Amel Fira Azzahra gadis kecil yang memiliki wajah sangat cantik, mempunyai lesuk pipi, yang di penuhi dengan kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Namun sayang kebahagian itu tidak berlangsung lama. Setelah meninggalnya Ibu tercinta, Amel tidak lagi mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Bapaknya selalu bekerja di luar kota. Sedangkan Amel di titipkan ke pada Kakak dari Bapaknya Amel. Tidak hanya itu, setelah dewasa pun Amel tetap menderita. Amel di khianati oleh tunangannya dan di tinggal begitu saja. Akankah Amel bisa mendapatkan kebahagiaan?
Yukk ikuti terus ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aretha_Linsey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 Bayangan Masa Lalu
2 Hari kemudian Amel dan Fatur sudah sampai di desa dengan menggunakannya jet pribadi milik Fatur. Jet pribadi yang di tumpangi oleh Fatur dan Amel mendarat dengan mulus di Bandara Juanda Surabaya. Lalu Amel dan Fatur langsung menuju ke desa Amel, tujuan utamanya adalah makam ibu Amel.
Mobil Fatur melaju pelan memasuki area pemakaman yang tenang di pinggiran desa. Hari masih pagi, udaranya segar dan lembap. Amel menggenggam tangan Fatur erat. Beberapa menit kemudian pasangan suami istri itu pun sampai di makan ibu Amel
Di depan makam Ibunya, Amel berlutut. Tangannya gemetar saat membersihkan lumut di batu nisan yang terawat seadanya itu. Fatur berdiri di belakangnya, seperti bayangan yang tegap dan kokoh, perisai yang siap menahan dunia.
Amel menyentuh batu nisan itu. Seluruh kenangan, rasa sakit, dan kerinduan masa kecilnya tumpah. Air mata hangatnya menetes di tanah makam.
"Ibu...." bisik Amel, suaranya tercekat.
"Maaf Amel baru bisa datang sekarang. Maaf jika selama ini ibu melihat Amel berjuang terlalu keras."
la menarik napas, lalu menoleh sekilas ke arah Fatur, suaminya yang luar biasa.
"Tapi sekarang, semuanya sudah berbeda, Bu. Lihatlah, dia adalah Mas Fatur, suamiku. Pelindungku." Amel kembali menatap nisan itu, air mata bahagia bercampur kesedihan.
"Dia tidak hanya membayarku dari balapan, Bu. Dia membayarku dengan harga dirinya, dengan cintanya. Dia mengubah hidup kami yang dulu berwarna kuning, kini menjadi emas. Alan bisa sekolah lagi, Ayah punya pekerjaan. Kami bahagia, Bu. Sungguh bahagia."
Fatur berlutut di sebelah Amel, meletakkan setangkai bunga mawar putih. la menatap nisan itu, matanya penuh janji yang tidak perlu diucapkan.
"Saya janji, Bu, " kata Fatur, suaranya berat dan tulus.
"Saya akan menjaga Amel dan keluarganya. Saya tidak akan membiarkan Amel meneteskan air mata kesedihan lagi. Dia pantas mendapatkan dunia."
Amel bersandar di bahu Fatur, hatinya dipenuhi kedamaian yang mendalam. Seolah, dengan perkenalan ini, masa lalunya yang kelam telah terbebaskan.
Setelah ziarah yang mengharukan, mereka melanjutkan perjalanan ke rumah sederhana Ayah Amel. Kegembiraan Alan saat melihat kakaknya datang begitu besar hingga ia langsung melompat ke pelukan Amel. Ayah Amel menyambut mereka dengan mata berkaca kaca.
Diruang tamu kecil itu, Fatur menyampaikan niatnya.
"Ayah, saya datang bukan hanya untuk berkunjung, Saya ingin memboyong Ayah dan Alan ke Jakarta. Saya sudah siapkan rumah baru di sana, dekat dengan kami agar Amel tidak perlu jauh jauh jika rindu."
Ayah Amel tidak mampu berkata kata. la hanya bisa meraih tangan Fatur, menggenggamnya erat
"Nak Fatur.. apa yang bisa Ayah berikan padamu? Ayah tidak sanggup membalas kebaikanmu..."
"Cukup Ayah restui dan jaga kesehatan, "potong Fatur, tersenyum hangat.
"Sekarang, Ayah dan Alan adalah keluarga saya. Kalian adalah tanggung jawab saya."
Saat Fatur dan Amel keluar dari rumah, berjalan menuju mobil untuk pergi, sebuah suara menusuk tiba tiba memecah keheningan desa.
"Amel? Ya ampun, itu Amel?"
Bibi Amel, ditemani Ulfiana, berdiri di depan pagar reyot rumah itu. Mereka datang dengan langkah cepat, wajah mereka penuh kepura puraan. Bibi itu berusaha memeluk Amel, tetapi Amel mundur tanpa sadar.
"Wah, kamu hebat ya sekarang, Mel? Mobilnya bagus sekali. Kami senang kamu ingat jalan pulang, " kata Bibi itu dengan senyum manis yang membuat perut Amel mual.
Ulfiana menatap Fatur dari ujung kaki hingga ujung kepala, mata penuh iri.
"Bibi dengar kamu sudah menikah dengan orang kaya, Mel, " lanjut Bibi kini tatapannya berubah menjadi mengiba.
"Bibi mau minta tolong sedikit, Nak. Dulu kan kami juga sudah menampung kamu dan Alan saat kamu susah. Walaupun keadaannya susah, kami tetap keluarga Sekarang kamu sudah bahagia, tidak ada salahnya kan bantu kami sedikit? Bibi minta uang untuk sehari hari...
Napas Amel tertahan. Rasa sakit pengusiran dan kelaparan kembali membakar dadanya. Ia ingin berteriak, tetapi suaranya tercekat.
Sebelum Amel sempat bersuara, Fatur melangkah maju. Ekspresinya .yang hangat hilang seketika, digantikan oleh wajah yang begitu dingin, keras, dan berbahaya, sebuah aura yang membuat Bibi dan Ulfiana langsung terdiam.
Amel belum pernah melihat Fatur seperti ini.
Fatur memberi kode kepada salah satu pengawalnya. Pengawal itu segera menyerahkan setumpuk uang tunai tebal. Fatur mengambilnya tanpa memutus kontak mata dengan Bibi itu.
"Ambil uang ini, " desis Fatur, suaranya rendah dan menusuk. la melemparkan uang itu ke depan kaki Bibi Amel, seolah itu adalah sampah.
"Dan dengarkan baik baik."Mata Fatur menajam, memancarkan ancaman yang nyata.
"Ini peringatan terakhir. Jangan pernah lagi muncul di hadapan istriku. Jangan pernah sebut namanya, jangan pernah sentuh keluarganya. Jika kalian berani mengganggu kebahagiaan Amel, istriku, lagi... aku tidak akan segan segan melenyapkanmu. kalian paham?"
Bibi dan UIfiana gemetar, wajah mereka pucat pasi. Mereka mengangguk cepat, buru buru memungut uang itu. Mereka sama sekali tidak berani menatap Fatur lagi, lari menjauh tanpa mengucapkan sepatah kata pun
Amel terpaku di tempat. Tiba tiba, seorang pria lain, wajah yang sangat Amel kenal muncul dari sudut jalan. Itu Udin, mantan tunangannya.
"Amel? Kau...kau menikah dengan dia?" Udin terkejut, menunjuk Fatur.
Amarah Udin kini tertuju pada Fatur.
"Kau! Belum puas kau menghancurkan segalanya? Kau mengambil gadis ini dariku, dan gara gara kau, perselingkuhanku di hotel terbongkar. Kau selalu menjadi
bayangan yang mengganggu!"
Fatur tersenyum sinis, senyum yang tidak mencapai matanya.
"Dia istriku. Dan untuk yang di hotel? Itu karmamu, Udin. Sekarang menyingkir, atau kau akan menyesali bertemu denganku di desa ini."
Fatur menarik Amel ke mobil. Udin hanya bisa menatap mobil Fatur yang menjauh dengan tatapan penuh dendam.
Di dalam mobil, Amel diam seribu bahasa. Ayah dan Alan sudah tertidur pulas di mobil lain. Amel menatap Fatur, suaminya yang sedang mengemudi. Jantungnya berdebar kencang, bukan karena cinta, tetapi karena rasa terkejut dan takut.
"Siapa suamiku sebenarnya? Cara dia mengancam Bibi dan Ulfiana...cara Udin berbicara tentang Fatur yang menghancurkan segalanya... Itu bukan hanya ancaman dari seorang pengusaha. Itu adalah ancaman dari seseorang yang benar benar bisa melakukannya. Apakah suamiku menyembunyikan sisi gelapnya?. Batin Amel
"Mas..." bisik Amel, suaranya gemetar.
"Tadi. tadi kau sangat berbeda. Siapa kau sebenarnya?"
Fatur menghentikan mobil sebentar di pinggir jalan yang sepi. Ia menoleh, memegang tangan Amel, la menatapnya dengan penuh cinta namun matanya masih menyimpan bayangan misterius dari kemarahan tadi.
"Aku adalah suamimu, Sayang. Pelindungmu. Aku sudah bilang, aku akan melenyapkan siapa pun yang menyakitimu, " bisik Fatur, mencium tangan Amel.
"Kau tidak perlu tahu lebih dari itu. Yang perlu kau tahu, aku melakukan segalanya untukmu, Sayang. Selalu."
Amel menepis keraguannya. la memeluk Fatur erat, mencari kehangatan yang dikenalnya. la memilh untuk percaya, meski di sudut hatinya pertanyaan besar tentang identitas Fatur yang sebenarnya kini mengambang di udara, siap menjadi konflik di masa depan.