NovelToon NovelToon
Pesan Mini Untuk Hati Dokter Beku

Pesan Mini Untuk Hati Dokter Beku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir / Romansa / Pembantu
Popularitas:10.4k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Dr. Tristan Aurelio Mahesa, seorang dokter jenius sekaligus miliarder pemilik rumah sakit terbesar, dikenal dingin, tegas, dan perfeksionis. Hidupnya hanya berputar di sekitar ruang operasi, perusahaan farmasi, dan penelitian. Ia menolak kedekatan dengan wanita mana pun, bahkan sekadar teman dekat pun hampir tak ada.

Di sisi lain, ada Tiwi Putri Wiranto, gadis ceria berusia 21 tahun yang baru saja resign karena bos cabul yang mencoba melecehkannya. Walau anak tunggal dari keluarga pemilik restoran terkenal, Tiwi memilih mandiri dan bekerja keras. Tak sengaja, ia mendapat kesempatan menjadi ART untuk Tristan dengan syarat unik, ia hanya boleh bekerja siang hari, pulang sebelum Tristan tiba, dan tidak boleh menginap.

Sejak hari pertama, Tiwi meninggalkan catatan-catatan kecil untuk sang majikan, pesan singkat penuh perhatian, lucu, kadang menyindir, kadang menasehati. Tristan yang awalnya cuek mulai penasaran, bahkan diam-diam menanti setiap catatan itu. Hingga akhirnya bertemu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Sementara itu, di rumah keluarga Wiranto, suasana jauh berbeda. Tiwi sedang duduk bersila di lantai ruang keluarga, dikelilingi puluhan sticky note kosong berbagai warna. Tangannya lincah menulis sambil sesekali nyengir sendiri.

“Wi, itu apa lagi?” tanya Mama Rani sambil menurunkan koran.

“Strategi, Ma! Aku harus variasi. Kalau terus-terusan warna kuning, nanti bosan. Jadi hari ini aku pakai pink sama biru muda.”

Papa Tian yang baru keluar dari kamar langsung geleng kepala. “Kamu ini beneran keterlaluan. Dulu belajar arsitek sampai ke luar negeri, sekarang kerjaannya bikin gambar emotikon di kertas kecil.”

Tiwi manyun. “Pa, ini namanya desain juga. Bedanya bukan gedung, tapi suasana hati orang.”

Tante Anggun yang duduk di sofa ngakak sampai menepuk paha. “Aku suka cara mikirmu, Wi. Nanti kalau jadi novel, judulnya bagus: Arsitek Sticky Note!”

Tiwi langsung berpose ala cover buku. “Arsitek Sticky Note: Misi Menyelamatkan Dokter Vampir. Bestseller internasional!”

Semua yang ada di ruangan tertawa, kecuali Papa Tian yang hanya bisa mengelus dada. “Ya Tuhan, anakku satu-satunya…”

"Baiklah Tiwi pergi dulu nanti keburu dokter dingin keluar dari kulkas, hehehe...." ujar Tiwi

Setelah pamit Tiwi pergi dengan semangat menuju rumah Tristan, sesampainya disana Tiwi langsung menyediakan semua kebutuhan Tristan dan menempelkan sticki note yang sudah ia siapkan.

----

Rumah besar milik Dr. Tristan kembali lengang. Setelah Tiwi selesai. Hanya suara burung pagi sesekali terdengar dari jendela tinggi, Sedangkan tiwi pergi belanja.

Tristan turun dari kamar dengan langkah mantap, rambutnya basah tipis setelah mandi. Ia terbiasa memulai hari dengan pola yang sama: kemeja putih, jas rapi, dasi abu-abu, lalu kopi hitam di meja makan.

Namun kali ini, ia berhenti sejenak begitu melihat sticky note pink menempel tepat di toples gula.

“Dok, gula ini bukan musuhmu kok. Jangan takut senyum, manisnya nggak bikin diabetes. 😜 —T”

Tristan memejamkan mata sebentar, menahan sudut bibirnya yang ingin terangkat. Ia mengetuk-ngetuk meja pelan. “Bocah ini… selalu saja.”

Tapi tanpa sadar, ia menaruh sticky note itu di saku dalam jasnya.

Saat hendak pergi, ia menemukan lagi di gagang pintu: sticky note biru muda dengan gambar wajah vampir gigi taring.

“Jangan manyun! Ingat, target senyum hari ini 3 kali. Kalau gagal, aku potong jatah kopi besok. 😈”

Tristan menghela napas panjang. Tapi kali ini, saat ia melangkah keluar, bibirnya benar-benar terangkat. Senyum samar tapi nyata.

Sopir yang membukakan pintu mobil sampai melongo melihat ekspresi bosnya. “Eh… Dokter, Anda… tersenyum?”

“Jalan,” jawab Tristan datar, meski pipinya masih terasa hangat.

---

Hari itu jadwal Tristan padat. Operasi ortopedi di pagi hari, rapat direksi siang, lalu visit pasien sore. Biasanya, ia bekerja tanpa jeda. Semua staf sudah tahu, dokter Tristan adalah definisi profesional tanpa basa-basi, tanpa senyum, tanpa kompromi.

Namun hari ini ada yang berbeda.

Saat visit pasien anak-anak, seorang bocah kecil yang kakinya patah menatapnya takut-takut. Biasanya, pasien anak menangis begitu melihat ekspresi dinginnya.

Tapi entah kenapa, tiba-tiba ia teringat sticky note pagi tadi. “Target senyum 3 kali. Kalau gagal, aku potong jatah kopi.”

Tristan menunduk, dan… tersenyum samar. “Tidak sakit. Nanti kamu bisa main bola lagi.”

Suster yang mendampingi langsung terperangah. Bocah kecil itu pun berhenti menangis dan malah mengangguk semangat.

Setelah keluar dari ruangan, suster itu saling berbisik dengan rekannya. “Kamu lihat? Dokter Tristan… tersenyum!”

“Ah, mana mungkin?”

“Tadi aku lihat sendiri!”

Tristan pura-pura tidak mendengar, tapi di dalam hati ia merasakan sesuatu yang lama hilang ringan.

-----

Sore hari, saat pulang ke rumah, Tristan otomatis mencari sticky note baru. Biasanya Tiwi selalu meninggalkan satu-dua pesan di meja makan atau kulkas.

Namun kali ini, tidak ada apa pun.

Meja makan kosong, kulkas kosong, bahkan gagang pintu pun bersih.

Tristan berdiri lama di dapur, dadanya terasa aneh. “Tidak ada…?”

Ia memeriksa sekeliling. Tidak ada sticky note sama sekali.

Rasanya seperti ada yang kurang. Rumah itu kembali dingin, sunyi, dan monoton.

Ia melangkah ke ruang kerja, membuka map berisi sticky note lama. Satu per satu dibacanya lagi. Tapi tetap saja, ada rasa kosong.

“Kenapa aku… menunggu tulisan itu?” gumamnya lirih.

----

Ternyata sore itu, Tiwi memang sengaja tidak menaruh sticky note. Ia duduk di kamar dengan wajah cemberut.

“Kenapa, Wi?” tanya Tante Anggun yang baru masuk.

“Aku ditegur Papa. Katanya jangan terlalu lebay. Takutnya Dokter Tristan tersinggung. Jadi hari ini aku stop dulu.”

Tante Anggun menghela napas. “Tapi kamu yakin dia tersinggung?”

“Nggak tahu juga… tapi aku takut kalau beneran bikin masalah.” ujar Tiwi

Mama Rani ikut masuk, menatap anaknya. “Tiwi, Papa dan Mama cuma takut kamu sakit hati. Ingat, orang seperti Tristan itu kaku. Dia bisa saja marah.”

Tiwi menggembungkan pipi. “Tapi… kalau aku berhenti, rumah itu kembali sepi. Aku yakin sticky note-ku berguna, Ma.”

Mama Rani menatap anaknya lama, lalu tersenyum lembut. “Ikuti kata hatimu, Wi. Kalau memang itu yang menurutmu benar, lanjutkan. Tapi jangan berlebihan.”

Tiwi langsung melompat memeluk Mamanya. “Makasiiih, Ma! Aku bakal bikin versi baru besok. Lebih lembut, nggak lebay.”

----

Keesokan paginya, Tristan bangun dengan wajah muram. Malam tadi ia hampir tidak bisa tidur karena memikirkan “sticky note yang hilang”.

Saat turun ke dapur, matanya langsung menangkap sesuatu di pintu kulkas: sticky note ungu dengan gambar hati kecil.

“Maaf, kemarin aku cuti nempelin sticky note. Hari ini aku balik lagi! Jangan kaku, ya, Dok. —T”

Tristan menahan napas. Lalu, tanpa sadar, sudut bibirnya melengkung lebih lebar dari biasanya.

Namun kali ini, ia melakukan sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Ia mengambil pulpen dari meja, lalu menulis balasan di bawah sticky note itu.

“Jangan hilang lagi. Rumah terlalu sepi tanpa tulisanmu. —T.A.M”

Tangannya berhenti sebentar. Ia terkejut sendiri dengan kalimat itu. “Kenapa aku… menulis ini?”

Namun entah kenapa, ia tidak menghapusnya. Ia biarkan sticky note itu tetap menempel di kulkas.

Ketika Tiwi datang siang harinya untuk memasak, ia membuka kulkas dan hampir menjatuhkan panci yang dibawanya.

“Eh???” matanya melebar. “Dia… bales?!”

Ia membaca tulisan Tristan berkali-kali. Tangannya sampai gemetar. Wajahnya memerah, antara kaget, senang, dan bingung.

“Ya ampun… Dokter Vampir nulis balasan di sticky note-ku! Aku harus dokumentasiin ini!”

Ia langsung mengeluarkan ponsel, memotretnya, lalu menutup mulutnya sendiri agar tidak teriak.

“Wi, kamu kenapa?” tanya Mbok Sum, pelayan yang datang untuk mencuci baju saja.

“Nggak… nggak apa-apa, Mbok! Aku cuma… eh, kebanyakan minum teh manis!” jawab Tiwi dengan wajah belepotan senyum.

Sejak hari itu, sticky note bukan lagi pesan satu arah. Kadang Tristan menulis balasan singkat:

“Sarapan sudah.”

“Pasien anak-anak hari ini tersenyum.”

“Jangan taruh sticky note di cermin kamar mandi lagi.”

Tiwi setiap kali menemukan balasan itu langsung melompat kegirangan.

-----

Suatu sore, ketika Tristan pulang lebih cepat dari biasanya, ia mendapati Tiwi masih sibuk menempel sticky note di dapur.

“Eh?” Tiwi terlonjak, sticky note ungu hampir jatuh dari tangannya.

Mata mereka bertemu untuk kedua kalinya setelah sekian lama. Tristan berdiri dengan jas rapi, wajahnya serius, tapi ada cahaya berbeda di matanya.

Tiwi gugup, tapi mencoba santai. “Eh… halo, Dok. Ini… cuma sticky note harian. Jangan marah, ya?”

Tristan mendekat pelan, menatap sticky note yang hampir jatuh. Ia mengambilnya, lalu menempelkannya sendiri ke pintu kulkas.

“Kalau hilang sehari saja, rumah ini kembali dingin,” katanya pelan.

Tiwi terpaku. Jantungnya berdegup kencang. “Jadi… Dokter suka?”

Tristan menatapnya lama. Bibirnya menegang, lalu perlahan melengkung membentuk senyum tipis. “Lebih dari yang kamu kira.”

Tiwi ternganga. Sticky note di tangannya sampai lepas dan jatuh ke lantai.

Untuk pertama kalinya, ia melihat senyum asli dari dokter yang selama ini terkenal dingin.

Dan dalam hati, ia tahu, misinya baru saja naik ke level berikutnya.

----

Malam itu, di rumah keluarga Wiranto, Tiwi masih tidak berhenti cerita.

“Ma, Pa! Dokter itu… SENYUM! Aku liat langsung! Sumpah, bukan halu!”

Mama Rani sampai menutup wajahnya. “Ya Allah, anakku… jangan sampai baper.”

Papa Tian mendengus. “Aku bilang juga apa. Nanti ke bablasan.”

Tapi Tiwi hanya nyengir, tangannya sibuk menggambar sticky note baru dengan gambar wajah senyum.

“Baper? Nggak lah. Aku cuma bahagia misiku berhasil. Lagian, siapa tahu… dokter vampir itu sebenarnya manusia juga.”

Di sisi lain, di rumah besar yang kini tak lagi terlalu dingin, Tristan duduk di ruang kerjanya. Di hadapannya, map berisi sticky note lama terbuka. Namun kali ini, ia menambahkan satu lembar kertas baru, sticky note ungu dengan tulisan tangan mereka berdua.

Ia menatapnya lama, lalu tersenyum kecil.

“Kenapa aku merasa… aku sudah tidak sendiri lagi?”

Bersambung

1
Cindy
lanjut kak
Su Wanto
next kak 💪💪
Supryatin 123
👍👍👍Tiwi lnjut thor 💪💪
Mineaa
Kalau kamu sampai tau sisi lain ART bar bar mu... .
weezzzzz lah....di jamin tambah termehek-mehek kamu....🤭
Tiara Bella
wow bener² Tiwi diluar prediksi BMKG wkwkwkkw....banyak kepinterannya
Arin
Jikalau suatu saat tau tentang sisi lain dari Tiwi, harusnya di maklumi ya, Dok.
Siapa sih orang nya yang akan diam saja, jika dapat perlakuan tidak baik dari orang lain? Tentunya orang itu juga akan melakukan pembalasan balik.
Supryatin 123
keren sekali tiwi👍👍👍sat set duarr lnjut thor 💪💪
Fransiska Husun
katakan peta katakan peta/Determined/
Mutiara Nisak
cantik sekali permainan nya arina,g cmn wajah nya aja yg cantik,tp....semuanya,makanya dokter dingin makin terjerat masuk pesona art limited edition....langka tp nyata....
Arin
Mantap.......Ternyata Tiwi bergerak dalam senyap. Gak sadarkan Arina, kalau musuh yang ingin kau incar dan akan kau jatuhkan malah duluan bergerak. Malah lebih mantap lagi yang datang kepadamu mereka orang-orang yang suaminya kau rebut🤭🤭🤭
Tiara Bella
wow Tiwi luar biasa ART limited edition....langsung ke intinya jatohin dr.alina
Cindy
lanjut kak
Rohmi Yatun
kereeeennn... kece badai si Tiwi.. suka gayamu😘😘💪
Mineaa
Amazing...ART bar bar.....🌹
Lope lope sekebon Author......🔥🔥🔥🔥🔥
Dewi Nafiah
Tiwi di lawan😍👍
Sribundanya Gifran
lanjut
Supryatin 123
semoga Tiwi bisa jaga diri.lnjut thor 💪💪💪
Mineaa
Siapapun di luar sana....
Tak kan mudah kalian menumbangkan
si bar bar ART.....💪🔥🔥🔥🔥🔥
Cindy
lanjut kak
Tiara Bella
si arina ini gk ada kapoknya ya....mw dibui apa gimana nh orng....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!