Naura (22 tahun), seorang ipar yang justru begitu dekat dengan keponakannya, yakni Maryam.
Maryam kerap mengatakan pada Zayad (30 tahun) ayahnya, jika dirinya ingin memiliki seorang ibu. Pertanyaan yang aneh bagi Zayad, sebab Maryam jelas memiliki ibu yang masih hidup bersamanya. Namun Maryam selalu menjawab, "Mama tidak sayang Maryam, Papa."
Salma (27 tahun), istri Zayad dan seorang wanita karir. Kehidupannya full menjadikan karir nomor satu baginya. Salma menyuruh Naura untuk menjaga puterinya selama ini. Namun bagi Salma, Naura layaknya seseorang yang bisa ia atur-atur sesuka hatinya. Sebab, Naura terlahir dari istri kedua ayah Salma.
Kehidupan Naura selama ini, ternyata penuh akan air mata. "Aku tidak meminta untuk dilahirkan dalam situasi seperti ini. Tapi mendiang ibuku selalu bilang, agar aku tetap menjadi orang yang baik." lirih Naura dengan air matanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Ryn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
Maryam berlari ke arah pintu, menyembunyikan diri dibalik pintu. Zayad menatap sang puteri dengan khawatir, pria itu hendak menuju Maryam berada namun lengannya di tahan oleh Salma.
"Katakan, Mas? Kenapa kamu masukkan Naura ke perusahaan, kamu?!"
Zayad menarik nafas yang dalam, jika dikatakan emosi tentu ia juga emosi saat ini. Namun ada Maryam bersama mereka. Sementara Salma sering tidak mengerti situasi jika sedang marah. Walau ada Maryam pun, ia tetap akan meluapkan emosinya.
"Tidak perlu di bahas sekarang, aku mau masuk. Maryam, ikut Papa, nak."
Zayad berjalan meninggalkan Salma, ia mendekat ke Maryam dan hendak menggendong puterinya tersebut. Namun, Salma justru menjerit saat ini, hingga Maryam berteriak menjauh dan menangis.
"Haaaaaahh! Kenapa semua orang harus peduli dengan anak haram itu?! Haaaaaahh!"
Zayad tersentak, Maryam menangis ketakutan dan berdiri di balik sebuah dinding. Zayad pun menatap Salma dengan tajam, untuk kali pertama ia meninggikan nada bicaranya pada sang istri.
"SALMA..!"
Salma terkejut, begitu pun dengan Maryam. Anak itu pun meraung menangis ketakutan. Zayad dengan cepat mendekat dan menggendong sang puteri, lalu memeluknya dengan erat.
"Maafkan papa, nak. Maafkan papa." lirihnya merasa bersalah.
Maryam terus menangis, Zayad pun menatap Salma dengan tajam, "Kita bicara setelah puteriku tidur!"
Zayad pergi begitu saja membawa Maryam ke kamar anaknya tersebut. Menenangkan Maryam disana dan menunggunya tidur. Salma hanya diam dengan kedua tangan mengepal erat. Sore ini sungguh kabar yang mengejutkan baginya. Tadi ia singgah sebentar ke rumah ibunya, dan disana ia mendapatkan kabar dari sang ibu jika Naura diterima bekerja di perusahaan Zayad.
Zizah tentu merasa penasaran, itu sebabnya ia memberitahu Salma. Zizah ingin tahu, bagaimana bisa Zayad menerimanya sementara tidak ada info penerimaan pegawai baru di perusahaan tersebut. Zizah memang tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut, tentang dimana pun Naura bekerja. Namun, kenapa bisa di perusahaan Zayad? Itulah yang jadi pertanyaan besar saat ini.
Salma menggigit bibir bawahnya, ia terlihat gelisah. Salma, tidak suka melihat Naura mendapatkan hal yang bagus. Apalagi ini tentang pekerjaan dan di terima di sebuah perusahaan yang lebih besar dari perusahaan miliknya sendiri. Jiwa saing dan iri wanita itu seketika bangkit.
"Tidak. Naura tidak boleh berhasil di masa depan. Gadis itu harus mendapatkan karmanya, karena sudah merusak rumah tangga ibuku. Karena ia, berasal dari anak haram!" lirih Salma dengan nafas yang memburu.
* * *
"Pa...Maryam mau aunty Naura, pa. Maryam mau tidur sama aunty Naura, pa. Maryam rindu aunty...hiks."
Zayad memejamkan matanya, ia pun menahan tangis saat ini karena tidak tega melihat sang puteri. Sudah satu minggu juga Maryam tidak melihat Naura, yakni sejak Maryam sekolah. Biasanya, tentu ia selalu menghabiskan waktu bersama Naura.
"Sabar, nak. Papa dan mama tidak bertengkar, kami akan berbaikan."
Tangis Maryam justru semakin pecah dan anak itu berteriak histeris, "MAU AUNTY NAURA....!"
Tantrum! Ya, anak itu kini akhirnya tantrum. Fase dimana anak seusia Maryam, tentu hal seperti ini bisa terjadi. Maryam merengek dan menjerit, "MARYAM MAU AUNTY NAURA, PAPA...!"
Zayad seketika panik, jika dulu ia akan mudah membujuknya dengan langsung mempertemukan pada Naura. Namun sekarang, tentu hal yang sulit apalagi ini malam hari.
Zayad menangkup pipi sang puteri, "Besok kita ketemu aunty, ya nak?"
"NGGAK...MAU SEKARANG...!"
"Astagfirullah."
Zayad memeluk puterinya dengan erat, "Nak, tenang nak. Maryam harus tenang."
"NGGAK...MARYAM MAU AUNTY NAURA! MARYAM MAU AUNTY....!"
Zayad kini tersentak, Maryam terdiam setelah berteriak hebat. Namun, pria itu syok merasakan ada yang aneh dengan puterinya.
"Maryam! MARYAM...!" teriaknya.
Kejang! Maryam mengalami kejang. Zayad seketika panik, ia menggendong puterinya dan berlari turun ke lantai dasar. Salma masih disana, menunggu Zayad untuk bicara. Wanita itu terkejut melihat Zayad menggendong Maryam.
"Maryam! Ada apa dengannya?! Kamu apakan anak kita, Mas?!"
Deg,
Zayad terkejut atas pertanyaan Salma, namun pria itu hanya diam dan menuju mobil. Zayad masukkan Maryam ke dalam mobil, namun ia bahkan tak melihat Salma ingin ikut. Wanita itu justru terlihat bingung. Air mata Zayad refleks mengalir, "Astagfirullah, Salma." lirihnya lemah.
Entah dimana jiwa keibuan yang wanita itu miliki. Zayad menyalakan mesin mobil, disitu baru Salma seperti ingin ikut. Namun, pria itu tidak berpikir ke sang istri lagi. Zayad melaju saja cukup kencang membawa Maryam ke rumah sakit terdekat. Salma pun berteriak, "MAS...MAS ZAYAD...!"
* * *
"DOKTER...SUSTER...! TOLONG PUTERIKU..!"
Maryam di bawa ke IGD dengan cepat, tindakan pun segera dilakukan pada anak itu. Tangan Zayad gemetar, ini kali pertama Maryam kejang. Padahal anak itu tidak punya riwayat kejang. Satu yang Zayad pikirkan saat ini, yakni Naura.
Zayad meraih ponselnya dan mencari kontak Naura, pria itu pun meneleponnya. Belum di angkat, Zayad kembali panik. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, dan mencoba menelepon lagi. Tak berapa lama, teleponnya pun di angkat.
"Naura, Naura..Maryam di rumah sakit, Naura. Maryam puteriku di rumah sakit. Kumohon datanglah, puteriku mencarimu, Naura..hiks."
Menangis! Pria itu menangis. Tak peduli dengan siapa ia menelepon saat ini.
* * *
Tentu kepanikan dilanda Naura saat ini, gadis itu bersiap dan terburu-buru pergi tanpa pamit. Di pukul 10 malam ini, ia berlari di trotoar jalan untuk mencari taksi. Kedua tangannya bertaut gelisah, taksi belum ada yang lewat hingga 10 menit.
Tak berapa lama, muncul taksi. Naura pun segera menghentikannya dan masuk ke dalam, "Pak, tolong cepat! Ke rumah sakit A, ya pak."
Taksi melaju cukup cepat, hingga beberapa saat tiba di rumah sakit tersebut. Naura membayarnya dan langsung turun dengan cepat, gadis itu berlari masuk ke dalam rumah sakit.
Dan kini, Naura menatap Zayad yang tengah berlutut di depan pintu IGD. "Kak...kak Zayad...!"
Zayad menoleh menatap Naura, pria itu seketika bernafas lega dengan wajah paniknya. Hati Naura mencelos perih menatap kondisi kakak iparnya tersebut, hampir saja gadis itu hendak menyentuh Zayad, namun seketika ia tersadar dan mundur.
"Astagfirullah."
Zayad pun tersentak, ia juga hampir saja mengangkat kedua tangannya tadi. Pria itu menunduk memejamkan matanya, "Astagfirullah."
"Kak, ada apa dengan Maryam?" tanya Naura khawatir.
"Dia kejang, Naura."
Mata Naura membulat, "Kejang? Maryam tidak pernah kejang, kak. Maryam tidak punya riwayat kejang."
Zayad menangis kembali, jika soal puterinya ia begitu sangat lemah. "Aku pun tidak mengerti."
Naura juga tak bisa membendung air matanya, ia menangis dan menatap pintu IGD dengan tangan bertaut gelisah. Wanita itu terus berdoa untuk keselamatan Maryam.
Sekitar setengah jam sudah mereka menunggu, kini seorang perawat keluar dan menemui mereka. "Pak Zayad."
Zayad dan Naura seketika mendekat, "Bagaimana dengan puteriku?" tanya Zayad.
"Sudah sadar, tapi sekarang ia tertidur efek obat yang kami berikan. Lagi proses pindah ke ruang rawat inapnya. Dokter ingin menemui anda, silahkan."
Zayad menuju dokter berada, sementara Naura langsung menemui Maryam.
* * *
"Breath Holding Spell, terlihat seperti kejang. Namun, sebenarnya bukan kejang, pak Zayad. Puteri anda mengalaminya karena ia menahan nafas setelah histeris menangis dan marah. Maryam sudah kami beri tindakan medis, dan sekarang sudah kembali normal. Bersyukur anda cepat membawanya kemari."
Zayad menghela nafas lemah, "Apa ada yang serius, dokter? Puteriku baik-baik saja, kan?"
Dokter terlihat tertegun beberapa saat, ia lalu menghela nafas berat, "Anak itu, sepertinya sering mengalami guncangan emosional yang tidak stabil. Pak Zayad, berikan kasih sayang padanya. Saya mendengar, Maryam sempat meracau tadi. Dia mengatakan, Maryam tidak punya mama, Maryam mau punya mama. Maaf, pak Zayad. Bukan maksud saya mencampuri, tapi..alangkah baiknya utamakan kesehatan mental puteri anda. Dia masih kecil, kasihan jika pemikirannya terganggu akan banyak hal yang seharusnya tak ia lihat atau tak ia pikirkan."
Hati Zayad mencelos perih, rasa bersalah semakin besar menyelimutinya. Pria itu mengangguk dan dokter kembali memberikan berbagai penjelasan.
Kini, Zayad berjalan lunglai memikirkan tentang puterinya tersebut. Benar kata dokter, Maryam selama ini pasti memiliki gangguan pikiran yang tidak stabil. Anak itu sering di abaikan mamanya sendiri, dan juga menjadi saksi saat Zayad dan Salma bertengkar. Tak sekali, Maryam melihat orang tuanya bertengkar hebat. Anak itu akan berlari ketakutan dan masuk ke dalam kamarnya, atau bersembunyi di balik dinding dan di bawah meja.
Zayad menelan ludah kasar dengan dada yang begitu menyesakkan. Kini ia tiba di depan pintu ruangan rawat inap Maryam, puterinya sudah di pindahkan ke ruangan tersebut.
Zayad membuka pelan pintunya, dan kini matanya tertuju pada sosok Naura yang mengusap kepala Maryam dan menggenggam tangan mungil puteri kecilnya tersebut. Naura bahkan mencium tangan itu beberapa kali dan terlihat menangis.
Zayad melihat jam di pergelangan tangannya, sudah sejam ia dan Naura di rumah sakit. Faktanya, Salma sebagai ibu kandung bahkan tidak ada datang melihat puterinya. Seketika hati pria itu bergejolak, Zayad tampak menatap Naura dengan lekat di ambang pintu tersebut.
Keberanian dan keputusan tiba-tiba menyelimuti hati dan pikirannya. Apakah ini terkesan gila? Pria itu menggeleng, "Justru ini keputusan yang benar."
Zayad masuk ke dalam, Naura pun sedikit tersentak dan hendak berdiri. Tentu, ia tidak mungkin satu ruangan dengan Zayad. "Kak, Naura tunggu di luar saja. Tapi Naura tidak pulang, kak. Naura bisa tidur di kursi tunggu di luar kamar ini. Naura ingin menunggu Maryam sadar." cecar Naura terlihat gelisah.
Zayad menatap lekat wanita itu, dan Naura kini terkejut luar biasa hingga mundur selangkah ke belakang saat pria itu mengulurkan satu tangannya dan memegang kepala wanita itu.
"Naura, jadilah istriku. Dan aku akan menceraikan Salma segera."
Mata Naura membulat syok, "K-Kak?"
* * *
bawa seblak untuk bekalnya, naoura 🤭🤭
Next thor
tingal nunggu si salma jadi .ubi gosong
🤣😅😁😂