Sebagai murid pindahan, Qiara Natasha lupa bahwa mencari tahu tentang 'isu pacaran' diantara Sangga Evans dan Adara Lathesia yang beredar di lingkungan asrama nusa bangsa, akan mengantarkannya pada sebuah masalah besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunny0065, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pindah Posisi
"Bubar guys!"
Seruan siswa berani speak up membubarkan kerumunan, menyisakan beberapa orang bersangkutan.
"Barusan ada pertunjukkan apa di meja gue?" bingung Gibran melirik orang-orang pada kembali duduk sambil bisik-bisik.
"Adara, Alleta dan Sangga pada ngumpul di meja gue, ada acara apa? Mau arisan?" sambung Gibran sembari menunda nampan di atas meja.
Tak ada satu pun yang menyahut kebingungan cowok itu. Gibran menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Enggak ada apa-apa Gib, buruan kita makan," ucap Natasha mengambil mangkuk berisi mie kuah dan sebotol Sosro.
"Berasa konyol gue," monolog Gibran.
Cocok seperti sejoli, Gibran dan Natasha menyantap khidmat makanan tanpa menawari siapapun.
Sangga menghembus nafas, mendorong paksa bahu Gibran hingga menyingkir dan mencuri kursi bekas cowok itu untuk di tempati.
"Tempwat guew jangwan diw lampwas!" belibet Gibran, mulutnya penuh mengunyah makanan.
"Berisik," desis Sangga.
Dikarenakan cacing dalam perut Gibran demo minta dikasih makan, akhirnya sambil jongkok di bawah, kembali menikmati makanan.
"Gue mau jujur sama Lo," cakap Sangga.
Natasha menulikan indera pendengaran, asyik menyeruput kuah mie instan.
Keadaan Adara dan Alleta? Mendadak mati kutu layaknya seekor semut terinjak.
"Natasha sayang dengerin gue," serak Sangga.
Uhuk!
Gibran dan Natasha tersedak bareng mendengar kata-kata manis bernada serak-serak basah.
"Kamu apa-apaan manggil cewek ganjen pakai sayang segala!" marah Adara meraih pergelangan Sangga.
Sangga menepis risih pegangan Adara di tangannya. "Lo pergi enggak usah ajak orang bisa?"
"Enggak bisa, kita berdua udah seperti surat sama stempel, kemana-mana harus pergi bersama, titik!" protes Adara menarik-narik lengan cowok dianggapnya sebagai pacar.
Kepergian Adara dan Sangga di susul Alleta, diperhatikan Natasha dalam diam.
'Natasha sayang.'
Batin Natasha mengulang ungkapan manis diucapkan Sangga. Pantaskah panggilan itu menyandang namanya? Dari cowok asing pula.
"Gib, Lo ngerasa ada kejanggalan diantara hubungan mereka?" lontar Natasha.
Kepala Gibran nongol dari pinggiran meja. "Janggal belah mananya?"
"Mereka serius pacaran?" ragu Natasha.
Gibran menegakkan tubuh, menyedot hati-hati minuman Sosro milik Natasha.
"Sikap mereka bertolakbelakang, jauh dari orang kayak lagi pacaran, apa menurut Lo ini feeling gue aja menduga mereka berdua sebenarnya enggak terikat—minuman gue!" opini Natasha terpotong pekikan kaget, melihat minumannya disedot Gibran.
*
"Gue sibuk," tolak Sangga.
"Sekali aja please, peluk aku! Masa Natasha yang bukan siapa-siapa di hidup kamu semudah itu dapat pelukan!" cemburu Adara.
"Masalah buat Lo?" acuh Sangga mengikat tali sepatu futsalnya.
"Jelas masalah, status kita udah pacaran tapi sikap sewenang-wenang kamu memperlakukanku bikin aku sakit jiwa! Kurang cantik gimana lagi, aku di mata kamu? Aku capek ngemis-ngemis minta timbal balik perhatian kamu!" frustasi Adara menghentak kaki.
"Asrama nusa bangsa bukan tempat penampungan pasien sakit jiwa, kalau Lo ngerasa kondisi Lo demikian, gue saranin cepat-cepat ketemu psikiater abis itu lepasin gue biar Lo enggak tambah sakit," sinis Sangga.
"Aku berantakan karena mikirin kamu! Apa susahnya kamu tinggal peluk aku!" jengkel Adara.
Selesai menata sepatu, Sangga berdiri menghadap cewek cerewet lebih merepotkan dibanding Natasha.
"Lo mau pelukan?" tanya Sangga menatap datar.
"Mau banget!"
"Syaratnya tutup mata," ucap Sangga.
Adara tersenyum lebar, menutup kelopak mata. "Bibirnya kasih cium juga," pintanya.
"Hmmm," deham Sangga.
Pandangannya diedarkan ke arena lapangan, di mana tim basketnya melakukan pemanasan sebelum latihan.
Lambaian tangan Sangga menarik perhatian seorang kawannya yang berambut ikal.
Sangga menaruh telunjuk di depan bibir ketika cowok berseragam Jersey nomor satu mendekat.
"Lama ih, cepetan!" rengek Adara menunggu harapannya terkabul.
"Bentar milih dulu enaknya mulai dari bagian mana," balas Sangga.
"Iiih, aku deg-degan!" kata Adara dengan senyum mengembang.
Sangga membisikan tawaran jackpot kepada rekan main basketnya dengan iming-iming gratis, mulanya cowok itu menolak takut ditampar oleh Adara, tetapi setelah diyakinkan berulangkali takkan terjadi apa-apa, luluh lah ego temannya.
Cowok pengganti Sangga ragu-ragu mendekap Adara, tapi siapa sangka pelukannya dibalas erat!
"Nyaman banget sandaran di dada kamu, aku rindu kayak gini, kenapa enggak sejak awal kita pacaran, kamu izinin aku setiap saat berada di pelukan ini," celoteh Adara.
"Kamu udah janji cium bibir aku, kenapa belum juga?" tuntut Adara.
Kaget ada perjanjian intim, si cowok melototi Sangga yang menganggukkan kepalanya enteng.
"Mana ciumannya, aku enggak sabar!" rengek manja Adara.
Terpaksa cowok itu memiringkan wajah membungkam mulut berkicau Adara.
Adegan tidak senonoh berdurasi lima detik beres dilakukan, cowok itu melerai peluk, bergegas lari takut Adara keburu membuka mata.
Sangga ambil posisi di depan Adara, mengacungkan jempol kepada temannya yang sudah menjadi bahan uji coba untuk mengatasi problemnya.
"Congrats," bisik Sangga.
"Aku jadi malu, makasih udah penuhi keinginan aku," salah tingkah Adara.
"Biasa aja kok."
"Luar biasa tau ini pengalaman pertama aku dapat ciuman, sekarang mataku boleh di buka?" girang Adara.
"Buka aja."
Adara membuka mata, tersipu malu merasakan sisa-sisa sensasi bekas ciuman.