Bagi mata yang memandang hidup Runa begitu sempurna tapi bagi yang menjalani tak seindah yamg terlihat.
Runa memilih kerja serabutan dan mempertahankan prinsipnya dari pada harus pulang dan menuruti permintaan orang tua.
"Nggak apa-apa kerja kayak gini, yang penting halal meskipun dikit. Siapa tau nanti tiba-tiba ada CEO yang nganterin ibunya berobat terus nikahin aku." Aruna Elvaretta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rekomendasi
"Gimana perasaannya kak? Sakit nggak?" ledek Mayra, "langsung putusin aja kak." Mayra yang biasanya kalem mendadak berubah jadi mode kompor mledug.
"Temen adek patah hati sampe nangis-nangis sampe sakit loh kak besoknya nggak sekolah." ucapnya seraya mensejajarkan langkah dengan Qian.
"Tapi kak Qian keren, nggak nangis."
"Dikira kakak bocah apa pake nangis segala." jawab Qian singkat.
"Nanti jangan bahas soal kak Sandra di depan mama yah, dek. Kakak nggak mau nanti mama jadi kepikiran, malah bikin penyakitnya makin parah."
"Iya, kak. Adek ngerti, tapi kakak harus putusin kak Sandra yah. Nggak rela adek kalo kakak diselingkuhin kayak tadi. Udah nggak peduli sama keluarga cowoknya juga."
"Iya sih adek paham kak Sandra itu belum jadi istri kakak, cuma pacar. Tapi kalo pas jadi pacar aja nggak peduli pasti setelah nikah nggak jauh beda." sela Mayra saat kakaknya hendak bicara.
"Lain kali kakak kalo cari pacar harus temuin sama adek dulu deh biar adek tes dulu, lolos quality control kagak. Lagian juga kakak nemu dimana sih cewek kayak kak Sandra? nggak banget."
"Iya, iya, udah adek nggak ngomong lagi." pungkasnya sambil menahan tawa, rasanya begitu puas baru kali ini ia menceramahi kakaknya. Beruntung kali ini sedang tak bersama mama Retno, jika tidak wanita itu pasti sudah memperingatkannya supaya tetap sopan pada sang kakak. Kapan lagi coba bisa bertukar posisi seperti sekarang, biasanya selalu dia yang dapat omelan Qian.
"Iya lain kali kakak kenalin ke adek dulu deh." balas Qian.
"Kalo nggak adek yang rekomendasiin aja kak. Kata temen adek cara paling ampuh buat move on itu harus segera dapat pengganti. Adek udah punya kandidat sih, kak Runa. Sayang aja adek lupa minta kontaknya tadi."
"Nggak usah pake rekomendasi segala, dek. Orang baru ketemu dua kali doang udah langsung masuk list rekomendasi. Gimana sih? pasti abal-abal nih rekomendasinya." jawab Qian sekenanya. Kalo dipikir-pikir yang diucapkan adiknya tentang Sandra benar adanya. Gadis yang ia temui kala menemani papanya bertemu rekan bisnis tak pernah berkorban apa pun, yang ada dirinya terus-menerus harus memaklumi semua sifat kekanak-kanakan Sandra. Sejauh ini setiap pertemuan mereka malah lebih sering membahas soal bisnis ayah Sandra dari pada membahas keseriusan hubungan mereka. Kedua orang tua Sandra yang lebih berusaha habis-habisan mendekatkan mereka hingga akhirnya Qian tak enak hati dan memilih jalani saja dulu.
"kak Qian! kakak dengerin adik ngomong nggak sih!" protes Mayra yang dari tadi membahas kebaikan Runa tapi tak mendapat respon apapun.
"Hah iya apa? kakak dengerin kok." jawab Qian sekenanya.
"Adek ngomong apa coba barusan?"
"Iya deh maaf, kakak kurang fokus tadi. Jadi gimana tadi adek ngomong apa?" tanyanya pelan namun Mayra sudah cemberut dan berjalan cepat meninggalkan kakaknya.
Sesuai kesepakatan tiba di depan mama Retno keduanya bersikap seolah tak terjadi apa-apa. Mayra menunjukan tiket nonton yang dibelikan Qian dan meminta diantar membeli case ponsel sebelum mereka pulang nanti.
"Sop iga ini ada airnya nih, satu mangkuk gini ada kali yah 200 ml kak?" Marya mengamati semangkuk sup iga yang dipesan mama Retno. Mulai detik ini bahkan kuah sup juga mendapat perhatian dari Mayra.
"Kenapa emang, dek?"
Ck! Mayra berdecak lirih. "Gini nih kalo kakak nggak ikut nemenin mama kontrol jadi nggak tau kan!"
"Jangan bilang kakak lupa kalo mama nggak boleh konsumsi air lebih dari 600 ml dalam satu hari?"
"Mama kalo kuahnya dihabiskan berarti nanti minumnya nggak boleh banyak-banyak yah." lanjutnya pada mama Retno.
Mama Retno tersenyum, ia tersentuh dengan perhatian putri bungsunya. Anak yang biasanya segala mengandalkan dirinya kini sudah bisa diandalkan. "iya adek, mama tau. Kalian makan aja, nggak perlu khawatir sama mama. Mama udah hafal apa yang boleh sama yang nggak boleh."
"Tetep aja harus selalu diingetin. Kata kak Runa juga tadi gitu. Karena masih awal-awal jadi mama belum terbiasa jadi tetep harus ada yang mantau." jelas Mayra.
"Iya, adek. Makasih yah udah ngingetin mama."
Qian hanya tersenyum melihat adiknya yang dalam waktu tak sampai satu minggu sudah berubah mendadak dewasa, hingga mencatat poin-poin penting penjelasan dokter. Satu hal yang membuatnya penasaran yakni sosok Runa yang namanya berulang kali disebutkan oleh Mayra. Tak habis pikir kenapa bisa baru bertemu dua kali tapi mampu membuat Mayra terus memujinya tanpa henti.
Pukul delapan malam mereka baru tiba di rumah. Mayra langsung menuju dapur dan mengambil cup kecil yang merupakan tempat sambal saat dirinya membawa bekal. Ia lantas membuka memasukan obat mama Retno ke dalam sana, per satu aturan minum sehingga saat tiba jam minum obat ia tak harus mengambil satu persatu, cukup mengambil satu cup yang sudah dipisahkan.
"Kamu lagi ngapain dek?" Qian yang mengambil air mineral menghampiri adiknya yang tengah sibuk di meja makan.
"Misahin obat mama." Mayra menunjukan satu cup yang sudah ia simpan. Ada lima tablet di dalam cup kecil itu, "meminimalisir salah minum obat." lanjutnya dengan bangga.
"Pasti sesuai saran Runa?" tebak Qian karena adiknya tak mungkin berfikir sampai sana.
"Yups, seribu buat kakak." jawab Mayra, "adek juga nanti bakal setting alarm setiap jam minum obat mama, supaya tepat waktu." lanjutnya.
"Saran dari dia juga?"
"Iya, kak. Keren kan kak Runa. Sarannya tuh kayak yang sepele tapi kalo dipikir-pikir sangat bermanfaat."
"Iya. Kayaknya kakak harus bilang makasih kalo ketemu dia." jawab Qian. Ia semakin penasaran, apakah sosok itu adalah tenaga medis sehingga begitu mudah mengedukasi tentang kesehatan bahkan memberikan saran-saran simple yang memudahkan. "perawat kal yah." batinnya.
Esok harinya terasa begitu cepat berlalu. Qian dan Mayra sibuk membagi tugas di hari minggu. Biasanya Mayra akan pergi les renang kemudian belajar kelompok menyelesaikan tugas sekolah barulah sore hari ia santai di rumah. Begitu pun dengan Qian yang biasanya jam delapan sudah pergi menjemput Sandra yang rutin minta jalan tiap minggu namun kali ini berbeda, kakak beradik itu sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Mereka benar-benar tak membiarkan mama Retno masak maupun beres-beres ringan karena takut kecapean. Keduanya duduk bersandar di sofa sambil menengadah ke atas.
"Cape kak." ucap Mayra.
"Sama, dek." balas Qian. Ditambah lagi hasil masakan mereka yang amburadul makin membuat rasa lelahnya berlipat ganda.
"Cape yah?" tanya mama Retno yang kini duduk di samping Mayra, "kalian ini berlebihan. Mama ini yang sakit cuma ginjalnya, asal cuci darah rutin nggak apa-apa. Kata dokter juga boleh tetep aktivitas kok." lanjutnya seraya menyeka kening putrinya yang basah.
"Iya, kami tau. Tapi mama suka nggak sadar diri kalo udah beberes segala di beresin, segala di masak. Aku udah pesen ART ke yayasan, mulai besok ada ART di rumah kita. Mama tetep boleh masak tapi nggak boleh kecapean." tegas Qian.
Hari libur berlalu, Mayra sudah sibuk dengan aktivitas sekolahnya dan dirinya kembali dengan segala tumpukan berkas yang harus diverifikasi.
"Pak di depan ada bu Sandra mau bertemu. Tapi sesuai instruksi sudah saya katakan bapak lagi rapat di luar." Gita, sekretarisnya melapor.
"Sip, bagus. Kalo dia ngenyel suruh keamanan aja buat ngusir." jawab Qian.
"Siap pak. Ada hal lain yang bisa saya bantu nggak pak? kelihatanya bapak lagi nggak baik-baik aja."
"Iya, mba. Mama sakit." Qian menceritakan perihal penyakit ibunya dan keresahannya yang tak memungkinkan menemani ibunya cuci darah full karena memakan waktu lama. Mayra juga tak mungkin, anak itu sekolah.
"Saya turut prihatin pak, semoga ibu Retno lekas membaik. Kalo misal bapa butuh orang buat nemenin ibu, saya punya rekomendasi. Kebetulan kemaren kakak ipar saya juga pake jasa dia." Gita membuka ponselnya, mencari postingan yang sudah ia simpan.
"Dokter mba?" tebak Qian.
"Bukan. Nggak tau profesi dia itu apa, cuma nerima berbagai jasa gitu. Bentar deh link nya saya share ke bapak." jawab Gita.
"Oke. Makasih, mba." ucapnya pada wanita yang lima tahun lebih tua darinya.
Qian membuka link yang di kirim Gita.
Teman chat 25k/jam
Temen jajan 50k/jam
Nemenin orang sakit 250k/10 jam
Mata-mata 300k/kasus (menyesuaikan kasus)
Dan lain-lain (tinggal DM aja)
Apa pun masalah anda, Aruna solusinya.
"Aruna, Aruna, namanya kayak nggak asing." gumamnya seraya membaca beberapa komentar serta postingan berisi testinomi.
"Kayaknya bisa diandelian." ucapnya kemudian mengirim pesan pada akun Runa.
.
.
.
angkat tangannya yang udah nggak sabar Runa nerima orderan Qian!
Jangan lupa like komennya para kesayangan!
jangan lupa juga subcribe supaya kalian dapat notifikasi kalo Runa update