Kisah menakjubkan tentang perpindahan Jiwa seorang Ratu Mafia ke dalam Tubuh seorang Gadis Cupu yang diabaikan dan direndahkan oleh keluarganya.
Gadis Cupu itu terus-menerus dianggap tidak berarti oleh keluarganya.
Namun semua hinaan dan pandangan meremehkan itu tak pernah mempu mematahkan semangat nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrinsesAna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Ara keluar dari toilet dan melangkahkan kaki menuju kantin.
Saat tiba di kantin, suasana yang semula riuh mendadak hening karena kehadiran Ara.
"Ara! Sini, Ra!" panggil Amanda sambil melambaikan tangan dan berseru keras.
Ara berjalan mendekati Amanda.
"Gak malu, lo? Teriak kayak gitu. Lihat deh, semua orang jadi ngeliatin kamu," ujar Ara sembari duduk dan menghela napas panjang, merasa jengkel akibat ulah Amanda.
"Hehehe, maaf ya, Ra. Tapi ’kan daripada kamu susah nyari aku," jawab Amanda dengan senyum penuh cengengesan.
"Iya, iya, terserah deh," balas Ara, malas menanggapi sikap Amanda.
"Yuk, makan aja. Tuh, mi ayam kamu udah hampir dingin. Lama banget sih di toilet," ucap Amanda sambil mendorong mangkuk mi ayam ke arah Ara.
Ara tidak menanggapi perkataan Amanda. Ia hanya fokus menyuap mi ayam ke mulutnya, sama sekali tak peduli pada celotehan Amanda yang terus berbicara tanpa henti.
BRAK!
"Eh, apaan sih ini?! Siapa yang ngegebrak meja?!" seru Amanda terkejut.
"Hei! Apa-apaan lo main gebrak meja sembarangan? Bikin ganggu orang makan aja!" lanjut Amanda dengan nada sinis kepada seseorang yang tiba-tiba datang.
"Gue gak punya urusan sama lo. Gue nyari temen lo," balas Gavin dingin sambil menunjuk ke arah Ara yang tetap tenang melahap makanannya, seolah tak ada hal yang terjadi di sekitarnya.
"Ngapain lo cari sahabat gue?! Hah?!" Amanda berdiri dengan kedua tangan di pinggang, menghadang Gavin. Di samping Gavin, ada Vania yang tampak kacau dan tidak bisa menahan isak tangisnya.
"Hahaha! Lo kenapa sih? Baru habis kecebur got, ya? Ahahaha!" ejek Amanda sambil tertawa puas melihat penampilan Vania yang berantakan dan hanya menunduk tanpa berkata apa-apa.
"Lo tanya aja sama sahabat lo, apa yang udah dilakuin sama Vania. Penampilannya doang yang berubah, tapi kelakuannya tetap sama aja," ucap Gavin penuh emosi sambil menunjuk Ara.
"Woi\, an***ng! Apa yang udah lo lakuin sama adek gue\, hah?!" teriak Arga sambil menatap tajam ke arah Ara.
"Lo parah banget sih. Udah ngebully Vania, tapi gak ngerasa bersalah sama sekali? Santai makan aja, lo," sindir Lucas dengan nada tajam.
"Iya, tuh. Cantik doang percuma, tapi akhlak nol besar," sahut Alvin pedas.
Byur!
Semua orang terdiam kaget ketika tiba-tiba Arga menyiram jus jeruk dari gelas yang diambilnya dari meja ke tubuh Ara. Namun, Ara hanya diam membisu sambil menundukkan kepala.
"Lo apaan sih, bangn? Main siram aja ke sahabat gue, anng!" bentak Manda, marah pada Arga.
"Temen lo emang pantes diperlakukan kayak gitu. Anak yang gak tau diri begitu berani ngelakuin hal ke adek gue," jawab Arga dingin, dengan tangan terlipat di dada.
"Lo otaknya di mana sih? Hello! Dia itu bukan cuma temen gue! Dan FYI ya, dia juga adek angkat lo. Bukan anak kandung, cuma anak pungut! Dan lo malah belain anak pungut dibanding adek kandung lo sendiri? Gila sih lo!" balas Manda, makin tersulut emosinya.
"Hiks... hiks... Kak, udah kak... gak papa... Nia gak papa..." lirih Vania sambil menangis tersedu-sedu, air matanya mengalir deras.
"Tenang ya, Nia. Kakak pasti bakal bales orang yang nyakitin kamu," balas Arga menenangkan adiknya.
Sementara itu, Ara yang tampak sudah lelah dengan semua keributan, berdiri perlahan dari tempat duduknya. Dengan wajah datar dan tatapan dingin, dia menghadap ke semua orang di ruangan itu tanpa sepatah kata.
Nyali mereka sedikit menciut saat melihat tatapan dingin dari Ara.
"Sekarang lo minta maaf sama Vania," ujar Arga kepada Ara.
"Gue minta maaf sama dia?" balas Ara, menunjuk Vania yang berdiri mematung di tengah antara Arga dan Gavin sambil menunduk.
"Atas dasar apa gue harus minta maaf?" tanya Ara sambil kembali menatap tajam ke arah Arga, Gavin, dan anggota inti Bruiser lainnya.
"Lo udah bully adik gue di toilet, dan gue gak terima. Sekarang lo minta maaf atau gue bakal bikin lo nyesel," ancam Arga dengan suara tegas, meskipun sebenarnya ada sedikit keraguan di balik matanya karena tatapan dingin Ara yang begitu menusuk.
"Gue gak ngebully adik kesayangan lo. Jangan asal nuduh kalau gak ada bukti," jawab Ara dengan tenang namun tajam.
"Ngapain gue perlu bukti? Gak mungkin adik gue bohong! Jadi sekarang lo minta maaf sama Vania!" teriak Arga, emosinya memuncak.
"Gue udah bilang, gue gak ngebully adik lo, bangt!"* balas Ara, suaranya meninggi menyahut teriakan Arga.
PLAK!
Tamparan keras dari Arga membuat kepala Ara terdorong ke samping, dan sudut bibirnya terluka hingga berdarah.
"Gue udah pernah bilang, jangan pernah sentuh gue pakai tangan kotor lo, anjg!"* teriak Ara dengan suara tegas sebelum bergerak maju.
BUGH! BUGH! BUGH! KRAKK!
Ara melayangkan pukulan bertubi-tubi ke pipi kiri dan kanan Arga. Ia juga memberikan tendangan keras tepat ke perut Arga, membuat tubuh lawannya terpelanting ke meja di belakangnya. Saat Arga mencoba melawan, Ara dengan tegas memegang tangan kirinya dan langsung mematahkan tulangnya. Jeritan kesakitan Arga menggema di kantin, menambah kesan mencekam suasana.
Semua orang yang berada di kantin hanya bisa bergidik ngeri menyaksikan bagaimana Ara menghajar Arga tanpa ampun, terutama saat suara tulang yang patah terdengar begitu jelas.
"Gue kasih peringatan. Jangan pernah ganggu gue lagi atau sentuh gue dengan tangan kotor lo. Kalau masih, gue pastiin kali berikutnya lo bakal mati," ujar Ara dengan nada dingin. Ia berjongkok, menatap tajam wajah Arga yang merintih kesakitan.
Ara kemudian berjalan ke arah Vania dan tanpa ragu mengambil botol air mineral di atas meja.
BYURR!
Air dalam botol itu langsung disiramkannya ke tubuh Vania.
"Gue juga kasih peringatan buat lo. Jangan cari masalah sama gue. Gue udah bilang, lo boleh ambil apa pun dari gue—keluarga gue atau siapa pun itu—gue gak peduli karena gue gak butuh mereka. Tapi kalau lo tetap mau main-main sama gue, bersiaplah nyawa jadi taruhan!" ucapnya dingin, tatapan matanya penuh ancaman yang menusuk.
Setelah selesai berbicara, Ara membalikkan badan dan berjalan meninggalkan kantin menuju kelasnya. Manda, yang dari tadi terpaku, masih mengikuti langkah Ara dengan wajah penuh keterkejutan atas apa yang baru saja ia saksikan.
Di sisi lain, Gavin menatap Vania dengan pandangan tajam sebelum berkata, "Nia, bisa lo jelasin kenapa lo fitnah Ara? Lo bilang dia yang ngebully lo."
"Hiks... hiks... ma-maaf, Kak... Nia diancam sama Kak Ara... hiks... hiks..." jawab Vania sambil tetap memainkan dramanya dengan air mata berjatuhan.
"Huff... ya udah. Kalau besok dia ngancam lo lagi, langsung bilang sama kakak atau ke yang lain," ucap Gavin lembut sambil mengelus kepala Vania, berusaha menenangkannya meski wajahnya berusaha merapikan kembali emosinya.
Arga dibantu oleh Arka, saudara kembarannya. Arka merasa iba melihat kondisi Arga, namun ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia juga bingung untuk memutuskan berpihak pada siapa. "Woi, bantu gue bawa Arga ke rumah sakit," ucap Arka kepada teman-temannya.
Ryan membantu Arka memapah Arga menuju parkiran sekolah, diikuti oleh Inti, Bruiser, dan Vania. Karena Arka, Arga, dan anak-anak Bruiser lainnya menggunakan motor, akhirnya Arka membawa Arga ke rumah sakit dengan taksi bersama Ryan, sementara yang lain mengikuti dengan motor.
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Arga terus meringis kesakitan akibat pukulan keras dari Ara. Ditambah lagi, tangan Arga yang dipatahkan oleh Ara membuatnya semakin menderita. Ryan hanya bisa mengelus dada melihat penderitaan Arga.