NovelToon NovelToon
MENGEJAR CINTA CEO TUA

MENGEJAR CINTA CEO TUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pelakor jahat
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.

Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.

Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.

Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?

Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8. SATU SYARAT.

Arin menyimpan senyum dingin dalam hati, seolah kemenangan sudah di genggam tanpa perlu mengotori tangannya dengan kekerasan.

Kania, bagi Arin, telah menerima balasan yang setimpal, buah dari keberaniannya melawan.

Di tengah kekalutan, bi Ana berlari tergopoh-gopoh, tanpa pikir panjang, menempatkan kepala Kania lembut di pangkuannya. Matanya penuh duka, merasakan betapa tragis nasib gadis itu. Menyelamatkan nyawa seseorang, namun harus mempertaruhkan nyawa sendiri.

Nyonya Marlin berusaha bangun dari pembaringan. Dengan pandangan cemas yang tak bisa disembunyikan ia meraih kursi rodanya.

Menepis tangan tuan Bram yang hendak membantunya, mata menatap penuh amarah.

“Kenapa ibu marah? Apa salah Bram?” suara Bram terdengar ragu, mencoba mencari kejelasan.

“Kamu masih berani tanya salahmu apa? Kamu hampir saja membunuhnya tanpa tahu duduk perkaranya! Bams, dekatkan kursi roda itu sekarang juga!”

Sekretaris Bams dengan cekatan membantu Nyonya Marlin duduk di kursi roda, lalu perlahan mendorongnya mendekati Kania yang masih terbaring lemah.

Nyonya Marlin segera menyuruh Bi Ana untuk menghubungi dokter Rudy, dokter pribadi keluarga mereka. Bi Ana mengangguk dan langsung mengeluarkan ponselnya.

Di kamar yang remang, Kania diletakkan dengan hati-hati di atas ranjang. Hanya bi Ana yang diperbolehkan masuk, sementara yang lain tetap menunggu di luar.

Pintu terbuka, seorang pria berbaju putih dengan stetoskop tergantung di leher masuk dan mendekati mereka.

Nyonya Marlin menyuruh dokter Rudy segera memeriksa kondisi Kania. Dokter muda itu mengangguk dan mulai menjalankan tugasnya.

Nyonya Marlin mendekat, menanyakan keadaan Kania. Dari raut wajah perempuan tua itu terlihat jelas kecemasan yang mendalam.

Sebelum menjawab, dokter Rudy menuliskan resep dan menyerahkan beberapa bungkus obat. Ia kemudian mengatakan kalau kondisi Kania baik-baik saja, hanya perlu istirahat yang cukup dan minum obat secara teratur

Benar seperti yang dikatakan dokter Rudy, tak lama kemudian tubuh Kania bergerak. Nyonya Marlin segera mendekat dan dengan lembut mengusap rambut gadis itu.

Melihat kondisi Kania mulai membaik dokter Rudy pun mohon diri.

Setelah dokter Rudy pergi, Nyonya Marlin menyuruh Bi Ana mengambil makanan untuk Kania.

Bi Ana mengangguk dan bergegas keluar. Tak lama kemudian, ia kembali mendorong troli kecil berisi makanan dan minuman.

Nyonya Marlin menyuruh Kania makan terlebih dahulu sebelum meminum obat yang diberikan dokter Rudy.

Nyonya Marlin menepuk pundak Kania dan menyuruhnya untuk istirahat. Untuk sementara, pekerjaan Kania akan diambil alih oleh Bi Ana.

Bi Ana memutar kursi roda nyonya Marlin dan mendorong keluar kamar.

Sementara di taman belakang mansion, tuan Bram sedang duduk di kursi taman dengan penjagaan ketat dari sekertaris Bams.

Beberapa kali Arin mencoba mendekat, namun sekertaris Bams selalu menghalanginya.

Mau tak mau, Arin mengalah. Momen ini terlalu penting baginya, kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan Tuan Bram yang sudah lama retak.

"Bram, aku merindukanmu. Aku ingin kita kembali seperti dulu."

Arin menatap Bram dengan wajah penuh kesedihan. Matanya berkaca-kaca, menatap dengan harapan yang begitu besar, Seolah ingin semua kenangan lama bisa kembali seperti semula.

Tuan Bram berdiri, menatap kawasan rusa yang berteduh di bawah pohon rindang, asyik menikmati rerumputan hijau.

"Pulanglah… bagiku, kamu sudah mati," ucapnya dingin. "Bams, antar dia keluar."

Bams menarik tangan Arin dengan paksa, tanpa memberi kesempatan untuk melawan.

Arin terus saja berteriak, menuduh Tuan Bram berbohong. Semakin keras ia berteriak, semakin kuat pula Sekretaris Bams menariknya.

Nyonya Marlin mengamati mereka dari balik jendela, hatinya tersentuh melihat Tuan Bram. Di usianya yang sudah matang, ia masih saja sendiri, belum menikah.

Pintu terbuka, Tuan Bram melangkah masuk. Bi Ana segera pamit, tak ingin merusak momen di Antara mereka berdua.

Tuan Bram bersimpuh di depan kursi roda, menanyakan kabar Nyonya Marlin dengan lembut. Nyonya Marlin menatapnya hangat, lalu membelai rambut Tuan Bram yang mulai memutih

Nyonya Marlin menceritakan semua kejadian yang terjadi sebelum ia datang. Dari penuturan itu, Tuan Bram baru menyadari kalau Kania sama sekali tidak bersalah. Nyonya Marlin pun Berharap, Tuan Bram mau meminta maaf pada Kania atas semua kesalahpahaman itu.

Dengan sikap angkuh, Tuan Bram menolak permintaan Nyonya Marlin. Ia tak mau reputasi yang selama ini ia jaga hancur hanya demi meminta maaf kepada seorang pelayan.

Nyonya Marlin membalikkan kursi rodanya, membelakangi Tuan Bram.

"Bram akan melakukannya," ucap tuan Bram sambil mengusap kasar rambutnya.

Senyum tersungging di wajah Nyonya Marlin. Meski Tuan Bram terkenal keras dan tegas, jika permintaan itu datang darinya, tuan Bram pasti akan patuh.

Tanpa terasa, malam pun tiba. Bi Ana beberapa kali bolak-balik ke kamar Kania, namun anak itu masih tertidur pulas. Mungkin Kania terlalu lelah, atau masih terbawa pengaruh obat yang diberikan Dokter Rudy tadi siang.

Jam menunjukkan pukul 12 malam ketika Kania terbangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa lemas, dan kedua pipinya masih sakit.

Rasa lapar dan haus mulai mendera, cacing dalam perutnya sudah pada protes. Dengan susah payah, Kania bangkit dari tempat tidurnya dan melangkah keluar kamar.

Kondisi Mansion tampak sepi, hanya beberapa lampu yang menyala. Biasanya tempat ini ramai dengan penjaga dan pelayan, tapi kini bak kuburan mewah yang mencekam.

Kania mengendap dengan hati-hati, tidak ingin ketahuan atau dilaporkan kepada Nyonya Marlin atau Bi Ana.

Ting… ting… ting…

Langkah Kania terhenti sebelum sampai ke ruang makan. Ia mendengar denting sendok dan piring, seolah ada seseorang sedang makan.

Bulu kuduknya Kania merinding. Bertanya dalam hati Jangan-jangan mansion sebesar ini ada penghuninya, atau malah ada pencuri yang masuk tanpa sepengetahuan penjaga.

Antara takut dan penasaran, Kania mengumpulkan keberanian.

Dengan berjinjit Kania mengintip di balik dinding.

Di meja makan, tampak sosok sedang duduk. Kania mencari sesuatu di sekitarnya.

Hanya sapu ijuk yang ia temukan. Baginya itu sudah lebih dari cukup untuk menghajar orang yang ada di dalam sana.

"Pencuri!" teriak Kania menggebuki orang itu.

"Aaaaaa…!" jerit orang itu kesakitan.

Kania tak peduli. Dia terus memukul membabi buta tanpa ampun.

Seisi mansion berlarian menuju tempat kejadian. Bi Ana dan nyonya Milan juga tidak ke tinggalan.

Ruangan yang tadinya remang-remang seketika terang benderang setelah lampu dinyalakan.

Meski begitu, Kania masih sempat-sempatnya memukul orang yang dianggapnya pencuri.

"Kania, hentikan! Itu Tuan Bram!"

Teriak Bi Ana, barulah Kania berhenti.

Kedua rahang Tuan Bram berdecit saat menyadari bahwa Kania yang menghajarnya habis-habisan.

Nyonya Marlin menyuruh semua bubar dan kembali beristirahat. Sementara Kania di suruh menghadap.

Kania mengikuti Bi Ana yang mendorong kursi roda Nyonya Marlin dari belakang. Perasaan harap-harap cemas.

Setibanya di kamar Nyonya Marlin, Bi Ana diizinkan beristirahat. Tampaknya ada hal penting yang ingin disampaikan perempuan tua itu kepada Kania.

Sebelum pergi, Bi Ana menepuk punggung Kania. Ia yakin malam ini adalah malam terakhir Kania bekerja di mansion.

Setelah pintu tertutup, Nyonya Marlin memutar kursi rodanya dan mendekati Kania, yang berdiri kaku bak patung sembari menunduk.

"Kamu tahu kesalahanmu?"

Kania mengangguk pelan.

"Bagus! Malam ini juga kamu dipecat. Bereskan semua barang-barangmu, lalu pergi."

Kania menangis tanpa suara, air matanya menetes ke lantai.

Belum sempat ia berbalik, suara Nyonya Marlin kembali terdengar.

"Kamu boleh tetap di sini, tapi dengan satu syarat."

1
Trivenalaila
suka jln ceritanya, klu bisa dilanjutkan yaaa🙏🙏
Akos: akan lanjut terus KK sabar ya
total 1 replies
Ahn Mo Ne
apakah ini lagi hiatus.??
Akos: setiap hari update kk,
total 1 replies
Muna Junaidi
Hadir thor
Ayu Sasih
next ditunggu kelanjutannya kak ❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!