Gadis berusia dua puluh tahun harus merelakan impian pernikahannya dengan sang kekasih demi memenuhi keinginan terakhir sang ayah. Ia di jodohkan dengan bujang lapuk berusia empat puluh tahun yang hidup dalam kemiskinan.
Namun siapa sangka, setelah enam bulan pernikahan Zahira mengetahui identitas asli sang suami yang ternyata seorang milyarder.
Banyak yang menghujatnya karena menganggapnya tidak pantas bersanding dengan sang suami hingga membuatnya tertekan. Akan kah Zahira tetap mempertahankan pernikahan ini atau ia memilih untuk meninggalkan sang suami?
Dukung kisahnya di sini!
Terima kasih buat kalian yang mau suport author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEPERGIAN AYAH MEMBUATKU TAHU SEMUANYA
Di saat Hira merasa sedih karena harus merekakan cinta pertamanya, pak Handoyo justru merasa senang. Ia tersenyum bahagia karena pada akhirnya putri satu satunya jatuh ke tangan pria yang tepat baginya. Bukan tanpa alasan pak Handoyo memilih Aarav menjadi menantunya, padahal ia tahu kalau Hira akan menikah dengan Rama. Namun biarkan alasan itu pak Handoyo yang menyimpannya sendiri.
" Maaf Hira jika ayah telah membuatmu sedih karena kamu gagal menikah dengan pria yang kamu cintai. Seandainya kamu tahu kalau Rama bukan pria yang baik, kamu pasti akan berterima kasih kepada ayah saat ini. Ayah tidak tega memberitahu tentang Rama nak, kalau pun ayah memberitahumu, ayah takut kamu terluka nak atau bahkan tidak percaya dengan ucapan ayah sama sekali. Sejujurnya ayah ingin mengatakan yang sebenarnya, namun ayah takut, ayah khawatir dengan perasaanmu. Mungkin Tuhan sedang memihak pada seorang ayah yang tidak ingin putrinya terluka hingga Tuhan memberikan kesempatan ini pada ayah. Jadi biarkan suatu hari nanti kamu mengetahui kebenaran itu sendiri." Ujar pak Handoyo dalam hati. Entah kebenaran apa yang ia ketahui tentang Rama, hanya ia yang tahu.
Sadar sang istri menangis, Aarav menarik dagu Hira, ia menatap Hira sambil tersenyum lalu mengusap air mata yang menetes membasahi pipi istrinya.
" Apa kamu menyesal setelah pernikahan ini berlangsung hmm?" Tanya Aarav terus menatap wajah Hira yang terlihat sangat cantik.
" Tidak om." Sahut Hira menggelengkan kepala.
" Aku bisa mengerti perasaanmu saat ini. Kamu sedih karena tidak jadi menikahi kekasihmu. Kali ini aku ijinkan kamu menangis karena baru berpisah darinya. Tapi ke depannya, aku tidak akan mengijinkanmu menangisi pria lain di depanku. Apa kau mengerti?" Aarav langsung memberi ultimatum kepada Hira.
Hira hanya bisa menganggukkan kepala. Ia beranjak mendekati sang ayah di ranjangnya.
" Ayah, aku sudah mengabulkan keinginan ayah. Ayah harus sembuh supaya ayah bisa melihat aku bahagia hidup bersama om Aarav." Ujar Hira.
" Sekarang dia sudah menjadi suamimu. Berhenti memanggil dia om, ubah panggilanmu nak sebagai bukti baktimu kepada suamimu." Tutur pak Handoyo.
" Baik ayah, ke depannya aku akan memanggil om Aarav dengan panggilan yang lebih pantas." Sahut Hira menurut.
" Kamu memang anak yang baik nak. Berbahagialah kalian berdua, ayah bisa pergi dengan tenang."
" Ayah jangan seperti ini! Ayah pasti sembuh." Ujar Hira menyentuh lengan sang ayah. Lengan yang dulu kekar kini nampak lemah di bungkus kulit kulit yang sudah keriput.
Pak Handoyo menatap Aarav, " Nak Aarav, aku serahkan putriku satu satunya kepadamu. Kelak, sayangi dan cintai dia setulus hati. Jangan sakiti dia karena dia sudah tidak punya siapa siapa lagi di dunia ini setelah kepergianku nak." Mendengar itu, Hira kembali meneteskan air mata. Entah mengapa firasat buruk menyergap hatinya.
" Baik ayah, aku janji akan menyayangi Hira dengan tulus." Sahut Aarav.
" Heeeh" Nafas pak Handoyo tiba tiba tersengal.
" Ayah." Hira panik seketika.
" Hira terima kasih sudah mewujudkan keinginan ayah. Sekarang ayah bisa pergi dengan tenang."
Deg...
" Tidak ayah, ayah tidak akan pergi kemana mana." Ujar Hira sambil menangis.
Setelah mengatakan itu mata pak Handoyo terpejam, tangannya lemas membuat Hira berteriak histeris.
" Ayaaaahhh!!!!!!!"
" Tenang Hira!" Aarav hendak memeluk Hira namun Hira berontak.
" Tidak, ayah tidak boleh pergi." Hira mengguncang tubuh sang ayah tercinta. " Ayah bangun ayah! Jangan takuti Hira seperti ini. Hira tidak bisa hidup tanpa ayah. Ayah Hira mohon hikssss." Hira memeluk sang ayah ketika sang ayah tidak bergerak sama sekali.
Beberapa dokter datang memeriksa pak Handoyo. Terpaksa Aarav menjauhkan Hira dari tubuh ayahnya.
" Ayah hiks..." Tanpa sadar Hira menyusupkan wajahnya ke dada bidang suaminya. Ia memeluk Aarav dengan erat. Tanpa Hira sadari, Aarav menyembunyikan senyumannya, hatinya membuncah entah karena apa. Ia membalas pelukan Hira lalu mengelus kepala Hira dengan lembut.
" Innalillahi wainnailaihi roji'un. Pasien telah meninggal dunia nona."
Luruh sudah dunia Hira saat ini. Jika saja Aarav tidak memeluknya dengan erat, tubuh Hira sudah jatuh ke lantai.
" Hiks... Hiks.. Ayah." Isak Hira.
" Yang sabar Hira. Ikhlaskan ayah agar kepergiannya mendapat jalan terang dan kubur yang luas. Kamu harus kuat ya, ada mas di sini." Ucap Aarav menyebut mas pada dirinya sendiri.
" Kenapa ayah pergi secepat ini om? Ayah meninggalkan aku sendirian. Aku tidak punya siapa siapa lagi hiks.. "
" Siapa bilang kamu sendiri hmm? Apa kamu lupa kalau kita sudah menikah? Ada mas dan ibu yang akan selalu menyayangi kamu." Sahut Aarav. Ia mengelus punggung Hira dengan penuh kasih sayang.
" Ayah hiks... " Hira begitu meratapi kepergian sang ayah tercinta. Bagaimana tidak? Cinta pertama anak perempuan yaitu ayahnya. Kini cinta itu telah tiada. Adakah yang bisa menggantikan cinta seorang ayah? Tidak! Meskipun itu suaminya sendiri, karena seorang ayah rela melakukan apa saja demi anaknya sedangkan suami hanya menjalankan tugas dan kewajibannya.
Aarav mengecup pucuk kepala Hira, hatinya sedikit terusik dengan kejadian ini. Ada satu hal yang sangat ia takutkan.
" Semoga setelah ini Hira tidak meminta cerai dariku." Batin Aarav.
**
Selesai acara pemakaman, Hira tidak langsung ke rumah. Ia meminta Aarav untuk menurunkannya di sebuah taman kecil yang terletak di pinggir sawah yang mereka lewati.
" Apa kamu yakin mau turun di sini?" Tanya Aarav.
" Iya om, aku mau duduk sebentar di sini." Sahut Hira. Pandangannya kosong menatap ke hamparan sawah yang nampak hijau di depannya.
" Mas temani ya." Ujar Aarav khawatir terjadi hal buruk pada sang istri.
" Biarkan aku sendiri om. Om pulang duluan saja. Aku butuh waktu sejenak untuk menenangkan pikiranku." Ucap Hira.
" Baiklah mas tidak akan mengganggumu, mas akan tunggu kamu di warung itu ya. Mas khawatir kamu kenapa napa."
Tidak mau menanggapi Aarav lebih jauh, Hira menganggukkan kepala.
Aarav kembali melajukan motornya ke warung yang ada di depan sana, sedangkan Hira duduk di kursi panjang yang ada di taman itu. Beruntung ini sore hari hingga cuaca tidak begitu panas.
Hira menatap ke depan, kejadian yang menimpa dirinya hari ini begitu membuatnya terpukul. Ia pikir, dengan mengabulkan keinginan sang ayah, ayahnya akan kembali sehat. Namun rupanya takdir telah mempermainkannya. Setelah ia merelakan pernikahan impiannya bersama dengan sang kekasih, justru ayahnya meninggalkannya. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan ke depannya. Apakah ia harus memenuhi janjinya kepada ayahnya untuk menghabiskan waktunya bersama dengan Aarav? Atau ia akan memilih berpisah dengan Aarav dan melanjutkan hubungannya kembali dengan Rama?
" Ayah aku ikut." Tiba tiba terdengar teriakan seorang anak kecil. Hira tidak menghiraukannya, ia masih fokus dengan dunianya sendiri.
" Tidak bisa Aning, ayah mau takziah ke rumah teman ayah."
Deg...
Jantung Hira berdetak sangat kencang begitu mendengar suara yang sangat sangat sangat familiar baginya karena ia mendengar suara itu lebih dari dua tahun lamanya.
Karena penasaran, Hira menoleh ke kanan dimana ada jalan setapak yang menghubungkan jalan itu ke rumah warga. Matanya menyipit melihat sosok yang sangat familiar yang sedang berdiri membujuk seorang anak perempuan berusia tiga tahunan.
" Pokoknya Aning mau ikut. Selama ini ayah tidak pernah mengajak Aning kemana mana. Bahkan ayah jarang mengunjungi Aning. Pokoknya Aning mau ikut huaa..." Anak itu menangis karena permintaannya tidak di penuhi.
Hira berdiri terpaku di tempatnya, ia terus melihat mereka berdua dengan perasaan campur aduk.
Nampak seorang wanita menghampiri ayah dan anak itu.
" Kamu itu kenapa sih Ram sama anak sendiri begitu? Seharusnya kamu mulai menjalin hubungan baik dengan kami. Bukan kah pernikahanmu dengan Hira batal? Itu artinya kamu bisa donk menikahi aku dan memberikan status kepada Aning. Bagaimana pun juga Aning anak kandungmu."
Jeduarrrr...
Entah siapa yang meletakkan bom di dada Hira hingga bom itu meledak saat ini. Kepala Hira berdenyut nyeri, jantungnya berdetak sangat kencang mendengar jelas ucapan wanita itu.
" Ingat Ayu, Aning terlahir karena sebuah kecelakaan bukan atas dasar suka sama suka. Itu wajar terjadi karena kenakalan remaja. Karena aku mabuk waktu itu makanya aku sentuh kamu. Dan aku sudah bertanggung jawab dengan menafkahi kalian berdua selama ini. Tapi untuk pernikahan, kau tidak akan pernah mendapatkannya karena wanita yang aku cintai hanya Hira. Zahira Kirana." Tegas Rama.
" Tapi dia akan menikah dengan orang lain Rama, sudah waktunya kamu lupakan dia." Ujar wanita bernama Ayu.
" Pernikahan belum terjadi, ayah Handoyo sudah meninggal. Itu berarti pernikahan Hira dengan om Aarav batal. Hira akan melanjutkan pernikahannya denganku." Ujar Rama yang belum tahu menahu tentang pernikahan Hira.
" Kenapa kau begitu tega pada kami berdua Rama? Kami sudah menunggumu selama bertahun-tahun lamanya. Aku pikir, inilah cara Tuhan menunjukkan jalan untuk kau menikahiku. Tapi apa? Kau justru masih mengharap menikah dengan wanita lain. Aku cukup sabar selama ini Rama. Aku mengandung anakmu, aku membesarkan anakmu tanpa status. Tapi pengorbanan ini sama sekali tidak berarti untukmu." Ujar wanita bernama Ayu.
" Aku tidak mencintaimu, aku hanya mencintai Hira dan aku hanya ingin hidup bersamanya." Ucap Rama.
" Apa kamu yakin Hira mau hidup bersama pria brengsek sepertimu kalau dia tahu kamu memiliki anak dari wanita lain?"
" Tutup mulutmu Ayu!!!" Bentak Rama menunjuk wajah Ayu. Wanita yang menjadi temannya saat SMA.
" Aku yakin, Hira pasti mau menikah denganku. Dia mencintaiku, dan aku mencintainya. Ya.. Hira pasti mau menikah denganku."
" Aku tidak mau."
Jeduaarrr....
TBC....