Dewi Ular Seosen 3
Angkasa seorang pemuda yang sudah tak lagi muda karena usianya mencapai 40 tahun, tetapi belum juga menikah dan memiliki sikap yang sangat dingin sedingin salju.
Ia tidak pernah tertarik pada gadis manapun. Entah apa yang membuatnya menutup hati.
Lalu tiba-tiba ia bertemu dengan seorang gadis yang berusia 17 tahun yang dalam waktu singkat dapat membuat hati sang pemuda luluh dan mencairkan hatinya yang beku.
Siapakah gadis itu? Apakah mereka memiliki kisah masa lalu, dan apa rahasia diantara keduanya tentang garis keturunan mereka?
ikuti kisah selanjutnya.
Namun jangan lupa baca novel sebelumnya biar gak bingung yang berjudul 'Jerat Cinta Dewi Ular, dan juga Dunia Kita berbeda, serta berkaitan dengan Mirna...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan
"Sudah Pak. Anterin saya pulang," ucap Dewi Pandita setelah menghabiskan makanannya.
"Nasinya belum turun, bentar lagi--ya," Angkasa mencoba mengulur waktunya.
"Ntar, saya dimarahin ibu kost,"
Angkasa menghela nafasnya dengan berat, lalu mengalah dan memilih mengantarkan sang gadis, ketimbang harus menghadapi masalah yang lebih runyam.
Mobil melaju membelah jalanan, dan saat hari akan petang, keduanya tiba didepan pagar rumah kost yang menjadi tempat tinggal Dewi Pandita selama berada dikota ini.
"Makasih, Pak. Gak usah repot-repot anterin sampai ke kedepan Kos, ntar saya dikira ayam kampus lagi," ucap Dita sembari turun dari dalam mobil.
Beberapa Mahasiswa yang melihat mobil Angkasa berhenti didepan pagar kos dan menurunkan Dewi Pandita, sontak saja menjadi pergunjingan yang cukup hangat.
"Hah?! Beneran tuh?" Clara mengangakan mulutnya. Ia bahkan tak percaya dengan apa yang dilihatnya, dan sialnya lagi, ternyata Dewi Pandita juga nge--kos bersama mereka.
"Kalau Kavita tau si sok cantik itu diantar oleh Pak Angkasa, bakalan rame, nih!" Novi ikut menimpali.
"Tapi kok bosa ya dia nge-kos disini? Ini kan hanya untuk anak orang kaya seperti kita," Clara menghi-sap rokoknya dan memantau dari kaca jendela yang mana ia berada dilantai dua dan bersebelahan dengan kamar kos Novi.
"Paling sok-sok'an kaya. Lagian dia masuk ke universitas ini juga karena jalur prestasi. Sudah pasti dia anak orang susah!" Clara semakin panas melihat Angkasa yang membuka kaca setengah jendela mobil dan memperhatikan Dewi Pandita hingga menghilang dibalik pintu pagar.
"Kita laporin si Kavita, Yuuk? Pasti seru, tuh," saran Novi tak sabar.
"Malam ini kita kerjain sebelum acara camping, hihihihi," Clara tertawa cekikikan dan tak sabar untuk membuat malam ini akan sangat menyenangkan.
Ia mengambil ponselnya dan mulai mengirimkan pesan pada Kavita.
[Ada seru baru dari anak baru yang sok cantik itu,] tulis Clara dalam pesan teksnya, dan mengirimkannya pada Kavita.
[Kabar apaan, buruan] balas Kavita dengan tak sabar.
[Tadi dianterin pulang oleh Pak Angkasa,]
Terlihat layar monitor menampilkan titik tiga yang bergerak dan menandakan jika Kavita sedang menulis balasan pesan.
[Gila! Kenapa bisa sejauh itu?]
[Kalian kok bisa tahu]
Kavita mencecar Clara dengan pertanyaan yanv tampaknya tak sabar.
[Karena dia ngekos ditempat yang sama dengan kami,]
Kavita tak membalas, namun panggilan masuk kedalam ponsel Clara, dan tentu saja itu dari sang ketua genk.
"Eh, beneran dia nge-kos ditempat yang sama.dengan kalian?"
"Iya, beneran. Buruan! Kuta sudah gak sabar pengen ngerjain," ucap Clara, yang diiringi suara tawa dari Novi.
"Oke, malam nanti, aku kesana, bawa Jenifer juga," sahut Kavita, lalu mengakhiri panggilannya.
Novi menyenggol lengan Clara. "Gimana?" tanyanya penuh penasaran.
Clara menaikkan kedua alisnya, sembari tersenyum licik. Seketika keduanya tertawa cekikikan.
*****
Angkasa memasuki garasi. Lalu memarkirkan mobilnya disana. Ia terlihat sangat bahagia hari ini namun sesaat senyum dibibirnya hilang seketika saat melihat sebuah benda didalam garasi mobil yang terparkir disudut ruangan.
Ia turun dari mobil, lalu berjalan menghampiri benda tersebut.
Sebuah sepeda yang sudah berusia sekitar sepuluh tahun yang lalu ia temukan dihutan pinus, menjadi saksi cintanya yang tak kesampaian.
Ia selalu membersihkamnya, hingga tak membiarkan debu menempel disana.
Rasa yang dulu ia pendam hingga usianya sudah kepala empat, kini tergoyahkan oleh kehadiran sang gadis yang memiliki paras dan bola mata yang sama. bermanik biru.
Tetapi apakah mereka gadis yang sama? Atau hanya sebuah kebetulan saja?
Sesaat bayangan gadis kecil yang mengayuh sepeda itu terlintas dibenaknya.
Wajah cantik nan ceria, hadir dalam siluet cahaya dipelupuk matanya, lalu berakhir dengan kekonyolan sang gadis tengil.
Ia tersentak kaget, saat bayangan itu menghilang, dan dadanya terasa sesak, dipenuhi rindu yang tak berujung, namun hari ini, ia menemukan sebuah penawar yang begitu ampuh.
Ia menghela nafasnya dengan kasar. Lalu berjanji untuk mencari tahu siapa gadis itu sebenarnya, dan berharap jika Dewi Pandita adalah sosok bayi yang pernah ia tolong saat dihutan.
*****
Malam tampak gelap. Dewi Pandita baru saja menyelesaikan tugas kuliahnya. Ia menutup laptopnya, dan berniat untuk tidur.
Ia menggeliatkan tubuhnya yang sedikit pegal, dan menuju kasur tanpa ranjang yang telah disediakan oleh pihak pemilik kos.
Tok tok tok
Sebuah ketukan dipintu terdengar nyaring. Ia terpaksa bangkit, dan mencoba membuka pintu untuk melihat siapa yang malam-malam mengetuk pintunya.
Bahkan ia belum sempat untuk berkenalan dengan penghuni kos lainnya, tetapi untuk apa juga?
Namun ia tak ingin membuat masalah, bisa jadi ada yang ingin meminta bantuannya.
Krreeeeek
Pintu terbuka.
Terlihat dua orang gadis yang ternyata pagi tadi menjadi sosok yang bermasalah dengannya. "Ikut kami," ucap Clara dengan nada intimidasi.
Dewi Pandita keluar dari kamar, tak lupa menarik kunci, alu menutup pintu dan menguncinya segera.
"Ada apa?" tanya Dita dengan nada datar.
"Sudah, ikut saja!" Novi menodongkan pisau dipinggul Dewi Pandita.
Dita menghela nafasnya dengan berat, ia menghela nafasnya dengan berat, lalu mengikuti kedua gadis tersebut.
Tak lupa ia menatap kamera CCTV, sembari menggerakkan jemari tangannya untuk memperlihatkan jika Novi sedang menodongnya dengan sebilah pisau.
Mereka membawa ia keluar dari kos dengan sebuah mobil yang dikendarai oleh Kavita.
Dengan memberi uang sogokan, mereka dapat pergi dengan santai melalui security yang berjaga dengan alasan ada tugas kelompok.
"Hello, Sok Jagoan! Bagaimana perasaanmu saat ini," Kavita menyetir sembari tertawa renyah.
Dita berada dijok tengah yang diapit oleh Clara dan Novi. Sedangkan Jenifer berada dijok depan, bersama Kavita.
Dewi Pandita hanya diam. Namun ia menangkap signal bahaya, jika keempat gadis itu akan melakukan sebuah rencana untuk membuatnya celaka.
Mobil melaju membelah jalanan yang cukup padat. Hingga akhirnya mereka tiba disebuah club malam, dan pastinya itu adalah tempat yang tidak pernah ia masuki sebelumnya.
Suara dentuman musik mengalun dengan sangat keras dan bising. Dita memperhatikan setiap.sudut ruangan yang dipenuhi oleh para pendosa dengan berbagai tingkah.
Hingga akhirnya ia dihempaskan disebuh sofa, dan keempatnya tertawa cekikikan dengan rasa puas.
Kavita menepuk tangannya. Lalu terlihat empat orang pria bertubuh kekar datang memasuki ruangan.
"Dia gadisnya. Kalian nikmati saja sepuasnya. Aku sudah membayar kalian, dan jangan kecewakan aku." ancam Kavita kepada keempat pria tersebut.
Kemudian Kavita menghampiri Dewi Pandita yang masih terduduk disofa dengan tatapan datar, tak terlihat wajahnya takut sedikitpun. Ia membungkukkan tubuhnya, lalu menatap Dita dengan tajam.
"Aku ingin melihatmu, bagaimana rasanya jika dinikmati banyak pria, dan setelah itu, apakah Pak Angkasa masih mau denganmu!" ucap Kavita dengan diiringi gelak tawa keempatnya.
Dita mengulas senyum sinis. Sepertinya keempat gadis itu mencari masalah dengannya. Lalu mengapa masalah sang Dekan Fakultas harus dikaitkan padanya?
Ia tak.pernah meminta untuk diantar pulang, dan pria itu yang memaksanya.
"Kau bisa menghajar kami, tetapi keempat pria ini juga memiliki kekuatan yang sangat besar, dan kau tak.kan bisa mengalahkannya!" ucap Kavita dengan penuh kebencian.
Lalu ia meninggalkan Dewi Pandita, dan mengajak.ketiga rekannya untuk pergi.
kedua orang tuanya langsung bertemu biar bisa langsung nikah trus tamat, soalnya kak Siti mau fokus ke begu ganjang 😙😙
aduhh knp g di jelasin sih kannksihan dita nya klo kek gtu ya kann
Dia itu klu gak salah yg tinggal di rumah kosong yg dekat dg rumah orang tua nya Satria yaa , kak ❓🤔