Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 8
Jansen mengernyit, berusaha mengenali sosok di hadapannya.
Ternyata, ia adalah "Peri Dingin" kampus! Siapa sangka, pertemuan ini terjadi di tengah malam. Siapa pula yang menyangka, wanita dingin itu akan hangat padanya? Pasti orang-orang akan iri melihat mereka berdua bersama.
"Lorenza?"
"Kamu masih ingat denganku!" Senyuman Lorenza terpancar bak bunga mekar di musim semi yang penuh warna.
"Orang bodoh mana yang bisa melupakan sosok Peri cantik seperti dirimu!" sahut Jansen, sedikit berbinar, tampak percaya diri.
Namun, hampir seketika ia menoleh ke kanan dan kiri, hatinya resah dengan khawatir akan ada orang-orang yang mengintai dan membahayakan dirinya seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
"Apa yang kamu lihat?" Lorenza menjadi penasaran melihat kelakuan Jansen yang memandang ke kanan dan kiri seolah ketakutan.
"Aku hanya khawatir saja pada sesuatu!" jawab Jansen sambil menggumam pelan.
"Maksudmu?" tanya Lorenza.
"Fans fanatik terlalu banyak, aku takut mereka akan menggangguku. Apalah daya, aku hanya seorang yang ingin hidup tenang dan damai. Sudahlah, aku harus pergi dulu!" seru Jansen, lalu langsung meninggalkan Lorenza begitu saja.
Lorenza tampak kaget, dia merasa hatinya terasa ditampar oleh kenyataan, perlahan-lahan mengejarnya dengan mobilnya, mengikuti langkah Jansen yang terus berjalan tanpa menoleh ke belakang.
"Menarik!" gumam Lorenza dengan senyuman misterius. Aura dingin yang selama ini menyelimutinya terasa pudar, mengungkapkan sosok wanita yang nakal dan penuh intrik, seolah ia menyembunyikan jati dirinya dengan menjadi Peri Dingin di Kampus.
Jansen melangkah masuk ke sebuah warung pinggir jalan yang menjual Nasi Goreng dan Mie Mawut, merasa perutnya lapar dan mulai mendera. Setelah memesan satu porsi, tiba-tiba terdengar suara lembut dan merdu. "Tambah satu porsi lagi!"
Refleks, Jansen menatap ke arah suara itu, dan terpana oleh sosok wanita cantik yang berdiri di sana. Meski tak pasti tersenyum atau tidak, kecantikannya sungguh mempesona. Namun, sesuatu menggantung di benak Jansen -mengapa wanita itu seakan mengejarnya? Apakah benar ungkapan 'wanita seperti kupu-kupu' yang semakin dikejar akan semakin menjauh, tetapi jika tak dikejar, mereka justru mendekat?
Dengan perasaan bingung, Jansen memberanikan diri bertanya, "Mengapa kamu mengikutiku?"
Lorenza, wanita itu, tersenyum lemah sambil berbicara. "Meskipun ada banyak orang yang menyukaiku, sejujurnya aku tidak memiliki teman. Aku adalah gadis yang
Kesepian!"
"Kenapa begitu?" tanya Jansen, tak mampu menyembunyikan rasa penasarannya.
Lorenza menghela nafas, lalu menjelaskan dengan pasrah, "Kamu tahu sendiri, ada banyak penggemar laki-laki yang menyukaiku. Akibatnya, banyak wanita yang cemburu dan iri padaku, sehingga mereka menjauh dan tidak mau berteman. Jadi di tengah keramaian ini, hatiku masih merasa sepi."
Mendengar itu, Jansen menatap Lorenza dengan mata yang penuh simpati, dia merasakan rasa cemas di balik kecantikan wanita tersebut. Terasa ingin mengusap lara di hati Lorenza, ingin mengajaknya mengarungi dunia yang lebih penuh kebahagiaan.
Tapi dia sadar diri bahwa dirinya bukanlah seorang Pangeran yang didamba Putri.
Untuk sementara, Jansen terdiam, matanya tak lepas dari Lorenza yang menarik perhatian di tengah malam yang gelap. Dia tersenyum
Dan menunggu nasi goreng yang dipesan datang, namun pikirannya terganggu oleh kedatangan dua orang berandalan yang jelas-jelas tertarik dengan kecantikan Lorenza. Kulit putih sang gadis bercahaya dalam pencahayaan lampu neon, menambah daya tariknya yang bak magnet, menarik banyak pasang mata untuk memandangnya.
Dua berandalan bertampang sangar itu saling pandang kemudian balik memandang Lorenza sambil tersenyum sinis. Salah satunya mulai berbicara. "Hai Cantik. Boleh Abang temani kamu nggak?"
"Menjauhlah dariku!" sahut Lorenza tegas, suaranya mengalir dingin di malam yang sepi.
Namun, kedua berandalan itu tetap saja bergeming. "Kamu tambah manis saat berbicara dingin seperti itu."
"Pergilah!" bentak Lorenza sebelum menepis tangan yang hendak menyentuh tangannya.
Berandalan itu memasang senyum miring, seraya berkata, "Wah wah, memang gadis yang sangat manis." Lalu, keduanya
Beralih ke ekspresi mengejek, menatap Lorenza bak mangsa yang akan ditangkap.
Lorenza, lantas meladeni mereka, melayangkan tamparan ke arah wajah sang berandal yang sudah kelewat batas. Namun, tangannya berhasil ditahan oleh berandal tersebut, yang tertawa terbahak-bahak dihadapan gadis itu.
Lorenza berontak keras, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman kedua berandal yang telah mencoba menculiknya. Sebagai gadis yang tidak terbiasa berada di tempat seperti itu, ketakutan meliputi seluruh tubuhnya. Hatinya ingin berteriak meminta tolong, namun melihat orang-orang sekitarnya tak bergerak meski menyaksikan perbuatannya, ia sadar bahwa mereka semua takut pada para penjahat itu.
Kemudian, dengan nekad, Lorenza mengangkat kaki dan menginjak kaki salah satu berandal dengan sekuat tenaga. 'Akh!' teriakan kesakitan terdengar, membuat sepatunya mencetak di ibu jari si berandal. Wajah penjahat itu memerah dalam kemarahan. Ia melayangkan tamparan ke arah wajah Lorenza, ingin melampiaskan amarahnya.
Lorenza terkejut dan hanya bisa memejamkan mata, menunggu pukulan mendarat, berharap tidak akan meninggalkan bekas. Akan tetapi, tak ada yang terjadi pada tubuhnya. Yang ia dengar hanyalah suara dari seseorang. "Apakah kamu terluka?" tanya suara itu lembut.
Perlahan, Lorenza membuka matanya dan menemukan Jansen yang sudah berdiri di sampingnya, tersenyum hangat sambil menahan tangan berandal tersebut. Entah mengapa, ada sesuatu yang berdesir lembut dalam hati Lorenza, seolah angin sepoi-sepoi telah menenangkan jiwanya.
Lorenza mengangguk lembut, menjawab pertanyaan Jansen sambil melupakan rasa takutnya sejenak. "Aku baik-baik saja!"
Jansen menatap garang kedua berandalan itu. Dengan nada penuh tekad, dia menggebrak, "Kalian telah berani mengacau di sini. Pergilah, atau aku akan mematahkan kakimu tanpa ampun!"
Lorenza merasa nafas berhenti sejenak ketika mendengar ucapan Jansen yang begitu tegas dan penuh wibawa. Tanpa sadar, ada
Keinginan mendalam dalam hatinya untuk melindungi Jansen dan berpihak pada pria itu.
Namun, ketakutan mulai merayapi pikiran Lorenza ketika dua berandalan itu tetap mencoba melawan.
Berandalan itu, tangannya yang ditekan oleh Jansen mencoba ditarik, tapi pegangan Jansen sangat kuat, seolah tangan itu telah dijepit oleh cakar raksasa. "Berjanjilah untuk bertobat!" tegas Jansen, tak ingin melepaskan mereka begitu saja.
Tak mau kalah, satu orang yang sedang bebas langsung mengamuk. "Lepaskan saudaraku, atau tanganmu akan kulepas dari badanmu!" kelam pria itu, sambil menunjukkan pisau pendek yang siap ditempa.
Seketika, detak jantung Lorenza ber henti.
Apalagi ketika pisau itu diarahkan pada Jansen.
Dalam sekejap, pikiran Lorenza tak lagi mampu
berpikir jernih.
Brak! Brak!
Dengan gesit dan cerdik, Jansen
Mengangkat kaki dan menendang orang di samping lebih dulu, kemudian menendang sekali lagi ke arah yang memegang pisau. Kedua berandalan itu terjatuh bergulingan, menandakan kemenangan Jansen dihadapan Lorenza yang gemetar.