Setelah kemenangannya melawan keluarga Ashcroft, Xander menyadari bahwa kejayaan hanyalah gerbang menuju badai yang lebih besar.
Musuh-musuh lama bangkit dengan kekuatan baru, sekutu berpotensi menjadi pengkhianat, dan ancaman dari masa lalu muncul lewat nama misterius: Evan Krest, prajurit rahasia dari negara Vistoria yang memegang kunci pelatihan paling mematikan.
Di saat Xander berlomba dengan waktu untuk memperkuat diri demi melindungi keluarganya, para musuh juga membentuk aliansi gelap. Caesar, pemimpin keluarga Graham, turun langsung ke medan pertempuran demi membalas kehinaan anaknya, Edward.
Di sisi lain, Ruby membawa rahasia yang bisa mengguncang keseimbangan dua dinasti.
Antara dendam, cinta, dan takdir pewaris… siapa yang benar-benar akan bertahan di puncak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Dalton dan Jasper masih berada di pinggiran lokasi acara pernikahan meski suasana sudah sangat sepi. Keduanya menatap kolam kecil di mana sinar matahari terperangkap di atas
permukaannya. Sesekali angin berhembus cukup kencang, menggugurkan dedaunan.
"Apa kau merasa Ruby bertindak aneh akhir-akhir ini, Jasper?" tanya Dalton.
"Jika yang kau maksud adalah keputusan Ruby yang memutuskan menikah dengan Ezra, aku akan menjawab iya. Ruby terkesan terburu buru menikah, padahal tak sedikit pria yang sejak dulu menunjukkan ketertarikan padanya." Jasper meneguk minuman. “Keluarga Blair adalah salah satu keluarga kelas atas yang terpandang. Tidak ada masalah apa pun dengan status keluarga mereka yang bersanding dengan keluarga kita. Hanya saja, proses pernikahan mereka yang hanya membutuhkan pendekatan selama satu bulan tentu menimbulkan tanda tanya."
"Ruby seperti tengah menyembunyikan sesuatu yang tidak boleh seorang pun tahu. Dia seringkali melamun dan menghindar dari kerumunan."
"Apa kau sudah bertanya pada Ruby secara langsung, Dalton?"
"Ruby hanya mengatakan jika dia baik-baik saja. Dia juga memintaku untuk tidak perlu mengkhawatirkannya." Dalton menoleh pada rombongan mobil Sebastian yang meninggalkan lokasi pernikahan.
Jasper menatap pemandangan yang sama dengan Dalton, menoleh ke sekeliling. "Selain Ruby, aku pikir Alexander juga terlihat aneh.”
"Apa maksudmu, Jasper?" Dalton meneguk minuman hingga habis.
"Dalam segi apapun, Alexander sudah lebih dari pantas untuk menikah, terlebih dengan statusnya yang sekarang. Dia hanya tinggal memilih wanita yang dia sukai untuk dijadikan sebagai istrinya. Keluarga mana pun tentu tidak akan menolak. Hanya saja, dia terlihat cukup santai dengan kesendiriannya, begitupun dengan paman Sebastian. Dipesta tadi, tak sedikit keluarga yang mengenalkan putri mereka pada Alexander."
"Kau benar, Jasper." Dalton terdiam sesaat. Ingatannya mengelana hingga akhirnya sampai di sebuah peristiwa beberapa waktu lalu. Dalton memberi tanda pada Jasper untuk memasuki kediaman Fabian.
"Awalnya aku berpikir jika Alexander masih belum bisa berpaling dari Evelyn, tapi setelah aku perhatikan Alexander sama sekali tidak pernah berbicara apa pun dengan Evelyn. Evelyn pun terlihat sangat menjaga jarak dengannya."
Darius menggertakkan gigi ketika nama Evelyn disebut. la mengawasi keadaaan sekeliling,
kemudian berbisik setelah merasa aman, "Aku mengingat satu hal, Jasper. Dalam sebuah peristiwa, ayah kita pernah memasukkan cairan yang bisa membuat Alexander mandul ke dalam tubuhnya. Cairan itu kemungkinan besar berhasil membuat Alexander tidak bisa memiliki anak. Hal itu membuatnya berpikir ulang untuk menikah. Peraturan dalam keluarga kita menyebutkan jika seorang pewaris haruslah anak kandung yang bisa dibuktikan secara sah, bukan anak angkat."
Dalton dan Jasper memilih pergi ke halaman belakang.
"Aku ingin setuju denganmu, Dalton," sahut Jasper, "tapi mengingat bagaimana liciknya Alexander dan paman Sebastian, aku pikir kita tidak bisa merasa senang lebih dulu. Semua itu bisa saja tidak terjadi."
“Jadi maksudmu Alexander masih memiliki kemungkinan untuk memiliki anak meski cairan itu masuk ke dalam tubuhnya?"
"Bisa saja cairan itu sudah ditukar dengan cairan lain. Kau pernah mengatakan jika ada mata mata dalam pasukan ayah kita tempo hari, bukan? Tidak menutup kemungkinan jika mata-mata itu berhasil mengganti cairan yang berbahaya itu dengan cairan biasa."
Dalton berdecak. "Kau benar, Jasper."
"Alasan kenapa Alexander terlihat abai dengan pernikahan adalah bisa saja dia sudah menikah dengan wanita pilihannya dan tidak
menutup kemungkinan wanita itu sedang mengandung anaknya sekarang. Alexander memilih merahasiakan hal itu agar istri dan anaknya tidak menjadi sasaran musuh mereka, termasuk kita."
Jasper menjeda sejenak. "Kau tentu ingat dengan kemunculan Alexander yang tiba-tiba saat
pertemuan keluarga tempo hari. Kita semua sama sekali tidak menyangka jika Alexander akan muncul dalam pertemuan keluarga dan mengenalkan dirinya sebagai putra dari mendiang paman Samuel. Hal serupa bisa saja terjadi."
Dalton menggertakkan gigi, mengepalkan tangan erat-erat. "Semua yang kau katakan masuk akal, Jasper. Kemungkinan Alexander akan mengenalkan istri dan anaknya saat anaknya sudah lahir atau saat usia anaknya menginjak
beberapa tahun."
"Kita diawasi sekarang." Jasper mendapati dua pengawal mengawasi dari jauh.
Dalton dan Jasper bergegas memasuki rumah melalui pintu belakang. Keduanya mengabaikan Darius yang berjalan dari arah berlawanan. Sampai saat ini, mereka sama sekali belum berbincang dengan Darius. Hal serupa juga terjadi dengan beberapa anggota keluarga Ashcroft yang lain. Pengkhianatan Darius berusaha disembunyikan meski pada akhirnya bocor dengan sendirinya.
Darius mengamati Dalton dan Jasper, mengembus napas panjang. la merasa terasingkan di keluarganya sendiri. Meski mereka tidak menghina atau bertindak kasar padanya, tetapi pengabaian yang mereka lakukan cukup menganggunya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Evelyn yang datang mendekat.
Darius mengangguk, menatap Dalton dan Jasper yang bergabung bersama anggota keluarga Ashcroft yang lain.
"Ayah, paman Fabian, paman Felix dan yang lain akan pamit sekarang."
Darius dan Evelyn bergabung dengan keluarga Ashcroft yang lain. Mereka mengantar kepergian Franco, Fabian, Felix dan yang lain kembali ke penjara. Tak lama setelah rombongan mobil pergi, keluarga Ashcroft kembali memasuki rumah hingga hanya menyisakan Darius dan Evelyn di teras.
"Kau harus beristirahat, Evelyn." Darius menggandeng Evelyn menuju tempat parkir.
Tessa mengamati kepergian Darius dan Evelyn dari celah pintu yang terbuka, lalu kembali bergabung dengan yang lain.
Setengah jam kemudian, Darius dan Evelyn tiba di rumah. Saat akan menaiki tangga, keduanya
menemukan satu tas besar di atas meja. Evelyn memeriksa isi tas dan mendapati beberapa produk kesehatan untuk ibu hamil.
"Bukankah ini kejutan yang tidak terduga?" Darius tersenyum. "Ibu pasti sangat mengkhawatirkan anak kita. Rasa sayangnya begitu besar sampai mengalahkan sikap dinginnya."
"Kau benar." Evelyn kembali memasukkan produk-produk ke dalam tas, tercenung.
"Kau memikirkan sesuatu?"
Evelyn menggeleng. "Tidak ada."
Sementara itu, Xander tengah berada di balkon, menghadap halaman dan danau. la sudah bertanya pada Samuel dan Sebastian mengenai Noah Blair yang pernah melatih Govin dahulu. Sayangnya, mereka tidak memiliki informasi yang cukup mengenai pria itu. Mereka hanya mengetahui jika pria itu pensiun lebih awal dari militer dan memilih untuk fokus pada perusahaan keluarganya seperti yang dikatakan oleh Ezra.
Xander membaca informasi mengenai Noah Blair yang berhasil dikumpulkan para pengawalnya. Pria itu merupakan tentara angkatan darat negara Vistoria. Selama masa tugasnya, Noah Blair ikut dalam beberapa peperangan yang terjadi antara negara Vistoria dengan negara Lytora dan Havreland. Akan tetapi, peperangan yang paling terkenal adalah peperangan antara negara Vistoria dengan negara Lytora sekitar empat puluh tahun lalu. Tak lama setelah peperangan itu, Noah Blair memilih pensiun.
"Dalam pertempuran antara negara Vistoria dan Lytora, angkatan bersenjata negara Vistoria meraih kemenangan. Tapi kenapa Noah Blair justru memilih pensiun?"
Xander mengembus napas panjang, membiarkan semilir angin menerjangnya.
"Bagaimana dengan tim pencari, Govin?" tanya Xander seraya menoleh singkat ke belakang di mana Govin berjalan mendekat.
Govin berhenti satu langkah di belakang Xander. "Sampai saat ini mereka masih mencari keberadaan dua orang itu, Tuan."
"Apa menurutmu aku harus berkunjung ke kediaman Noah Blair untuk bertanya padanya mengenai Evan Krest? "
"Aku pikir itu bukan pilihan tepat, Tuan. Seperti yang Anda tahu, kondisi Noah Blair tidak
lagi seperti dulu, ditambah kemungkinan keluarganya akan curiga jika tiba-tiba Anda bertanya perihal masa lalunya."
"Lalu bagaimana menurutmu jika aku terjun langsung ke pencarian Evan Krest di kota Petalland dan kota-kota sekitarnya?"
"Aku pikir Anda tidak perlu melakukannya sebelum semua informasi mengenai keberadaan Evan Krest dipastikan kebenarannya. Aku hanya mengingatkan jika Anda tidak perlu terburu-buru, Tuan."
Xander mengembus napas panjang. “Kau benar, Govin."
Di tempat berbeda, satu orang pria dan satu orang wanita memasuki sebuah rumah dari arah berbeda dengan agak terburu-buru. Keduanya mengawasi keadaan sekeliling dengan sangat waspada.
"Kenapa kalian terlihat ketakutan? Apa ada seseorang yang mengikuti kalian?" tanya seorang pria tua yang tengah memandang jendela.
"Kami memiliki kabar buruk, Kakek," ujar pria berambut agak gondrong.
Pria tua yang rambutnya sudah memutih itu berbalik, mengamati kedua cucunya. “Melihat ekspresi kalian, sepertinya kabar yang kalian bawa memang benar-benar buruk."
"Ada sekelompok orang yang sedang mencari kakek."
"Jadi mereka sudah kembali?" Pria tua itu tertawa, duduk di sofa lusuh. Aku sudah mengatakan pada mereka kalau aku tidak berniat untuk kembali ke–"
"Mereka adalah kelompok yang belum pernah kami lihat sebelumnya, Kek. Dari cara mereka bicara, mereka berasal dari negara Vistoria," ucap wanita berambut pendek.
Pria tua itu terdiam sesaat. “Di mana ayah kalian?”
Pria dan wanita itu saling menatap satu sama lain. "Ayah berada di luar kota sekarang."
Pria tua itu bangkit dari kursi, berjalan ke jendela, menatap hijaunya pemandangan hutan dan birunya laut yang cukup jauh dari tempatnya. “Perintahkan dia segera kembali. Aku ingin bicara padanya.”
#✌️✌️✌️
cepat² di up nya min
#makan2