kembali hilang setelah peperangan usai namun ketidakadilan senantiasa datang untuk merobohkan kedamaian
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon krist junior., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Langit masih gelap ketika Kiwang membuka matanya. Udara di sekitar hutan basah dan dingin, namun pikirannya tajam. Hari ini, Lys akan membawanya keluar dari pondok untuk latihan tempur nyata.
"Hari ini, kau akan bertarung," kata Lys tanpa basa-basi, menyelipkan gulungan peta ke dalam mantelnya.
"Melawanmu?" tanya Kiwang, separuh gugup, separuh antusias.
"Bukan. Kau akan melawan makhluk hutan. Monster lemah, tapi cukup untuk menguji kendali atas Rune Merah-mu."
Kiwang mengepalkan tangan. Api kecil menyala sebentar, lalu padam. Ia sudah bisa memanggilnya tanpa kehilangan kendali. Tapi membakar pohon dan membakar musuh nyata adalah dua hal berbeda.
Mereka berjalan ke dalam bagian terdalam hutan Saraya, wilayah yang bahkan para pemburu pun enggan datangi. Pohon-pohon menjulang tinggi seperti pilar kuil, dan suara binatang samar menggema.
"Tempat ini... sunyi," gumam Kiwang.
"Itu karena mereka mengawasimu."
Sebuah auman keras memecah keheningan. Semak-semak berguncang. Dari bayangan, muncullah makhluk berkaki empat, sebesar kerbau, namun tubuhnya dilapisi sisik hitam dan duri merah menyala di punggungnya.
[Makhluk Terdeteksi: Spine Lizard Lv. 9 – Tipe Api-Lemah]
Rekomendasi: Gunakan kontrol jarak jauh. Hindari serangan ekor dan muntahan panas.
"Ini targetmu. Bunuh dia."
Kiwang melangkah maju. Detak jantungnya memacu cepat. Makhluk itu menggeram dan menghentak tanah.
Ia mengangkat tangan. Api merah menyala, lalu membentuk lidah api di telapak tangan kanan.
"Lidah Api!"
Semburan panas melesat ke arah monster. Spine Lizard meraung saat sisik depannya terbakar sebagian. Tapi makhluk itu masih kuat. Ia berputar dan mengibaskan ekornya.
Kiwang melompat ke samping. Terlambat. Ekor berduri itu menyambar pundaknya.
"Ugh!"
Tubuhnya terguling ke tanah. Darah mengucur. Namun api di dadanya justru berkobar lebih kuat.
[Rune Merah - Emosi: Terpicu (Rasa Takut + Dendam) – Energi meningkat]
Kiwang menggertakkan gigi. Ia melompat ke atas batu besar, mengangkat tangan ke langit.
"Sembur... SEKARANG!"
Semburan api kedua lebih besar, menghantam bagian bawah monster. Raungan Spine Lizard mengguncang pepohonan. Tubuhnya terbakar, sisiknya pecah, dan makhluk itu roboh, tubuhnya menghitam.
[EXP didapat: 108]
[Level Naik: Lv. 1 → Lv. 2]
[Level Naik: Lv. 2 → Lv. 3]
[Kekuatan +2 | Kendali Rune +1]
Kiwang terengah, berdiri di atas mayat makhluk itu. Tangannya gemetar, tapi bibirnya menyunggingkan senyum tipis.
"Aku... bisa."
Lys mengangguk. "Itu baru awal. Tapi lihat baik-baik."
Ia menunjuk ke tubuh Spine Lizard. Di antara abu dan sisik terbakar, bersinar sebuah pecahan kristal merah-oranye.
[Stone Rune (Fragmen) didapat]
"Itu?"
"Satu dari seratus. Setelah kau mencapai level sepuluh, kau akan butuh satu Stone Rune utuh untuk menembus batas itu. Tanpa itu, kau akan stagnan."
"Jadi harus mengumpulkan seratus fragmen?"
"Atau cari versi utuhnya. Tapi itu hanya jatuh dari monster level tinggi atau di reruntuhan kuno."
Kiwang memungut kristal itu, menatap pantulannya. Batu itu terasa hangat, dan samar-samar bergetar di telapak tangannya.
"Jalan ini... panjang sekali."
"Dan itu baru permulaan. Kau harus naik ke level 10 secepatnya. Karena Spiral Rune-mu... menyedot energi lebih besar dari pengguna biasa. Jika kau tidak naik level, tubuhmu bisa kehabisan kekuatan sendiri."
Kiwang menunduk. Luka di bahunya mulai membaik, efek dari regenerasi pasif milik sistem. Tapi rasa sakit emosionalnya masih membekas. Ia bukan hanya bertarung untuk menjadi kuat. Ia bertarung untuk membuktikan bahwa ia berhak ada.
Malam itu, ia menatap langit berbintang. Sembilan warna samar masih tampak di ujung penglihatannya, berputar pelan.
"Satu sudah kupanggil," bisiknya. "Delapan lagi menunggu."
Dan jauh di dalam hutan, mata lain mengamati Kiwang. Bukan Lys. Bukan binatang.
Tapi sesuatu... yang lama terkunci di antara lapisan waktu dan ruang.