"Aku tidak butuh uangmu, Pak. Aku hanya butuh tanggung jawabmu sebagai ayah dari bayi yang aku kandung!" tekan wanita itu dengan buliran air mata jatuh di kedua pipinya.
"Maaf, aku tidak bisa!" Lelaki itu tak kalah tegas dengan pendiriannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seseorang
Pagi ini Bu murni ikut membantu bibik menyediakan sarapan. Tentu Bu murni menyediakan sarapan untuk Sofia. Entah kenapa wanita itu sangat perhatian dan sayang sekali pada Sofia. Ia hanya kasihan mendengar kisah Sofia yang tak memiliki orangtua dan di perlakukan buruk oleh lelaki yang tak bertanggung jawab.
"Pagi, Ma!" sapa seseorang yang baru saja pulang. Terlihat masih mengenakan jaket hitam khas seorang penyidik.
"Eh, kamu udah pulang? Kenapa semalam nggak kasih kabar mama kalau ada tugas ke luar kota?" protes mama seraya menyerahkan tangannya pada sang anak.
"Maaf Ma, semalam aku buru-buru. Yang penting sekarang aku kan udah pulang dengan selamat," jawabnya mengecup punggung tangan dan juga pipi mama.
"Yasudah, sekarang kamu mandi sana. Habis itu kita sarapan bersama," titah mama.
"Aku udah sarapan tadi di kantin, mau langsung tidur aja setelah mandi. Mama lanjut aja sarapannya," jawab Axel yang sangat mengantuk semalaman nggak tidur.
"Tapi ada yang ingin mama omongin sama kamu, Xel."
"Nanti saja ya, Ma. Kebetulan hari ini aku nggak kerja. Aku benar-benar ngantuk Ma."
"Yasudah, nanti saja kita ngomongnya. Pergi sana istirahat!"
"Siap, Ma!" Axel segera beranjak untuk naik ke lantai dua. Di tangga ia berpapasan dengan Seno. Terlihat adiknya itu sudah rapi dengan outfitnya. Sedikit berbeda penampilan sang adik. Aromanya lebih menguar di indra penciumannya.
"Weh, udah pulang bapak polisi. Kuyu banget tuh muka," canda Seno.
"Ngantuk banget aku. tumben jam segini kamu udah rapi? Biasanya ke RS jam sembilan?" tanya Axel sedikit penasaran.
"Ke RS memang jam sembilan. Tetapi mau tebar pesona dulu di bawah," celetuk Seno.
"Eh, mau tebar pesona sama siapa kamu? Sama bik Nani? Atau bik sumi?"
"Ish, apaan sih pikiran Abang. Ya nggaklah, udah pada tuir, tapi kayaknya cocok buat Abang tuh."
"Hahaha.... Gila kamu. Udah ah, aku mau tidur dulu." Axel menanggapi dengan kekehan dan segera berlalu dari hadapan adiknya.
Seno menuruni tangga dengan siulan kecil. Pagi ini mood pak dokter sedang bagus sekali. Tak tahu apa penyebabnya.
"Pagi Ma, Pa!" sapa Seno pada kedua orangtuanya yang sudah duduk di kursi meja makan.
"Pagi Nak. Duduklah!" sahut mama seraya mengisi piring bagian Seno dengan menu yang tersedia.
"Sofia nggak ikut sarapan Ma?" tanya Seno.
"Udah sarapan, tetapi mama antar ke kamarnya. Biar benar-benar istirahat total, mama masih takut dengan kondisinya yang rawan pendarahan," jawab mama memang begitu.
"Nanti aku periksa kondisi bayinya," timpal Seno.
"Iya, nanti kamu coba periksa. Semoga keadaan bayinya baik-baik saja."
"Tapi Sofia tidak ada keluhan kan, Ma?" sambung papa.
"Nggak sih, Pa. Alhamdulillah katanya sudah jauh lebih baik, tetapi kita kan tetap harus pantau keadaan bayinya di dalam."
Obrolan berlanjut menemani sarapan pagi keluarga kecil itu. Selesai sarapan, Seno dan mama menyambangi kamar Sofia.
"Apakah aku mengganggu?" tanya Seno tersenyum tipis.
"Ah, nggak Dok. Sama sekali nggak mengganggu," jawab Sofia seketika hendak duduk. Ia merasa sungkan karena hanya rebahan tak melakukan apapun.
"Nggak perlu duduk, berbaring saja. Aku hanya ingin memeriksa datak jantung bayi," cegah Seno membuat niat Sofia urung.
Sofia mengangguk patuh. Ia tetap berbaring dengan perasaan sangat sungkan dan canggung.
Seno mengenakan stetoskopnya, lalu merunduk untuk memeriksa.
"Maaf, aku izin periksa ya Sof," ujar lelaki itu.
Sofia hanya mengangguk pelan. Bu murni duduk di bibir ranjang sedikit membuat Sofia lebih tenang.
"Gimana, Sen?" tanya mama saat Seno menyudahi pemeriksaannya.
"Alhamdulillah detak jantung bayinya bagus, Ma. Hanya perlu istirahat saja hingga kondisinya benar-benar pulih," terang Seno membuat mama dan Sofia mengucapkan rasa syukur.
"Kamu tetap istirahat ya, jangan lupa obatnya di minum. apapun yang kamu butuhkan, panggil bik Nani. jangan melakukan apapun," pesan Bu murni sebelum beranjak.
"Baik, Bu. Terimakasih untuk ibu dan dokter Seno," ucap Sofia tulus. Ia sangat bersyukur di pertemukan oleh keluarga baik ini.
Bu murni tersenyum hangat. "Jangan sungkan ya, anggap saja ini rumah kamu sendiri," ucapnya menggenggam tangan wanita hamil itu. Tatapannya begitu teduh sehingga membuat Sofia menemukan sosok sang ibu pada dirinya.
"Dan kamu juga bisa konsultasi sama aku kapan saja. Bisa minta nomor ponsel kamu?" ujar Seno.
"Ah ya." Sofia segera meraih ponselnya, lalu menyerahkan nomor ponselnya pada sang dokter.
Seno dan mama keluar dari kamar murni. Sementara itu papa sudah pergi terlebih dahulu. Karena ada pabrik cabang yang harus di tinjau.
"Bik, titip Sofia ya. Jika ada sesuatu segera hubungi aku," pesan Seno sebelum berangkat.
"Baik, Den," jawab bibik patuh.
"Jangan lupa makan siangnya di sediakan ya, Bik. Obatnya di ingatkan untuk di minum. Nanti jam dua suruh Axel jemput saya ke RS," pesan Bu murni pada Art nya.
"Baik, Bu."
Axel membuka mata saat suara ponselnya mengganggu tidur lelapnya.
"Halo," jawabnya dengan suara serak.
"Kamu masih tidur, Mas?"
"Iya, ngantuk banget."
"Aku hari ini balik ke indonesia, Mas."
"Apa! Kamu serius?" seketika rasa kantuk lelaki itu hilang.
"Serius, Mas. Nanti kamu jemput aku di bandara ya."
"Tentu, aku akan jemput kamu. Jam berapa sampai di bandara?"
"Malam mas, mungkin jam tujuh."
"Oke, nanti aku tunggu kamu disana."
Axel segera bangkit dari tidurnya. Ia hanya mencuci muka, karena tadi sebelum tidur udah mandi terlebih dahulu.
Axel turun ke lantai satu. Perutnya juga sudah terasa lapar minta di kenyangkan.
"Mama pulang jam berapa hari ini, Bik?" tanya Axel seraya menarik sebuah kursi makan.
"Jam dua, Den. Tadi ibu pesan, minta den Axel jemput ibu di RS," jawab bibik memang begitu.
"Oh yaudah, nanti aku jemput." Axel segera mengisi piringnya sendiri.
Sementara itu Sofia melihat botol minumnya kosong, maka ia berniat untuk mengambil minum sendiri. Ia merasa sangat sungkan bila harus memanggil bibik hanya untuk mengisi botol minumnya. Rasanya tidak ada masalah bila melakukannya sendiri.
Dengan sangat pelan Sofia berjalan menuju dapur. Namun, ia melihat seseorang duduk di meja makan.
"Bik, nanti tolong cuciin sepatu dinas aku ya. Soalnya semalam kena lumpur," ucap Axel yang mengira itu bibik yang ada di belakangnya.
Bersambung....