Di hari pernikahannya, Farhan Bashir Akhtar dipermalukan oleh calon istrinya yang kabur tanpa penjelasan. Sejak saat itu, Farhan menutup rapat pintu hatinya dan menganggap cinta sebagai luka yang menyakitkan. Ia tumbuh menjadi CEO arogan yang dingin pada setiap perempuan.
Hingga sang ayah menjodohkannya dengan Kinara Hasya Dzafina—gadis sederhana yang tumbuh dalam lingkungan pesantren. Pertemuan mereka bagai dua dunia yang bertolak belakang. Farhan menolak terikat pada cinta, sementara Kinara hanya ingin menjadi istri yang baik untuknya.
Dalam pernikahan tanpa rasa cinta itu, mampukah Kinara mencairkan hati sang CEO yang membeku? Atau justru keduanya akan tenggelam dalam luka masa lalu yang belum terobati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
“Namanya Farhan. Ia adalah putra dari sahabat Abi, Pak Ardhan.” jawab ayahnya akhirnya.
Nama itu terdengar asing seperti sesuatu yang datang dari dunia yang sangat jauh dari kehidupannya di pondok. Ibu Kinara bergerak mendekatinya lalu menggenggam tangan putrinya erat-erat.
“Ayahmu dan Pak Ardhan sudah bersahabat sejak lama. Dan hari ini, beliau datang dengan maksud baik. Meminta kamu untuk menjadi istri putranya.”
Kinara masih terdiam. Suaranya terkurung dalam degupan jantungnya yang panik. Namun ustadz Yusuf tahu ia harus jujur pada putrinya. Harus.
“Farhan sedang berada dalam keadaan yang tidak baik, Nak. Ada luka di hatinya yang belum sembuh sampai sekarang.” ucap ustadz Yusuf dengan nada suaranya yang turun namun penuh beban.
Kinara menatap ayahnya untuk menanti penjelasan.
“Kau tahu, dua tahun lalu Farhan hampir menikah. Tapi calon istrinya kabur tepat sebelum akad.”
Bu Mariam menghela napas dengan tatapan matanya yang tampak ikut merasakan sakit itu.
“Sejak hari itu, Farhan membenci perempuan. Ia menutup pintu hatinya rapat-rapat dan itu membuat hidup keluarganya sangat berat.” lanjut ayahnya yang membuat Kinara terdiam lebih lama, serta mencoba memahami apa yang terjadi.
“Lalu mengapa lamaran itu ditujukan untukku, Abi?”
Pertanyaan itu nyaris hanya terdengar seperti bisikan, tapi cukup untuk membuat ayahnya tersenyum tipis. Senyum yang menyimpan harapan dan kekhawatiran sekaligus.
“Karena Abi melihat sesuatu dalam dirimu yang mungkin bisa menyembuhkan hati Farhan yang terluka, Nak.”
Kinara menunduk sementara tangannya meremas tepi gamisnya dengan gelisah. Ada rasa takut, bingung, dan tidak percaya yang terlihat di matanya.
“Abi tidak akan memaksa, nak. Abi hanya ingin membantu sahabat Abi dan juga memberikan kesempatan bagi seorang laki-laki untuk menemukan jalan pulangnya lagi.” ucap ustadz Yusuf dengan penuh pengertian, seperti menyelimuti putrinya dengan kasih sayang yang hangat.
Bu Mariam mengusap punggung Kinara.
“Ayahmu hanya berharap, jika kamu pun bersedia, kamu bisa menjadi penyembuh bagi hatinya. Kamu adalah perempuan yang berhati lembut, Kinara. Dan ibu yakin kalau kamu akan mampu meluluhkan hati dan tembok yang dibangun oleh Farhan.”
Kedua mata Kinara perlahan tampak berkaca-kaca. Menyembuhkan seseorang?
Menyatukan dua luka yang tidak ia pahami?
Mengobati benci dengan cinta sedangkan ia belum pernah mencintai siapa pun? Itu terdengar seperti ujian yang begitu besar.
Seakan membaca ketakutan itu, ayahnya melanjutkan,
“Kami hanya minta satu hal sebelum kamu memutuskan, nak. Lakukanlah shalat istikharah supaya hatimu tenang.” ucap ustadz Yusuf sembari menatap putrinya dengan penuh harap.
Kinara mengusap air mata yang keluar dari sudut matanya, lalu mengangguk pelan. Ia tahu bahwa sholat istikharah adalah jawaban ketika pikiran dan hati tidak mampu mengambil keputusan sendiri.
“Abi tidak ingin kau menjalani hidup dalam tekanan atau keterpaksaan, nak. Abi ingin kau bahagia dunia dan akhirat.” kata ustadz Yusuf yang suaranya semakin lembut saat menasehati putrinya dan membuat Kinara mencoba tersenyum tipis meski hatinya masih ragu.
“In syaa Allah, Abi, ummi. Kinara akan melakukan istikharah malam ini.” jawab Kinara dengan suaranya yang lirih, namun penuh ketulusan. Membuat ummi Mariam langsung menariknya dalam pelukan hangat.
Pelukan seorang ibu yang menyadari anaknya baru saja dihadapkan pada jalan hidup baru.
Malam semakin larut. Semua penghuni pondok pesantren Darul Qur'an Al Majid sudah tertidur. Namun tidak dengan Kinara.
Di dalam kamarnya, Kinara mengambil sajadah dan alat sholatnya untuk ia gelar di lantai samping tempat tidurnya. Ia lalu bergegas masuk ke kamar mandi dan mulai berwudhu. Air dingin membasuh kulitnya dan sedikit menenangkan debur gelisah di dadanya. Setelah selesai berwudhu, Kinara lalu menegakkan shalat istikharah, shalat yang dilakukan untuk meminta petunjuk.
Gerakan demi gerakan ia lakukan perlahan dan dengan hati yang sepenuhnya berserah.
Dalam sujud yang terasa paling dalam dalam hidupnya, kinara berbisik—
"Ya Allah, ya Rahman ya rahim. Yang maha pengasih lagi maha penyayang. Hari ini aku datang berserah diri kepadamu untuk memohon petunjuk mu ya Rabbi. Malam ini, telah datang kepadaku sebuah lamaran yang tidak pernah aku sangka akan datang kepadaku. Lamaran itu datang dari seorang laki laki yang sama sekali tidak pernah aku kenal dan ia telah mengalami cobaan yang cukup berat dalam hidupnya. Tolong tunjukkan padaku ya Rabb, keputusan apa yang harus aku ambil mengenai lamaran ini. Sungguh hamba tidak ingin mengambil keputusan yang salah dalam kehidupan hamba ini ya Tuhanku, Jika ini baik menurut-Mu, tolong mudahkanlah dan kuatkanlah aku. Tapi jika ini buruk untukku, maka jauhkanlah dan jauhkan pula hatiku darinya. Aamiin.”
Setelah melakukan shalat istikharah, Kinara masih duduk lebih lama di atas sajadahnya sembari memeluk lututnya sendiri.
Tidak ada jawaban yang datang tiba-tiba. Tidak ada suara malaikat yang berbisik di telinganya. Hanya ketenangan yang pelan-pelan menyelinap ke dalam kamar dan juga hatinya serta satu tanya yang masih menggantung di hatinya.
Siapa sebenarnya Farhan? Dan mampukah laki laki itu menjadi seseorang yang bisa ia hormati dan cintai suatu hari nanti?
Kinara masih duduk di atas sajadahnya setelah selesai shalat istikharah. Lampu di kamarnya sudah ia redupkan, menyisakan cahaya bulan yang masuk ke langit-langit kamarnya dengan lembut dan hangat. Meski matanya terasa berat, pikirannya tak kunjung mau diam.
Farhan.
Nama yang begitu asing tapi kini menempati ruang dalam kepalanya.
Kinara menarik napas dalam-dalam, berharap ketenangan yang ia dapatkan dalam sholat istikharah tadi dapat bertahan sedikit lebih lama. Namun rasa penasaran, kecemasan, dan jutaan tanya datang silih berganti.
Benarkah ia bisa menjadi istri dari seorang laki-laki yang bahkan belum pernah ia lihat wajahnya? Bisakah ia mendekati seorang laki laki yang sangat membenci perempuan? Dan apa benar ia bisa menjadi penyembuh bagi hati seorang Farhan yang terluka begitu dalam?
Lelah dengan pergulatan itu, Kinara akhirnya merebahkan tubuhnya pelan dan tanpa sadar ia tertidur di atas sajadah yang masih terbentang.
Awalnya, hanya gelap, hening dan sunyi yang menggema saat Kinara mulai terbawa ke alam mimpinya. Hingga perlahan cahaya putih mengalir dari satu arah, memadamkan gelap yang dilihatnya seperti subuh yang baru datang. Dari kejauhan, sebuah bangunan megah mulai terbentuk dalam pandangannya yang berdiri tinggi, besar, bersih, dan kokoh. Masjid yang begitu modern seakan berdiri di antara langit dan bumi.
Dindingnya terbuat dari kaca yang memantulkan cahaya lembut yang lantainya terbuat dari marmer putih mengilap seperti memantulkan langit malam. Masjid itu tampak kosong, terlalu kosong untuk bangunan sebesar itu. Kinara menatap sekeliling dengan bingung, bagaimana ia bisa tiba di tempat ini.
Langkah kakinya mulai menuntunnya untuk masuk. Setiap jejak terasa bergema karena sepinya masjid itu. Lampu gantung kristal besar yang berada di tengah langit-langit menyebarkan pancaran cahaya putih kebiruan yang indah tapi dingin. Keindahan yang tidak menghangatkan hati siapapun yang masuk ke dalam sana.
Untuk mencapainya, Allah subhanahu wata'ala telah memberi pedoman dalam Al-Qur'an, dan Rasulullah SAW telah menjadi tauladan untuk meraih keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Bahwasannya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah berarti menciptakan rumah tangga yang tenang (sakinah), penuh cinta (mawaddah), dan kasih sayang (warahmah) dengan landasan kuat pada keimanan dan ketaqwaan,
dapat tercapai jika suami istri saling memenuhi peran dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya...😊
Aku ikut terharu membaca Bab22 ini, hati jadi ikut bergetar...👍/Whimper//Cry/