Dinda memilih untuk menikah dengan seorang duda beranak satu setelah dirinya disakiti oleh kekasihnya berkali-kali. Siapa sangka, awalnya Dinda menerima pinangan dari keluarga suaminya agar ia berhenti di ganggu oleh mantan pacarnya, namun justru ia berusaha untuk mendapatkan cinta suami dari hasil perjodohannya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 7
"Jawab aku Dinda, jangan bilang dia alasan kamu tidak mau kasih aku kesempatan lagi." Desak Yuda bahkan menuduh Dinda sembarangan.
"Jaga omongan kamu." Dinda menatap Yuda dengan tatapan tidak suka.
Dengan cepat Dinda mengembalikan Ciara pada Indra dengan hati-hati.
"Ini Ciaranya kak." Ucap Dinda pada Indra, suaranya melunak saat berbicara pada Indra.
"Ohiya, sini sayang sama Papa." Jawab Indra segera mengambil alih Ciara.
Indra sedikit kebingungan harus berbuat apa, ia hanya memilih diam tidak ingin ikut campur dalam urusan Dinda.
"Saya permisi duluan kak." Kata Dinda kemudian, tidak menghiraukan kehadiran Yuda disana.
"Hati-hati dijalan Dinda, ohiya ini belanjan kamu. Ucap Indra berpesan sembari memberikan kantung berisi buah belanjaan Dinda tadi.
Dinda mengangguk sembari tersenyum menerima buah tersebut lalu segera beranjak dari sana tanpa melihat wajah Yuda.
"Dinda tunggu!." Panggil Yuda namun Dinda terus berjalan menjauh dari tempat itu.
Yuda pun tidak tinggal diam, ia menatap Indra dan putrinya sekilas lalu berbalik mengejar Dinda.
Indra sendiri masih berdiri di tempatnya memperhatikan Dinda yang berjalan ke mobilnya dengan raut wajah kesal.
"Tunggu sebentar Dinda, dengar aku dulu." Yuda terus mengejar Dinda yang sama sekali tidak mau berbicara dengannya lagi.
Dinda pun dengan cepat masuk ke dalam mobilnya dan menguncinya, Yuda yang tiba disana pun hanya bisa menggedor kaca mobil Dinda berharap ia mau turun dan berbicara dengannya.
Sayangnya Dinda benar-benar sudah tidak ingin bertemu dengannya lagi, Dinda menyalakan mesin mobilnya dan berlalu membawa mobilnya pergi dari sana.
Indra yang melihat itu semakin kebingungan, ia yakin itu adalah kekasih Dinda dan mereka sedang dalam keadaan yang tidak baik saja. Setelah memastikan Dinda aman, ia mulai bergerak membawa Ciara masuk ke dalam mobil, setelahnya ia turut meninggalkan tempat tersebut.
***
Sesampainya dirumahnya, Indra segera masuk ke dalam membawa Ciara dengan satu tangan juga barang belanjaannya dengan tangan yang lainnya.
Indra kemudian duduk di ruang tengah menatap belanjaannya, ia berpikir akan membongkarnya nanti saja.
Ciara yang ia letakkan di sampingnya terbangun karena merasa tidak nyaman berbaring di sofa, suara tangisannya mulai terdengar, Indra dengan sigap menggendongnya.
"Anak Papa sudah bangun yah." Ucap Indra dengan wajah ceria melihat wajah bulat putrinya yang begitu menggemaskan.
Tiba-tiba saja Indra teringat betapa tenangnya Ciara dipelukan Dinda tadi.
"Ciara rindu sama Mama yah nak?, maafkan Papa sayang." Suasana sendu kembali menyelimuti wajah Indra.
Ia sangat sedih menyadari Ciara merindukan sosok seorang Ibu, bahkan Ciara sama sekali belum pernah di dekap oleh Ibunya yang pergi tanpa bertemu dengannya.
Air mata Indra membendung menatap wajah putih pucat putinya, wajahnya begitu cantik dimata Indra.
"Cepat sekali kamu perginya Maura, Ciara masih butuh kamu, aku pun masih butuh kamu sayang." Air mata yang Indra mulai jatuh membasahi pipinya.
Hatinya begitu teriris saat melihat foto pernikahan mereka yang terpajang begitu besar di dinding rumahnya, foto mereka berdua saat istrinya mengandung Ciara pun menambahkan sedih dihatinya.
"Maafkan Papa Ciara, Papa janji akan menjaga kamu selamanya." Ucap Indra menciumi wajah putrinya.
Seperti menyadari perasaan Ayahnya, bayi itu ikut menangis dengan keras membuat Indra menghapus air matanya dan dengan cepat berdiri untuk menenangkan tangis putrinya.
***
"Dinda tunggu." Dinda yang baru turun dari mobilnya dibuat terkejut oleh Yuda yang ternyata mengikutinya sejak tadi.
"Tolong jangan pernah cari aku lagi Yuda, aku muak sama kamu!." Tegas Dinda tidak ingin berhubungan lagi dengan Yuda untuk alasan apapun.
Dengan tidak sabarnya Yuda malah meraih tangan Dinda dan memegangnya erat.
"Laki-laki tadi siapa?." Tanya Yuda masih berusaha mencari tau tentang Indra.
"Bukan urusan kamu, kita sudah selesai kan?." Jawab Dinda mengingatkan status mereka sekarang.
"Kamu yang bilang begitu, aku tidak!." Ucap Yuda menekankan kata "Tidak".
"Terserah." Balas Dinda yang turut emosi, ia pun menepis genggaman tangan Yuda.
"Dinda..." Panggil Yuda saat Dinda berlalu dari sana.
"Pergi dari sini!." Usir Dinda yang sudah sangat muak pada Yuda.
"Aku akan terus berusaha supaya kamu mau terima aku lagi Dinda." Teriak Yuda penuh keyakinan.
Dinda hanya menggelengkan kepalanya memutar matanya dengan malas dan terus berjalan masuk ke dalam rumahnya.
***
Waktu terus berjalan bergulir tiap harinya, tanpa disadari pun akhir pekan kembali tiba. Hari dimana Dinda menggunakannya untuk bermalas-malasan atau bertemu dengan Rindu yang juga libur kerja di akhir pekan.
Benar saja, Rindu seperti memiliki kebiasaan baru. Ia mengunjungi rumah Dinda seperti Minggu lalu, setelah memastikan Dinda ada dirumahnya, ia langsung masuk.
"Sudah sarapan Rin?." Tanya Ayah Dinda yang tengah menikmati roti panggang di ruang keluarga yang dilewati oleh Rindu sembari menonton Televisi.
"Iya om, dirumah tadi. Rindu masuk yah, om." Jawab Rindu dan meminta izin untuk masuk ke kamar Dinda.
"Masuk saja, Dinda ada di kamarnya." Ucap Ayah Dinda begitu santai.
Ayah Dinda sudah menganggap Rindu seperti anaknya sendiri, ia juga selalu menyuruh Rindu untuk menganggap rumah itu adalah rumahnya sendiri.
***
"Dindaaaa." Panggil Rindu yang melihat Dinda sedang merebahkan badannya di kasur.
"Bikin kaget saja." cebik Dinda menatap ke arah Rindu.
"Rinduu." Ucap Rindu dengan manjanya, ia juga ikut tengkurap di samping Dinda dan tangannya merangkul Dinda.
"Iya nama kamu Rindu." Ejek Dinda karena perasaan sahabatnya saat ini sama dengan namanya.
"Aku Rindu sama kamu maksudnya." Kesal Dinda melepas rangkulannya dan mendorong pelan bahu Dinda.
"Iya tau, aku lihat kamu sering ke rumah sekarang kalau akhir pekan, seperti waktu kita masih sekolah dan kuliah dulu." Dinda memulai obrolan ringan, ia menatap Rindu yang balik menatapnya.
"Tidak suka?." Tanya Rindu sewot.
"Sangat suka, aku jadi ada teman dirumah." Jawab Dinda tersenyum senang.
"Jalan keluar yuk." Ajak Rindu kemudian.
"Kemana?." Dinda pun menanyakan tujuan mereka jika harus keluar jalan-jalan sekarang
"Taman saja bagaimana?, mumpung masih pagi." Usul Rindu.
"Boleh." Jawab Dinda kemudian menyetujui usulan Rindu.
Mereka berdua pun segera bangkit dari tempat tidur, Rindu duduk diujung tempat tidur sementara Dinda berjalan ke lemari untuk mengambil hoodie dan celana trainingnya lalu segera mengganti pakaiannya.
"Mau lari pagi?." Tanya Rindu memprotes penampilan sahabatnya.
"Lebih nyaman pakai pakaian seperti ini ke taman, lagipula juga ini kan akhir pekan." Jelas Dinda yang merasa nyaman dengan penampilannya.
Dinda juga mengambil kacamata dan memakai sedikit liptint di bibirnya agar tidak kelihatan pucat.
"Ayo berangkat." Ajak Dinda bersemangat.
"Kok aku iri yah sama kamu, cuma pakai liptint tapi wajah kamu masih sangat cantik. Sedangkan aku.."
"Kamu juga cantik, tapi aku lebih cantik." Ledek Dinda memotong ucapan Rindu dan segera keluar dari kamarnya.
Rindu mencebikkan bibirnya dan segera keluar mengikuti Dinda.