Elena terikat pernikahan sejak umurnya menginjak 17 tahun. Awalnya pernikahan ini tidak ia ketahui, hingga saat umurnya menginjak 20 tahun, barulah ia mengetahui bahwa ia sudah menikah selama 4 tahun. Namun yang membuat Elena bertanya, siapa pria yang berstatus sebagai suaminya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wendy081104, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Cahaya matahari pagi masuk dan mengusik tidur gadis itu. Perlahan Elena terbangun di pelukan Alex, tidak tahu sudah pukul berapa hari ini. Tapi saat Elena mengumpulkan nyawanya, dirinya langsung menarik napasnya pelan, Alex tidak memakai baju sama sekali. Padahal tadi malam Elena sudah memintanya untuk memakai baju.
Namun detik berikutnya Elena tertegun.
"Luka apa ini?" batin Elena melihat luka di lengan kiri Alex, yang sepertinya belum sembuh sepenuhnya, kemudian tersadar akan sesuatu.
Alex merasakan ada yang menindih tubuhnya, dirinya membuka matanya perlahan melihat Elena yang sudah berada di atasnya, dan duduk di perut sixpack pria itu.
"Ada apa?" Alex sedikit gugup melihat wajah dingin Elena.
Elena duduk di atas perut Alex, sambil menatap pria itu tajam. "Kamu...apa kamu pria yang menarikku di gang malam itu?" tanya Elena datar.
Alex sedikit terkejut karena lukanya yang belum sepenuhnya sembuh, dirinya tidak menyangka Elena masih mengingatnya. "Sialan...jika begini aku tetap memakai bajuku semalam." batin Alex, merutuki dirinya yang ceroboh.
"Sweetie, dengarkan aku..." kata Alex setengah gagap.
Elena menyeringai tipis. "Aku mendengarmu, jadi jawab aku, kamu atau bukan?" tanya Elena.
"Itu aku," jawab Alex pelan, namun Elena bisa mendengarnya.
"Lalu? Jangan bilang saat itu, kamu sudah mengenalku?" Elena mengangkat alisnya, menunggu perkataan suaminya itu.
"Tidak. Saat itu aku tidak mengenalmu, karena luka tembak ini! Setelah kamu pergi barulah aku meminta David untuk mencari identitasmu, melalui CCTV yang ada di depan gang itu." jelas Alex.
Elena menarik napasnya pelan, "Luka ini belum sembuh, lalu mengapa kamu tidak menggunakan apapun untuk menutupnya, apa kamu ingin tanganmu di amputasi?" kata Elena.
"Amputasi?" tanya Alex bingung.
Elena menepuk kening Alex kasar. "Astaga. Amputasi berarti memotong tanganmu, jika di potong kamu akan berakhir memiliki satu tangan saja." kata Elena setengah membentak, pria ini benar - benar tidak bisa menjaga dirinya.
"Dimana kotak P3K, jangan bilang di tempat sebesar ini, kamu tidak memiliki benda darurat itu?" Elena turun dari atas Alex, lalu turun dari ranjang dan mencari kotak P3K.
"Di bawah meja sebelah kirimu." kata Alex.
Elena mengikuti perkataan Alex. Elena lalu menyuruh Alex bangun, dan mulai mengobati ulang luka itu. Sepanjang mengobati luka itu Elena tidak berhenti mengoceh, yang membuat Alex hanya duduk seperti patung dan mendengarkannya.
·–·–·–·–·
David yang berada di perusahaan, terdiam melihat Lily yang datang ke sana. Dengan sikap tenang David menerima Lily, dan bertanya apa yang Lily lakukan di sini. David datang ke perusahaan atas perintah Alex, pria itu mengatakan tidak akan masuk ke perusahaan hari ini. Dan David bisa menebak apa maksud tuannya itu. Namun David tidak menyangka akan bertemu dengan wanita ini di sini.
"Aku ingin bertemu dengan Alex." kata Lily to the point.
David menatap Lily, tanpa terganggu oleh kehadiran wanita itu. "Nona, tidak ada satupun yang bisa bertemu dengan direktur, sebelum membuat janji resmi." kata David tenang.
Wajah Lily berubah masam. "Beraninya kamu mengatakan itu padaku?! Aku adalah calon istrinya!" suara Lily menggema di ruangan itu, untung saja ruangan itu kedap suara jadi tidak ada, yang akan mendengarnya.
"Jika nona bersikeras untuk bertemu dengan direktur, maka anda harus menelponnya sendiri. Jika direktur tidak menjawab panggilan anda, itu berarti Anda tidak penting untuknya." sambung David yang membuat amarah Lily membuncang.
Lily menatap David dengan tatapan tajam, tangannya mengepal erat. Ia tak menyangka David akan bersikap dingin seperti itu padanya. "Kamu berani sekali meremehkan aku? Aku adalah calon istri Alex. Aku berhak bertemu dengannya!" Lily membentak David.
"Maaf, Nona. Tapi aturan di perusahaan ini, sangat ketat. Tidak ada yang bisa bertemu dengan direktur tanpa janji temu. Bahkan keluarga direktur sekali pun, harus mematuhi aturan itu," jawab David dengan nada yang tetap sopan namun tegas.
Lily terdiam sejenak. Ia menatap David dengan tatapan, yang penuh kebencian. Ia tak percaya bahwa David berani menentangnya. "Baiklah, jika begitu. Aku akan menunggu di sini, sampai Alex datang." kata Lily.
Lily duduk di sofa yang berada di ruangan itu. Dia menatap David dengan tatapan yang mematikan. Dirinya bertekad untuk menunggu Alex sampai pria itu datang. David mengangguk perlahan. Dia tahu bahwa Lily tidak akan pergi, sebelum ia bertemu dengan Alex. Namun, David tak bisa melakukan apapun. Karena dia tahu, tuannya itu tidak akan datang ke perusahaan hari ini.
David meninggalkan ruangan itu. Lily menatap pintu yang tertutup, dengan tatapan yang penuh kebencian. Ia bertekad, untuk menunggu Alex sampai pria itu datang. Ia akan membuat Alex menyesal, telah menolak teleponnya.
·–·–·–·–·
Alex dan Elena sedang berada di mobil menuju kampus Elena, sepanjang jalan ponsel Alex yang berada di jas pria itu terus berbunyi, namun anehnya pria itu terus mengemudikan mobilnya, tanpa menatap ataupun mengambil ponsel itu.
"Apa kamu tidak akan menjawabnya?" tanya Elena, yang sudah jenuh dengan panggilan telepon Alex.
"Tidak perlu. Hanya telepon yang tidak penting." sambung Alex.
Elena menatap Alex, tapi setelah itu langsung memusatkan pandangannya ke arah luar, menatap keramaian dari jendela mobil itu. Elena tidak menyangka bahwa penthouse Alex, sangat dekat dengan kampusnya. Hanya 20 menit perjalanan, sudah sampai di sana, tepatnya di depan fakultas Elena.
"Jam berapa kamu pulang?" tanya Alex, melihat Elena yang melepaskan sabuk pengaman itu.
"Jam setengah 5." jawab Elena singkat.
"Kalau begitu tunggu aku, aku akan datang menjemputmu." kata Alex.
Tanpa mengatakan apapun lagi, Elena langsung keluar dari mobil itu, dan berjalan masuk ke dalam fakultas itu. Sedangkan Alex hanya menatap Elena hingga istrinya itu, menghilang dari pandangannya. Alex langsung menghidupkan mobilnya dan menuju perusahaan, sepanjang jalan wajahnya terus dingin dan dingin. Bahkan tangannya, mencengkram kemudi mobil hingga uratnya terlihat.
"Menganggu saja, sepertinya aku harus memberi peringatan keras." gumam Alex.
Alex sampai di perusahaan miliknya, melangkah masuk dengan mantap, saat sampai di lantai 81 David sudah menunggu Alex di sana. Padahal hari ini dia tidak ingin datang ke perusahaan.
"Tuan." David tidak menyangka Alex akan datang ke perusahaan.
"Agenda hari ini?" Alex masuk ke ruangannya, sambil melepaskan jaketnya, lalu duduk di kursi kekuasaan miliknya, dan mendengarkan David dengan serius.
Setelah David membacakan semua agenda hari ini, Alex langsung membuka laptopnya dan menyuruh David, untuk mengambil semua berkas yang penting yang perlu di tandatangani olehnya.
"Tuan, bagaimana dengan wanita itu? Dia sedang menunggu di ruangan." kata David hati - hati.
"Beritahu keamanan untuk mengusirnya, jika aku yang mengusirnya, aku akan menggunakan kekerasan dan menyakiti wanita itu." kata Alex tanpa mengalihkan fokusnya dari laptopnya.
David langsung keluar dari ruangan Alex, dan melakukan sesuai perintah tuannya itu. Tiba - tiba Alex mendengar suara teriakan penolakan dari ruangan itu, lalu tersenyum puas. Berani sekali wanita itu datang dan mengaku sebagai calon istrinya? Sepertinya wanita itu sudah bosan hidup.
"LEPASKAN AKU! KALIAN MENDENGARKU!" Lily berteriak pada keamanan yang menyeretnya tanpa ampun.
"Kami hanya mengikuti perintah nona, tolong bekerjasamalah." kata salah satu dari mereka.
Di lobby perusahaan itu, Lily yang di seret oleh petugas keamanan itu langsung mendapatkan perhatian, dari seluruh karyawan di sana. Mereka berbisik satu sama lain, melihat Lily yang di usir oleh keamanan perusahaan mereka.
"Kasihan sekali."
"Siapa dia? Apa dia tamu yang di tolak?"
"Mengapa gaunnya sangat ketat? Siapa yang ingin dirinya goda di sini?"
"Memalukan sekali. Di usir dari perusahaan, jika itu aku, aku akan langsung malu dan tidak akan memunculkan diriku."
Dan masih banyak lagi tanggapan beragam, dari semua karyawan yang ada di lobby itu.
"SIALAN!! AKU TIDAK AKAN MENGAMPUNIMU, ALEX!" teriak Lily di luar perusahaan itu.
·–·–·–·–·
Waktu sudah menunjukan pukul setengah 5 sore, dan Elena baru saja menyelesaikan kuliahnya. Elena memijat bahunya sebentar, merasakan lelah yang amat sangat.
"Dia bilang akan menjemputku, tapi mengapa tidak ada pesan masuk?" gumam Elena bingung.
Perempuan itu langsung merapikan bukunya, dan keluar dari kelas. Mungkin saja ia harus menunggu di depan. Namun saat malam menyapa Alex tidak muncul untuk menjemputnya, dan hujan mulai turun dengan deras.
Elena hanya terdiam sendiri di teras fakultas itu, "Memangnya apa yang aku harapkan?" gumam Elena.
Elena langsung berlari di tengah hujan, tanpa memedulikan dirinya basah atau tidak, dan sekarang sudah pukul 7 malam, Alex telah mengkhianati janjinya pada Elena. Elena menunggu taksi di halte depan kampusnya, dan beberapa menit kemudian taksi datang dan Elena langsung masuk ke dalam.
Sedangkan di perusahaan, Alex baru saja menyelesaikan rapatnya. Dirinya baru tersadar jika harus menjemput Elena. "Sialan...aku melupakannya." Alex langsung menyambar kunci mobil dan jasnya, lalu berlari keluar dari ruangannya.
Hujan semakin deras, Alex mengemudikan mobilnya dalam kecepatan tinggi, tanpa mempedulikan apapun. Sekarang di pikirannya hanya ada Elena saja. Namun semuanya tidak sesuai dugaannya, bahwa Elena masih berada di kampus. Pagar kampus itu telah di tutup, tidak ada satupun orang di sana, Alex kalut, dirinya mengambil ponsel dan menelpon Elena, namun panggilannya tidak di jawab sama sekali.
Alex mencoba menelepon Elena lagi, namun panggilannya tetap tak dijawab. Pria itu merasa semakin takut, dia harus menemukan Elena. "Elena..." panggil Alex, suaranya terdengar tak jelas di tengah deru hujan.
Alex langsung menghidupkan mobilnya, menuju satu tempat, penthouse Elena.
·–·–·–·–·
to be continue...