Maya yang kecewa dengan penghinaan mantan suaminya, Reno, mencoba mencari peruntungan di kota metropolitan.. Ia ingin membuktikan kalau dirinya bukanlah orang bodoh, udik, dan pembawa sial seperti yang ditujukan Reno padanya. "Lihatlah Reno, akan aku buktikan padamu kalau aku bisa sukses dan berbanding terbalik dengan tuduhanmu, meskipun dengan cara yang tidak wajar akan aku raih semua impianku!" tekad Maya pada dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ORANG MISTERIUS
Mas, udah! Ini udah jam setengah 5 lho! Kita kan udah beli tiket pesawat yang pagi. Takutnya gak keburu nanti. Belum lagi harus jemput Riko." Tangan Maya memegang kedua pipi Pram dan menjauhkannya dari belahan gunung Semeru miliknya. Pram yang sedang asyik ngedot tombol ujung melonnya Maya akhirnya terlepas.
"Yaaa.. kamu, ko tega amat sih!" Pram protes. Mimiknya memelas, minta belas kasihan pemilik barang.
"Ini udah siang Mas! Kita harus cepat mandi wajib lho! Sholat subuh Mas." Maya mengingatkan.
"Okey.. Sorry Yang, aku ganggu kamu terus.. Jangan marah dong! kalau kamu marah kamu makin seksi, entar aku jadi pingin lagi. Jangan marah ya?.. Please.." Goda Pram. Ia menghentikan aksinya dan bangkit dari pangkuan Maya. Untunglah si Jhoni sudah tidur, jadi Pram bisa menuruti kemauan istrinya itu.
"Ayo! Berdiri Yang, kita mandi dibawah shower aja. Daripada berendam di bathtub, mending pake shower aja biar bisa aku mandiin kamu." Pram memegangi tangan Maya.
"Enggak ah, yang ada nanti kamu kebelet lagi kalau mandiin aku. ini udah siang Mas." Maya berdiri dan melepaskan genggaman tangan Pram. Ia berjalan menuju shower.
Pram tersenyum gemas melihat Maya. Ia mengikuti istrinya berjalan menuju shower.
Pram dan Maya saling membersihkan diri dan keramas dalam rangka mandi besar, hingga keinginan untuk bercumbu, mereka buang jauh-jauh untuk sementara waktu.
Setelah keduanya merasa bersih, mereka berpakaian rapi untuk menunaikan sholat subuh berjamaah di kamar hotel.
Suara Pram saat melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an terdengar begitu fasih dan khidmat. Maya sangat terharu mendengarnya. Air mata menetes di pipinya. Setelah selesai sholat, Maya mengecup punggung tangan Pram.
"Terima kasih," bisik Maya. "Seumur hidupku, selama aku berumah tangga dengan Mas Reno, tak pernah sekalipun ia membimbingku seperti ini."
Pram tersenyum lembut. "Sekarang ada aku," jawabnya. "Aku akan selalu berusaha menjadi imam yang baik untuk kamu dan Riko."
Maya memeluk Pram erat. Ia merasa sangat bahagia dan bersyukur atas kehadiran Pram dalam hidupnya.
Setelah sholat, mereka beres-beres untuk check out setelah malam pengantin yang 'hot' dan romantis. Mereka turun ke lobi untuk memesan sarapan.
Selesai sarapan, mereka bergegas menuju rumah mereka untuk menjemput Riko yang akan mereka bawa ke Bali.
Tepat pukul 6 pagi, mereka tiba di rumah. Bi Inem menyambut mereka dengan senyum hangat. "Riko sudah saya beri ASI yang disimpan di kulkas, Non. Ia juga sudah mandi air hangat. Ganteng sekali, Non," ujar Bi Inem.
" Oh iya Bi, makasih," jawab Maya, tersenyum kearah Bi inem yang menyahutnya dengan anggukan sopan.
Maya segera menghampiri Riko yang sedang bermain di ruang keluarga. Bayi itu tampak lucu dan menggemaskan dengan pipi yang tembem dan merona. "Anak Mama yang ganteng," sapa Maya sambil menciumi pipi Riko.
Pram tersenyum melihat interaksi antara Maya dan Riko. Ia merasa hatinya semakin mantap untuk menjadikan Maya sebagai ibu baru dari anaknya itu.
Setelah berpamitan dengan Bi Inem, Pram, Maya, dan Riko berangkat menuju Bandara Soekarno-Hatta. Mereka sudah tak sabar untuk menikmati liburan di Bali.
Namun, tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sejak tadi mengikuti mereka. Orang misterius itu terus mengawasi mereka sejak check out dari hotel. Ia mengenakan kacamata hitam dan masker yang menutupi sebagian wajahnya.
"Tunggu pembalasanku, Maya!" gumam orang misterius itu dengan nada penuh dendam. Ia terus menguntit mobil Pram hingga masuk ke area bandara.
Di dalam mobil, Maya tampak bahagia menggendong Riko. Ia sesekali menciumi pipi Riko dan mengajaknya berbicara. Pram yang sedang menyetir hanya tersenyum melihat kebahagiaan Maya.
"Yang, kamu bahagia?" tanya Pram.
Maya mengangguk mantap. "Sangat bahagia Mas. Aku tidak pernah menyangka akan sebahagia ini setelah semua yang terjadi," jawab Maya.
Sebelah tangan Pram menggenggam tangan Maya. "Aku janji, akan selalu berusaha membuatmu bahagia. Kamu dan Riko adalah prioritasku sekarang," ucap Pram dengan tulus.
Maya membalas genggaman Pram. Ia menatap mata Pram dengan penuh cinta. "Aku percaya padamu," kata Maya, bahagia bercampur haru.
Mobil yang mereka tumpangi akhirnya tiba di area parkir bandara. Pram memarkirkan mobilnya dan mereka segera turun. Pram mengambil stroller dari bagasi mobil dan mendudukkan Riko di dalamnya. Mereka kemudian berjalan menuju terminal keberangkatan.
Saat mereka sedang mengantri di security check, Maya merasa ada yang memperhatikannya. Ia menoleh ke sekeliling, tetapi tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. Ia mencoba mengabaikan perasaan itu dan fokus pada antrian di depannya.
"Kenapa perasaanku gak enak ya?.." hati Maya cemas.
Setelah melewati security check, mereka berjalan menuju ruang tunggu. Pram mencari tempat duduk yang nyaman untuk Maya dan Riko. Setelah menemukan tempat yang cocok, mereka duduk dan menunggu boarding time.
"Kamu mau minum sesuatu?" tanya Pram.
Maya menggeleng. "Tidak usah. Aku masih kenyang," jawab Maya, tersenyum.
Pram mengangguk. Ia kemudian mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi berita online. Ia ingin mencari tahu perkembangan terbaru tentang usahanya. Maklum, ia seorang CEO yang memiliki beberapa bidang usaha. Tak heran jika kemanapun ia pergi, selalu memantau keadaan semua perusahaannya.
Sementara Pram sibuk dengan ponselnya, Maya memperhatikan Riko yang sedang tertidur pulas di stroller. Ia mengelus lembut pipi Riko dan tersenyum. Ia merasa sangat bersyukur memiliki Riko dalam hidupnya. Riko adalah anugerah terindah yang ia terima saat ini.
"Kamu ganteng dan lucu Riko sayang.. Aku bahagia karena kini aku bisa punya anak lagi." Maya menunduk mendekati pipi Riko yang montok. ia mencium pipi bayi itu dengan lembut.
Tiba-tiba, Maya dikejutkan oleh suara pengumuman dari speaker. Petugas mengumumkan bahwa penerbangan mereka ke Bali sudah bisa boarding. Pram segera menyimpan ponselnya dan membantu Maya berdiri. Mereka kemudian berjalan menuju gate keberangkatan.
"Ayo Yang, kita harus tepat waktu."
"iya Mas, aku sangat gugup, belum pernah naik pesawat, Mas. Aku benar - benar senang." mata Maya berbinar senang.
Pram tersenyum, menggandeng tangan Maya, "Aku akan berusaha membuat kamu senang terus."
Saat mereka sedang berjalan, Maya kembali merasa ada yang memperhatikannya. "Ko, dia muncul lagi. Jangan - jangan dugaanku benar! Orang itu punya niat gak benar sama keluargaku!" Pikiran Maya kembali cemas.
Ia menoleh ke belakang dan melihat seorang pria berkacamata hitam sedang berdiri tidak jauh dari mereka. Pria itu tampak sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Maya merasa tidak nyaman dengan tatapan pria itu. Ia mempercepat langkahnya dan segera masuk ke dalam pesawat.
Di dalam pesawat, Maya merasa lebih tenang. Ia duduk di dekat jendela dan memangku Riko. Pram duduk di sebelahnya dan menggenggam tangannya.
"Kamu kenapa? kok, kayak tegang gitu?" tanya Pram penasaran.
Maya menggeleng. "Nggak apa-apa. Cuma perasaan aku aja kayaknya," jawab Maya.
Pram mengerutkan keningnya. "Perasaan apa?" tanya Pram lagi.
"Kayak ada yang ngawasin dari tadi," jawab Maya, sedikit berbisik.
Pram menoleh ke sekeliling, tetapi tidak melihat sesuatu yang mencurigakan. "Mungkin cuma perasaan kamu aja. Udah, nggak usah dipikirin, kita nikmati aja perjalanan ini. Mudah-mudahan gak ada apa-apa. Tenangkan saja pikiranmu. Ada aku yang menjagamu, Okey?" ujar Pram, mencoba menenangkan. Di genggamnya jemari Maya lebih erat.
Maya mengangguk. Ia mencoba menenangkan dirinya dan fokus pada penerbangan ke Bali. Ia berharap perasaannya hanya ilusi belaka.
Namun, jauh di dalam hatinya, Maya merasa ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Ia tidak tahu apa itu, tetapi ia merasa firasatnya tidak enak. Ia hanya bisa berdoa semoga ia dan keluarganya selalu dilindungi oleh Tuhan.
Sementara itu, di luar bandara, orang misterius itu melihat pesawat yang ditumpangi Pram dan Maya lepas landas dengan perasaan marah. Ia mengepalkan kedua tangannya.
"Kalian tidak akan bisa lari dariku," gumamnya. "Aku akan membuat hidup kalian menderita. Aku sudah dapat info kemana kalian pergi. Besok lusa, kalian akan aku beri kejutan!" gumamnya diiringi dengan senyuman sinis.
Orang misterius itu kemudian berbalik dan berjalan menuju mobilnya. Ia menyalakan mesin mobilnya dan melaju meninggalkan bandara.
Ia sudah menyiapkan rencana untuk membalas dendam kepada Maya. Tekadnya hanya satu, tak akan membiarkan Maya hidup bahagia dengan Pram. Ia akan menghancurkan Maya sampai ke akar-akarnya.