Satu hubungan rumah tangga yang di harapkan oleh istri, menjadi tempat nyaman dan tentran tapi ternyata yang dia rasakan sebaliknya. Akan kah sang istri mendapatkan kebagian dalam rumah tangganya, dari suaminya, atau bahkan di dapatkan dari orang lain.
Bab 7
Tatapan mengejek di arahkan ke arah Bhima oleh Briel.
” maaf. Saya hanya membantu “ Bhima
“ hmkh… membantu “ ucap Briel tersenyum miring mengejek dengan kepala yang
mengangguk angguk
“ mas “ Liora memanggil lirih ke arah Briel
Briel menoleh ke arah Liora “ setidak nya kalo kamu mau selingkuh, cari lah yang udah hisa cari duit sendiri . Biar kamu gak minta nafkah lagi sama aku “ ucapnya sombong
Bhima masih coba diam dengan tatapan
dingin.
Liora yang melihat situasi itu membuka suara “ kak, kenalin ini suami gue “ ucap Liora masih mencoba menahan tanggis
Tatapan tajam dan dingin yang di tujukan ke arah Briel tadi seolah berubah ketika menatap wajah Liora, dan perubahan itu di saksikan langsung oleh Briel yang dari tadi
memperhatikan mereka.
“ mas, ini kak Bhima. Senior aku di kampus “
Tatapan yang tadi meremehkan Bhima semakin terpancar.
“ cuman anak kuliahan, lo berani mau
selingkuh sama bini orang “ ucap Bhima datar kepada Bhima
“ mas…. “ tegur Liora
“ apa, kamu mau bela selingkuhan kamu “
potong Briel sebelum Liora melanjutkan
ucapannya
Bhima yang merasa dirinya dari tadi di
rendahkan oleh Briel pun akhirnya buka suara..
“ Maaf tuan, mungkin saya hanya anak muda yang masih kuliah. Tapi saya lebih paham menghargai perempuan di banding dengan pria yang sudah dewasa “ ucapnya dingin dan menusuk
“ tau apa kamu soal itu “ balas Briel
“ Liora, karna urusan gue udah selesai. Gue pulang dulu ya “ ucap Bhima
Liora mengangguk. “ makasih kak “ ucapnya sambil tersenyum
“ gak usah gatel kamu jadi perempuan Ra “ ucap Briel sinis
Saat Bhima membalas senyuman Liora.
———-
Sepulangnya dari rumah sakit Bhima langsung mencari tau siapa Liora sebenarnya, di mana tempat tinggalnya, bahkan keluarganya.
“ Hallo, tolong cari tau perempuan yang aku kirim tadi fotonya. Apapun tentang dia secepatnya beritau saya “ ucapnya tegas dengan seseorang di seberang telpon sana
“ Baik pak, laksana kan “ balas orang itu.
Bhima pulang kerumahnya.
Rumah yang hangat penuh kasih sayang menyambut kedatangan Bhima
Kenapa baru pulang sayang “ Regina mamah Bhima
Bhima mendekat ke arah mamahnya, tatapan dingin yang orang orang lain lihat itu tidak ada jika dia berada di tengah tengah keluarganya.
Dia menyalimi mamahnya, mencium kedua pipi mamahnya.
Bhima mengangguk, mendudukan lemas dirinya di sofa sebelah mamahnya.
“ capek mah “ rengeknya sambil menyender di bahu mamahnya
Mamah Bhima tersenyum, mengelus rambut anaknya pelan
“ ya udah sana istirahat “ jawab mamah nya
“ papah belum pulang mah “
“ belum, udah sana istirahat sana dulu “
Bhima mengangguk, berdiri lagi. Tapi sebelum melangkah Bhima kembali menunduk menatap mamahnya.
“ apa? “ tanya mamahnya
“ mah, kalo Bhima menjalin hubungan dengan janda mamah marah gak “ tanya nya ambigu
Mamahnya mengkerut kan alis menatap heran ke arah Bhima, lalu tersenyum manis
“ gak ada yang salah dengan sebuah status Bhim, yang penting tanggung jawab kamu “
Bhima tersenyum lega.
“ Bhima ke kamar dulu mah “
Mamahnya hanya mengangguk, saat anaknya menaiki tangga “ kenalin mamah kalo udah serius “
Bhima menoleh dan mengangguk tersenyum. Lalu melanjutkan lagi langkah nya.
Lampu hijau sudah di dapat, hanya tinggal mempersiapkan langkah selanjutnya.
———-
Liora yang baru saja pulang dari rumah sakit, masuk ke apartemen itu lagi dengan suasana hati yang sudah berbeda.
Tisak ada ucapan manis, sambutan hangat, perlakuan baik, untuknya.
Briel kali ini sudah lebih gencar memperlihat kan taringnya.
Setiap ucapan yang keluar dari mulutnya,
seolah tancapan duri tajam yang menancap kekulit yang sudah terluka.
saat pintu apartemen itu di buka suara dingin Briel menusuk
“ jangan lupa status kamu apa disini, dan
jangan terlalu banyak berharap dari itu
semua “ ucapnya tanpa menoleh ke arah Liora dan langsung masuk meninggalkan Liora yang memaku melihat punggungnta berlalu.
Keadaan Liora belum lah begitu pulih, kepalanya masih berdenyut sakit. Tapi karna tadi Briel tidak ingin menghabiskan uangnya terlalu banyak di rumah sakit, jadilah Briel memaksa Liora pulang meskipun pihak rumah sakit belum mengizinkan.
Liora masuk ke kamarnya, merebahkan diri di atas kasur nya.
“ sttt… kepala gue sakit banget “ ringisnya
Liora hendak menarik selimut
menenggelamkan tubuhnya di sana, tapi
sebelum itu terjadi pintu kamarnya terbuka lebar.
Sosok Briel berdiri di sana menatapnya tajam, berjalan mendekat kearah Liora.
Liora tercengat melebarkan matanya, menatap mata itu dengan rasa takut. Kejadian yang di alami semalam masih tertinggal di dalam dirinya, meninggalkan sebuah trauma yang dalam.
“ mas “ panggil Liora lirih
Mata Briel yang tajam menusuk, semakin dekat membuat deguran jantung Liora yang meningkat karena takut.
Saat Briel sudah ada di depannya, tangan Briel mencengkram kedua pipi Liora dengan satu tangan.
“ gue, gak akan biarin lo hidup tenang Ra “ ucapnya dingin, dengan gigi yang gemeletuk.
Liora melebarkan matanya kaget, kedua
tangannya memengang tangan Briel. Matanya memerah, bulir air mata mulai keluar dari
kedua mata indah Liora. Mengalir di kedua pipi mulusnya.
“ mas…. “ ucapnya lirih tertahan
Briel yang melihat air mata Liora semakin
mencengkram kuat rahang tu.
“ sakit…. Mas “ ucap Liora lirih sambil
menanggis
Briel tersenyum seram melihat manik mata
Liora yang mengeluarkan air mata dan melempar ke samping rahang Liora dengan keras.
“ hiks…. “ ringis Ica menanggis mengelus elus rahan nya dengan satu tangan, sedangkan satu tangannya menyangga tubuhnya di samping.
Briel keluar seperti tanpa dosa, membanting pintu kamar Liora dengan keras.
BRUAKKKK
Liora terlonjak kaget, tanggisnya menjadi tapi sebisa mungkin dia redam dengan menutup mulutnta dengan kedua telapak tangan nya.
Dia takut jika suaranya terdengar keluar itu bisa mengundang kemarahan Briel kembali.
Tubuhnya yang sudah sakit, kepalanya yang masih pusing, tenggorokan nya yang susah menelan air ludah karna ulah Briel semalam yang méńćékîk lehernya di tambah lagi dengan sekarang kedua rahang nya yang sakit.
Bekas jari jari Briel masih membekas merah di pipi mulus Liora.
———-
Pagi menyapa, tubuh Liora yang masih
meriang tapi di paksa kan nya untuk bangun.
Pagi pagi sekali dia sudah sibuk di dapur, membuat sarapan, membersihkan rumah dan lainnya.
Saat Briel bangun, dia langsung menuju kulkas megambil minuman.
“ gak perlu kamu siapin sarapan atau pun makanan apapun buat aku di rumah ini, gak akan mungkin aku maka. Buang buang duit doang kamu “ ucapnya menusuk
Liora yang sedang mencuci piring terdiam mendengar ucapan Briel, tangannya seolah kaku tidak bisa bergerak. Air mata sudah akan menetes di pipinya.
Saat pintu kamar Briel sudah tertutup lagi,
Liora berbalik, mencuci tangannya lalu bersandar ke washtafel.
Teh hangat di atas meja yang di buatkan untuk suaminya, dan juga sarapan sama sekali tidak di sentuh oleh suaminya.
Satu tangannya menekan kuat dadanya, yang menahan sesak, bercampur perih.