita lain. Ia sudah tidak sabar untuk segera pulang guna melampiaskan amarahnya pada Ariel. Ia bersumpah akan memberikan pelajaran kepada suaminya itu setibanya di rumah.
Dua jam kemudian, sampailah Luna di rumah. Ariel yang sedang mencuci motor di depan rumah tentu saja terkejut melihat kedatangan istrinya.
"Loh...kok, sudah pulang, Sayang? Bukankah seharusnya..." tanya Ariel seraya mencuci tangannya.
"Kenapa...? Kamu nggak suka aku pulang, iya! Supaya kamu bisa terus berduaan dengan wanita itu?" sahut Luna dengan ketus.
Ariel tampak mengernyit bingung. "Apa maksud kamu, Sayang? Wanita yang mana?"
"Alaaaah, nggak usah sok polos deh, kamu! Jangan berlagak jadi pria paling suci!" Luna menyolot, matanya berkilat marah.
Ia menghampiri Ariel dengan langkah cepat, lalu menyodorkan ponselnya tepat di depan wajah suaminya. "Coba lihat ini! Apa yang bisa kamu jelaskan, hah?!"
Ariel meraih ponsel Luna dengan bingung. Dia melihat foto-foto dirinya bersama seorang wanita di taman. Keningnya semakin berkerut saat mengenali sosok wanita itu.
"Dian? Ini... ini kan, Dian, teman SMA-ku?" Ariel mencoba menjelaskan, tetapi dia bingung darimana Luna mendapatkan foto itu. "Sayang, aku bisa jelaskan. Dian itu teman lamaku. Kebetulan kami ketemu di taman tadi siang. Nggak ada apa-apa kok, sumpah!"
"Nggak ada apa-apa kamu bilang? Lalu, apa maksudnya foto-foto mesra ini? Lihat cara dia menatapmu, Mas! Kalian terlihat sangat bahagia! Apa kamu lupa kalau kamu sudah punya istri!" Luna berteriak histeris, air matanya mulai mengalir deras.
Ariel berusaha meraih tangan Luna, tapi istrinya itu menepisnya dengan kasar. "Sayang, dengerin aku dulu. Aku sama Dian cuma ngobrol biasa aja. Kami udah lama nggak ketemu, wajar kalau suasananya jadi hangat. Tapi, sungguh, nggak ada maksud apa-apa di balik itu semua."
"Bohong! Aku nggak percaya sama kamu lagi!" Luna mendorong Ariel hingga terhuyung ke belakang. "Aku benci kamu, Mas! Aku benci!"
Luna berlari masuk ke dalam rumah, membanting pintu dengan keras. Ariel hanya bisa terpaku di tempatnya, menatap nanar kepergian istrinya. Ia mengacak-acak rambutnya frustrasi.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?" gumam Ariel lirih. Dia ingin segera menyusul Luna dan menjelaskan semuanya. Akan tetapi, dia juga bingung bagaimana caranya meyakinkan istrinya yang sudah terlanjur marah dan cemburu.
Dengan langkah berat, Ariel menyusul Luna masuk ke dalam rumah. Dia berharap bisa meredakan amarah istrinya dan menjelaskan kesalahpahaman ini. Namun, dia juga sadar, hal itu tidak akan mudah. Kemarahan dan cemburu bisa membutakan segalanya.
Ariel mendapati Luna tengah duduk memeluk lutut di sofa ruang tengah, terisak hebat. Hatinya mencelos melihat pemandangan itu. Dia mendekat perlahan, berlutut di hadapan Luna.
"Sayang, maafin aku, ya," ucap Ariel lirih, berusaha meraih tangan Luna. "Aku tahu, kamu marah lihat foto-foto itu. Tapi, kadang apa yang kita lihat belum tentu yang sebenarnya. Apalagi kalau lihatnya cuma sekilas." Ariel mencoba memberi pengertian dari sudut pandangnya.
Luna menepis tangan Ariel, tidak mau menatap wajah suaminya. "Pergi! Aku nggak mau lihat kamu!"
"Luna, dengerin aku dulu. Aku cinta sama kamu. Kamu satu-satunya wanita dalam hidupku," Ariel berusaha meyakinkan, suaranya bergetar.
"Omong kosong! Kalau kamu cinta sama aku, kenapa kamu bisa sedekat itu sama wanita lain? Kenapa kamu nggak mikirin perasaan aku?" Luna balas berteriak, air matanya semakin deras membasahi pipinya.
Ariel menghela napas panjang. Dia harus banyak bersabar menghadapi amarah istrinya. "Oke, kalau menurutmu aku salah, aku minta maaf, Sayang. Tapi, sungguh, nggak ada apa-apa di antara kami. Aku dan dia cuma bersahabat lalu kebetulan bertemu dan bernostalgia."
"Nostalgia kamu bilang? Sampai pegangan tangan segala? Sampai ketawa-ketiwi kayak orang pacaran!" Luna mencibir sinis, menatap Ariel dengan tatapan penuh kebencian.
"Mana mungkin aku pacaran sama wanita lain, Sayang. Sedangkan kamu sendiri tahu, kalau aku sangat mencintaimu. Tak ada niat sedikitpun dalam benakku untuk berpaling darimu apalagi mengkhianatimu. Aku mohon, maafkan aku," Ariel memohon, matanya berkaca-kaca.
Dia kemudian terdiam, tidak tahu harus berkata apa lagi untuk menjelaskan pada istrinya. Dia juga bingung bagaimana caranya memperbaiki keadaan.
Luna menatap Ariel dengan tatapan nanar. Ia melihat ketulusan di mata suaminya. Akan tetapi, rasa ego di dalam di hatinya memaksanya menepis perasaan untuk memaafkan.
"Aku butuh waktu," ucap Luna lirih, suaranya serak. "Aku butuh waktu untuk berpikir. Aku nggak tahu apa aku bisa percaya sama kamu lagi."
Ariel mengangguk lemah. Dia mengerti dan tidak bisa memaksa Luna untuk memaafkannya begitu saja. Dia harus memberikan waktu serta ruang untuk istrinya.
"Baiklah," jawab Ariel pelan. "Aku akan memberikan kamu waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Tapi, kumohon, jangan pernah ragukan cintaku padamu."
.
.
.
Jangan lupa like dan komennya ya gaes 🤗
Please, jangan lompat bab🥹
tapi seru 😂👍