Peradaban modern dengan peradaban kuno seperti berdampingan satu sama lain. April memakai kalung berbentuk kubus yang sudah dipakainya sejak masih bayi. April sering terjebak di dalam roh lubang hitam kubus yang tak dikenal asal-usulnya. Gejolak-gejolak yang dialami April saat umurnya masih sangat muda, membuatnya kehilangan arah. Jalan apa yang akan April ambil saat dirinya diambang dilema panjang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Keypi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab VII : Nama saya.. Bubble.
Taman Agen Angkasa
[Kejadian setelah A Chengyou pergi dari Aula intruksi]
Tatapan yang kosong. A Chengyou tidak sengaja bersenggolan dengan anak perempuan kepang satu itu.
“Sorry, sorry”
Anak perempuan kepang satu itu memandang ke arah A Chengyou dengan mata yang bersinar. A Chengyou tidak melihat anak perempuan kepang satu itu dan langsung pergi. Anak perempuan kepang satu itu melihat A Chengyou dengan vibes yang begitu kosong.
'Waktu itu, dia yang hampir menabrakku dengan skateboard, sekarang.. rasanya seperti ada yang tidak beres dengannya.'
Angin sepoi-sepoi begitu menyejukkan, membuat rambut hitamnya A Chengyou melambai-lambai. Hatinya seperti ditusuk saat melihat April yang terasa berbeda dari awal bertemu.
'Gua hanya berharap, itu masih dirinya dan–'
Tangannya mengepal. Matanya terpejam.
'Gua harus lebih kuat. Harus bisa menyeimbangi dirinya.'
Kedua matanya terbuka penuh tekad yang membara.
Aula Sniper
[Keesokannya dari waktu kemarin]
“Gerakkan memutar dan menghindar secepat mungkin. Kedua tangan memegang pistol, mata harus tetap fokus dan tembak ke tepat sasaran.”
'DOR! DOR! DOR! DOR!'
“Woah!”
“Keren sekali!”
“Aku harus coba itu!”
Sorak anak-anak kelas sniper tahap 3.
Anak perempuan kepang satu itu diam dan hanya memperhatikan dengan cermat. Di pemikirannya terdapat illustrasi gerakan yang baru dilihatnya.
“Kalian, cobalah satu per-satu. Siapa yang dapat mengeluarkan 4 peluru dengan tepat sasaran, dia yang akan menjadi asisten peraga gerakan selama saya mengajar.”
“Wah!”
“Kita harus bisa ini”
“Terlihat susah tapi aku akan mencobanya”
Hanya anak perempuan kepang satu itu yang terdiam dan penuh tekad untuk mencobanya.
“Baiklah, dimulai dari baris satu dan seterusnya, sesuai urutan kalian duduk.”
“Baik, Miss!”
Baris satu maju dan melakukan gerakan seperti yang diajarkan. Namun gagal, hanya dua peluru saja yang tepat sasaran. Bergantian dan sampai di anak perempuan kepang satu itu. Dirinya maju ke depan dengan percaya diri dan mengambil dua pistol di tangannya. Mencoba untuk fokus dengan memejamkan matanya dan melihat illustrasi yang sudah ditanamkan.
Dengan pelan, tubuhnya melakukan gerakan memutar, menghindar secepat mungkin dan matanya terpejam. Peluru siap dilayangkan ke target yang lumayan jauh. Gerakan yang dilakukannya persis seperti yang diajarkan. Miss itu sangat kagum. Empat peluru, bukan, enam peluru berhasil tepat sasaran yang dilakukan oleh anak perempuan kepang satu itu.
'DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!'
Sangat jarang ada anak yang ahli dalam sniper di umur yang masih sangat muda, namun anak perempuan kepang satu itu telah berhasil melakukannya dan melebihi jumlah yang disuruh oleh Miss. Semuanya terkagum dan memuji anak perempuan kepang satu itu.
Membuka matanya yang terpejam dan melihat hasilnya. Belum puas sebenarnya namun ini sudah bagus untuknya.
“Namamu, siapa?” tanya Miss.
Anak perempuan kepang satu itu menoleh, menatap ke arah Miss.
“Nama saya..”
“Bubble.”
Rambutnya yang begitu indah berwarna biru aqua, bulu matanya yang lentik membuatnya begitu menawan.
Miss itu tersenyum.
“Baiklah. Bubble, boleh kembali ke tempat”
“Baik, Miss”
Bubble menaruh dua pistol itu ke tempat asalnya dan kembali ke tempat dia berada.
“Saya sudah membuat keputusan. Yang akan menjadi asisten peraga gerakan saya adalah Bubble. Sangat diluar ekspetasi saya, mengingat saya hanya mengajari kalian empat peluru untuk tepat sasaran, ternyata ada anak perempuan yang sepertinya bakat alaminya. Beri applause semuanya.”
'PROK, PROK, PROK'
“Wah, keren banget dia!”
“Keren, keren!”
Suasana aula sniper begitu bahagia. Bubble sendiri menerapkan untuk tidak boleh senang terlebih dahulu.
“Semuanya, besok saya tidak masuk. Jadi saya akan serahkan kepada Bubble untuk menggantikan saya. Mohon kerjasamanya, Bubble dan semuanya.”
“Baik, Miss!” ucap semuanya termasuk Bubble.
“Kelas hari ini kita sudahi dahulu dan selamat beristirahat.”
Semuanya bubar. Bubble masih di dalam kelas itu dan mengambil dua pistol. Dirinya ingin mencoba gerakan-gerakan yang sudah pernah diajari.
Bubble, anak perempuan berumur 8 tahun, seangkatan dengan San, A Chengyou. Namun dirinya baru masuk Agen Angkasa di umur 7 tahun, walaupun baru satu tahun disini, dirinya sudah dikenal sebagai refleksi yang cepat dan unggul di dalam kelasnya. Bubble keturunan dari seorang pengusaha tambang, tidak memiliki adik ataupun kakak, hanya anak tunggal. Walaupun anak tunggal, dirinya serba mandiri, ayah dan ibunya sangat sibuk bekerja tanpa ada waktu luang berkumpul dengan Bubble. Ayah dan ibunya yang mengirim Bubble ke Agen Angkasa, supaya Bubble tidak kesepian.
\*\*\*
Kamar Rawa
“Oh shit! Sudah waktunya gue latihan sniper. Gue harus cepat-cepat turun.”
Rawa keluar dari kamar dan mengunci pintu kamarnya. Rawa bergegas menuju aula sniper.
Aula Sniper
DOR! DOR! DOR! DOR! DOR! DOR!
Rawa terkejut mendengar suara tembakan sebangak enam kali. Rasa penasarannya segera mendatangi sumber suara itu. Sampai di tempat suara itu datang.
“Siapa dia?”
Rawa melihat dari jendela ada seorang anak perempuan dengan rambut biru terkepang satu.
'Keren sekali, anak perempuan itu.'
Rawa tersenyum kagum karena ada seorang anak perempuan yang benar-benar berbakat, mengingat mengeluarkan enam peluru dengan sasaran tepat itu sangat susah di seumurannya.
'Benar-benar membuat gue senang melihat pemandangan ini'
Rawa membuka pintu dan masuk ke dalam aula kelasnya Bubble. Rawa mendekati anak perempuan itu.
“Wah, sasaran mu sangat tepat sekali. Sepertinya kamu sangat menyukai sniper ya,” tanya Rawa dengan rasa senang.
Bubble terkejut dan menoleh.
Tatapan Bubble begitu terpana dengan kecantikan seorang gadis yang menyapanya.
'Dia– dia sangat cantik sekali. Apakah dia kakak bidadari yang terkenal itu disini? Aku tidak menyangka, bisa melihat dan berbicara dengannya secara langsung. Sebuah keberuntungan bagiku.'
“Kakak bidadari..”
Rawa terkejut mendengar ucapan Bubble yang menyebutnya "Bidadari".
“Eh, bidadari? Nama aku Rawa, kamu bisa panggil aku, kak Awa, ya!” (berkedip)
"Oh, maaf kak, ini kelancangan mulutku. Maaf sekali lagi," ucap Bubble dengan rasa bersalah.
“Sans aja kok. Btw, nama kamu siapa? Kamu benar-benar keren, lho!” puji Rawa.
“Namaku.. Bubble, kak. Ah, ga juga kak, aku lagi latihan aja ini dan coba-coba doang ini,” raut wajah Bubble begitu malu.
“Wah, bagus banget. Sehabis kelas, kamu latihan lagi. Aku boleh nimbrung latihan bareng kamu ga, nih?”
“Boleh banget kak Awa. Ga perlu izin dulu ke aku, kak,” Bubble gugup.
“Terimakasih banyak! Btw, kamu udah belajar di tahap mana, kalo boleh aku tahu?” tanya Rawa.
“Aku baru di tahap 3 kak,” jawabnya.
“Tahap 3?! Seriusan?? Kamu tahap 3 udah bisa melakukan gerakan sulit dan mengeluarkan 6 peluru itu bukan di tahap 3 lagi, lho! Aku waktu seumuran kamu, cuma bisa ngeluarin 5 peluru aja. Benar-benar generasi sekarang hebat-hebat, ya!” rasa terkejut dengan pujian menjadi satu.
“Iya kak. Itu kak Awa udah bagus banget dan pastinya kak Awa lebih unggul dari aku. Aku masih banyak belajar kak.. Terimakasih atas pujiannya kak!”
Hati Bubble begitu senang tapi dirinya tidak boleh puas terlebih dahulu, harus lebih kuat lagi dan ingin dirinya tunjukkan pada ayah ibunya supaya mendapatkan waktu luang berkumpul. Itu harapan terbesarnya.
TO BE CONTINUED...