Kisah ini adalah kelanjutan dari Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas.
Di sini, Author akan lebih banyak membahas tentang Arjuna Jati Manggala, putra dari Arsha dan Raina yang memiliki Batu Panca Warna.
Batu Panca Warna sendiri di percaya memiliki sesuatu yang istimewa. 'Penanda' Bopo ini, barulah di turunkan pada Arjuna setelah ratusan tahun lamanya. Jadi, Arjuna adalah pemegang Batu Panca Warna yang kedua.
Author juga akan membahas kehidupan Sashi, Kakak Angkat Arjuna dan juga dua sepupu Arjuna yaitu si kembar, Naradipta dan Naladhipa.
Beberapa karakter pun akan ada yang Author hilangkan demi bisa mendapatkan fokus cerita.
Agar bisa mengerti alurnya, silahkan baca terlebih dahulu Novel Cinta Ugal - Ugalan Mas Kades dan juga Novel Bopo Kembar Desa Banyu Alas bagi pembaca yang belum membaca kedua Novel tersebut.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Kebobolan
"Mas... Mas... Bangun, Mas." Raina membangunkan suaminya yang masih tertidur lelap.
"Kenapa sih, Dek?" Tanya Arsha yang perlahan membuka matanya.
"Mas, lihat nih." Kata Raina.
"Apa, Sayang?" Tanya Arsha yang kemudian duduk dan bersandar di kepala ranjang.
"Mas lihat deh ini, aku hamil." Kata Raina sambil menunjukkan tiga buah test pack dengan dua garis merah yang terlihat jelas.
"Hah! Pripun, Sayang? (Hah! Gimana, Sayang?)" Tanya Arsha yang terkejut. Ia langsung mengambil test pack di tangan istrinya dan memperhatikan tiga test pack itu.
"Alhamdulillah." Lirih Arsha sambil tersenyum. Tentu saja ia senang mendengar kabar kehamilan istrinya itu.
"Tapi gimana bisa? Kamu kan KB, Dek?" Tanya Arsha.
"Aku juga gak tau, Mas. Kok bisa kebobolan gini. Padahal aku gak pernah telat suntik KB ke Saira, loh." Jawab Raina.
"Yasudah, gak apa - apa. Alhamdulillah, masih di beri amanah sama Allah. Di jaga baik - baik, ya." Ujar Arsha sambil mengusap - usap perut datar istrinya.
"Kenapa? Kamu kok malah sedih gitu to, Dek?" Tanya Arsha sambil menangkup wajah istrinya.
"Gimana ya reaksi anak - anak, Mas? Kalau mereka malu, gimana? Mereka udah pada besar loh, Mas. Mbak Aci udah mau kuliah, Mas Juna udah mau naik kelas tiga SMA. Jarak mereka berdua sama adiknya terlalu jauh, Mas." Jawab Raina yang khawatir.
Mendengar kekhawatiran istrinya, Arsha pun tersenyum lembut kemudian membawa Raina dalam pelukannya.
"Kok mikirnya gitu, sih, Dek. Anak - anak gak mungkin malu lah, punya adik di usia remaja. Lagian ini kan rezeki dari Allah, berkah dari Allah. Anak - anak pasti ngerti." Ujar Arsha yang berusaha menenangkan istrinya.
"Nanti kita bicara sama Mbak Aci dan Mas Juna. Jangan di jadikan beban pikiran, ya. Kasihan ini Anaknya yang di perut, kalau Ibu sedih." Imbuh Arsha sambil mengusap - usap perut Raina dan mengecup puncak kepala istrinya.
Setelah sholat subuh, Arsha meminta Arjuna dan Sashi untuk berkumpul di ruang keluarga. Biasanya saat libur seperti ini, Arjuna dan Sashi akan kembali bersantai - santai di dalam kamar sampai matahari mulai nampak sedikit tinggi.
"Kenapa, Yah, Bu?" Tanya Arjuna sambil merebahkan diri di paha Arsha dengan masih memakai baju koko, peci juga sarung, setelah Sholat berjamaah di Masjid.
"Ada yang mau Ayah dan Ibu bicarain." Jawab Arsha yang langsung membuat kedua anaknya berubah ekspresi wajahnya.
"Penting ya, Yah?" Tanya Sashi dengan wajah serius dan penasaran.
"Ya, menurut Ayah penting." Jawab Arsha.
"Cepetan, Yah. Bikin penasaran aja." Ujar Arjuna yang langsung duduk karena penasaran.
"Mas Juna sama Mbak Aci, In Syaa Allah mau punya adik." Kata Arsha yang membuat kedua anaknya terdiam.
"Apa? Gimana, Yah? Mau punya Adik?" Tanya Arjuna.
"Maksudnya Ibu hamil?" Tanya Sashi.
"Iya, Alhamdulillah Ibu hamil." Jawab Raina dengan suara sedikit ragu sambil menunjukkan tiga buah test pack.
"Serius ini, bukan prank kan?" Tanya Sashi sambil memperhatikan test pack yang ia ambil dari atas meja.
"Beneran ini, Yah, Bu? Bukan pake sepidol kan ini?" Tanya Arjuna yang turut memperhatikan test pack di tangan Sashi.
"Kok ya kurang kerjaan banget to, Mas, Mbak, kalo Ayah sama Ibu mau ngerjain kalian." Gerutu Arsha.
"Itu beneran, loh, Mas, Mbak." Imbuh Raina.
"Alhamdulillah!" Seru Sashi dan Arjuna yang refleks langsung berpelukan.
"Alhamdulillah, akhirnya aku punya Adek, punya mainan." Seru Arjuna girang.
"Alhamdulillah, idup kita gak sepi - sepi lagi." Timpal Sashi tak kalah girangnya.
Arsha dan Raina pun nampak lega, mereka bahkan tertawa melihat reaksi Arjuna dan Sashi yang nampak girang, berbanding terbalik dengan apa yang Raina takutkan.
"Emang kalian ngerasa sepi, Mbak, Mas?" Tanya Arsha.
"Sepi lah, Yah. Apa lagi kalo libur gini. Bosen juga mainan sama Panav terus. Mau main sama temen - temen juga sering mager." Jawab Arjuna.
"Padahal hari - hari Ayah rasanya selalu menyala loh. Kayak dar - der - dor, tiap hari gara - gara ulah kalian berdua." Jawab Arsha yang membuat Anak dan Istrinya tertawa.
"Gak nyangka, ternyata Allah ngabulin khayalan kita." Ujar Arjuna.
"Khayalan gimana, Mas?" Tanya Raina.
"Minggu lalu, aku, Mbak Aci, Nala sama Dipta tuh ngomongin soal pingin punya Adik. Nala tak suruh minta Adik sama Bopo dan Buna, eee malah Ibu yang hamil." Jawab Arjuna.
"Bu, emang gak apa - apa kalau Ibu hamil? Kan usia Ibu udah empat puluh tahun." Tanya Sashi yang kini merasa khawatir.
"Belum tau, Mbak. Ibu juga belum cerita sama Yang Ti atau Buna. Lha wong Ibu ya baru tau ini, gak nyangka kalo kebobolan di usia empat puluh tahun gini." Jawab Raina.
"Pantes kok Ibu akhir - akhir ini sering loyo dan sering ngerasa meriyang." Kata Sashi.
"Doakan aja ya, Mas, Mbak. Mudah - mudahan Ibu sama Adek selalu sehat dan kehamilannya lancar sampe melahirkan." Ujar Arsha yang di aminkan oleh Istri dan Anak - Anaknya.
Kabar kehamilan Raina ini tentu langsung menyebar ke Keluarganya. Kebahagiaan dan kekhawatiran pun turut di rasakan oleh anggota keluarga yang lain karena usia Raina yang seharusnya sudah tak di perbolehkan hamil lagi.
Sore itu juga, Arsha membawa Raina ke Dokter Kandungan untuk memeriksakan kandungan Raina. Syukurnya, kehamilan yang sudah memasuki minggu ke sembilan itu dalam kondisi sehat. Raina pun tak mengalami keluhan yang berlebihan kecuali mual dan pusing, sewajarnya seperti ibu hamil lainnya.
Raina dan Arsha juga merasa jauh lebih tenang karena ada Saira yang akan selalu memantau kehamilan Raina. Begitu juga Runi yang tentu akan selalu memantau kondisi menantu dan cucunya. Walaupun sudah berusia senja, tetapi Runi tetap masih aktif, bugar dan lincah.
"Ibu tidur aja kalo mual dan pusing, biar Aci yang masak." Kata Sashi saat Ibunya tak bisa banyak beraktifitas karena teler.
Setelah memastikan Ibunya beristirahat, Sashi pun segera ke dapur untuk menyiapkan bahan masakan yang ada di kulkas.
"Mbak Aci, masak apa?" Tanya Arjuna yang menghampiri Sashi setelah jogging bersama Dipta pagi itu.
"Goreng ikan sama mau numis sayur kangkung yang ada di kulkas." Jawab Sashi.
"Ayah mana? Ibu masih teler, ya?" Tanya Arjuna.
"Ayah kayaknya ke sawah sama Yang Kung. Iya, ibu masih teler tuh di kamar." Jawab Sashi.
"Tak bantuin ngiris cabe sama bawangnya kalo gitu." Kata Arjuna yang kemudian mulai mengiris - iris cabe dan perbawangan yang sudah di siapkan Sashi.
"Mbak, jangan sambil cuci piring, nanti gosong ikannya." Komentar Arjuna tanpa menghentikan kegiatannya.
"Aman, udah biasa kok." Jawab Sashi.
Saat sedang asyik menggoreng ikan dan menyiangi kangkung, samar - samar Sashi mendengar suara sesenggukan. Sashi pun langsung menoleh ke sumber suara yang ada di belakangnya.
"Ya Allah, kamu kenapa, Jun? lha kok malah nangis?" Tanya Sashi yang terkikik geli.
"Sedih, Mbak. Cuma ngiris bawang ternyata bisa se mellow ini, ya. Banyu motoku leh mili ra gelem mandek. (Air mataku yang ngalir gak mau berhenti.)" Jawab Arjuna yang membuat Sashi makin terbahak - bahak.