Pertemuan pertama yang tak disangka, ternyata membawa pada pertemuan kedua, ketiga dan seterusnya. Membuat rasa yang dulu tak pernah ada pun kini tumbuh tanpa mereka sadari.
kehidupan seorang gadis bernama Luna yang berantakan, membuat seorang Arken pelan-pelan masuk ke dalamnya. Bahkan tanpa Luna sadari, setiap dia tertimpa masalah, Ken selalu datang membantunya. Cowok itu selalu dia abaikan, tapi Ken tak pernah menyerah atau menjauh meski sikap Luna tidak bersahabat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abil Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 6 Gadis
Di sisi lain, Luna baru saja keluar dari rumah Dilan. Sengaja gadis itu tak langsung pulang ke rumah, memilih berdiam diri di rumah Dilan sejenak. Dia hanya ingin menjauh sejenak dari suasana rumah yang harusnya seperti istana, tapi ternyata bak neraka di dunia.
"Lo yakin kalau tadi itu cuma perbuatan preman iseng aja?" tanya Dilan saat mereka berjalan ke luar rumah bersama.
Luna menggidikkan bahu, "Gak tahu juga Bang, tapi kalau bukan preman yang iseng, emang ada gitu yang niat nyelakain gue?" sahutnya.
"Ya tergantung Lo punya musuh atau gak, kalau punya bisa jadi ada yang sengaja," jawab Dilan enteng.
Luna terdiam sejenak, selama ini dia memang sering berbuat onar di sekolah, tapi tidak pernah terjadi hal seperti ini. Bahkan mereka terlihat takut padanya. Apa mungkin semua itu balas dendam dari salah satu korbannya?
"Tapi kenapa baru sekarang coba? Atau jangan-jangan preman-preman itu ada hubungannya sama temen Lo itu Bang, dia pasti sengaja jebak gue biar bisa jadi pahlawan kesiangan. Malah gue curiganya ke situ sih," ujar Luna pada akhirnya.
Dilan terbahak, "Gue tahun Ken, gak mungkin dia ngelakuin hal konyol kaya gitu. Tujuannya apa coba? Deketin Lo? Buat Lo simpati dan tertarik sama dia? Gue rasa gak sih, Ken bukan orang seperti itu," sahutnya tak setuju dengan dugaan yang Luna berikan.
"Entahlah gue juga gak tahu, dan gue males mikir itu lagi Bang. Anggap aja mereka berbuat kaya gitu ke orang random dan gue tadi yang jadi target mereka," tak memiliki pilihan lain selain melupakan kejadian tadi, karena menurutnya tidak akan ada orang yang sampai segitunya ingin mencelakai dirinya.
Dilan mengangguk, "Semoga aja deh, dan semoga kejadian tadi gak terjadi lagi," sahutnya. "udah sono balik! Atau mau gue anter sampai depan pintu?"
"Gak perlu Bang, makasih udah ngasih tumpangan di rumah. Besok gue traktir kalo udah punya uang." Luna mempercepat langkahnya meninggalkan Dilan yang masih berdiri di depan gerbang rumahnya.
Luna masuk ke dalam rumah seakan tak memiliki beban, padahal langkahnya terasa begitu berat saat akan menginjakkan kaki di dalam rumah itu. Menghela napas sejenak sebelum membuka pintu. Baru saja pintu terbuka, dia langsung dikejutkan dengan sebuah suara yang tak asing.
PRANG
BUGH
"Akh!"
"Akh!"
Luna menatap ke arah dua orang yang sedang adu mulut dan saling menyerang itu. Papa dan Mamanya. Pemandangan tersebut menjadi hal biasa baginya. Kedua orang tuanya seringkali ribut, entah meributkan apa. Jika mereka tidak ribut, sudah pasti dia yang menajdi sasarannya.
Di depan sana, sang Papa baru saja melempar vas bunga hingga pecah, bukan hanya itu tas kerjanya juga dia lempar hingga mengenai tubuh sang Mama. Entah apa yang membuat sang Papa se murka itu.
Luna masuk ke dalam rumah dan melewati mereka berdua tanpa sepatah kata pun. Dia tak ingin terseret dalam masalah rumah tangga orang tuanya. Tapi kali ini rencananya tak semulus kulit wajahnya.
"ANAK SIALAN! Darimana kamu, HAH?!" Seru sang Papa yang masih diliputi emosi.
Luna menghela napas, menghentikan langkah sejenak, "Dari rumah Bang Dilan, tumben tanya? Ada perlu apa?" sahutnya tanpa menatap ke arah sang Papa.
"DASAR ANAK SIALAN! KURANG AJAR! GAK TAHU SOPAN SANTUN!" teriak sang Papa lagi, saat melihat Luna berbicara seperti itu. Ditambah Luna tak menatap ke arahnya, membuatnya makin murka.
"Papa mabok? Ck, dah tua juga masih sering mabok! Oh, tahu, pasti abis tidur sama jalang, kan?" Luna sama sekali tak gentar, karena pada kenyataannya seperti itu.
Jika sang Papa pulang dalam keadaan mabok, sudah bisa dipastikan lelaki paruh baya itu baru saja menyewa seorang wanita. Untung saja tidak di bawa pulang ke rumah. Pantas saja, tadi sang Mama mengamuk.
"JAGA MULUT MU LUNA!" kali ini sang Mama yang berteriak.
Luna membalikkan tubuhnya, dia terkekeh sinis menatap kedua orang tuanya secara bergantian. "Mama masih bela laki-laki brengsek seperti itu? Apa sih yang Mama takutkan? Pada kenyataannya Papa memang seperti itu, kan?"
"ANAK SIALAN! TIDAK TAHU DIUNTUNG KAMU!" Sang papa melempar sepatu yang masih dia kenakan ke arah Luna, tapi meleset.
Melihat itu, Luna langsung lari menaiki anak tangga. Dia tak ingin menjadi korban kekerasan Papanya lagi. Apalagi saat ini sangat Papa dalam keadaan tidak sadarkan diri alias mabora, sudah pasti akan lebih kejam dan tega dengannya.
Brak
Luna menutup pintu kamar cukup kuat lalu menguncinya. Nafasnya memburu, seakan baru saja lari maraton.
"Dasar laki-laki brengshake! Kalau aja bukan bokap gue, udah gue tendang ke Antartika tuh orang," ucapnya sambil ngos-ngosan.
Luna terdiam menatap lurus ke arah tempat tidurnya berada. "Setelah lulus kayaknya gue mending keluar dari rumah ini deh, tapi Leo gimana kalau gue pergi?" menghela napas pasrah saat mengingat adik kecilnya itu.
"Bodo ah! Pusing gue!" Melempar tas slempang yang tadi dia kenakan, lalu merobohkan tubuhnya di atas tempat tidur. Memejamkan mata sejenak guna menghilangkan penat yang melanda.
Baru saja matanya terpejam, deringan di ponselnya membuat dia langsung membuka mata dan melihat siapa gerangan yang menghubunginya.
"Sorry Dis, gue gak jadi ke rumah Lo," ucapnya setelah mengetahui siapa yang menelepon.
"Pantes, gue tungguin gak nongol-nongol. Yaudah kalo gitu, tadinya gue khawatir Lo kenapa-napa," sahut Gadis di seberang sana.
Setelah itu, Luna pun menutup panggilan tersebut tanpa mau menceritakan alasannya tidak datang ke rumah Gadis. Dia memang jarang menceritakan masalahnya pada siapapun, bahkan pada sahabatnya pun tidak, memilih memendam seorang diri.
Terkadang hanya Dilan yang menjadi tempat curhatnya, itu pun sangat jarang. Jika bukan Dilan yang lebih dulu memancing, maka Luna tidak akan menceritakan apa yang terjadi. Gadis itu terlalu tertutup dengan orang lain.
☘︎☘︎☘︎☘︎
Paginya, Luna sengaja pergi dari rumah pagi sekali, bahkan sebelum kedua orang tuanya bangun. Sengaja ingin menghindar dari mereka, sebeb tak ingin kejadian semalam terjadi lagi padanya.
"Pagi Tan, Gadis belum berangkat ke sekolah, kan?" tanyanya pada Mama Gadis yang saat itu membukakan pintu untuknya.
Ya, Luna memilih mendatangi rumah Gadis pagi ini, sengaja ingin berangkat bersama sahabatnya itu.
"Kamu tahu sendiri, Gadis jam segini masih ngorok. Sana kamu bangunin." Mama Gadis langsung mempersilahkan Luna untuk masuk.
Sudah menajdi hal biasa bagi wanita itu jika Luna datang ke rumahnya sebelum berangkat ke sekolah. Bahkan sesekali Luna juga ikut sarapan di rumah Gadis. Mereka sudah seperti saudara meski tanpa ikatan darah.
"Dis!" seru Luna dan membuka pintu kamar Gadis bahkan tanpa mengetuk pintu kamar sahabatnya itu.
Di dalam kamar, Gadis terkejut karena pintu kamarnya terbuka tanpa permisi. Bukan hanya Gadis, tapi Luna pun terkejut saat melihat pemandangan di dalam kamar Gadis.
"Lo apa-apaan sih Lun!" bentak Gadis saat Luna masuk kamarnya tanpa mengetuk pintu.
"Sorry Dis, gue gak tahu kalo...." Belum juga Luna menyelesaikan ucapannya, Gadis lebih dahulu menyela.
"Keluar Lo!" usir Gadis, membuat Luna langsung keluar dari kamar sahabatnya itu.
Luna menghela napas panjang. Cukup terkejut mendapati Gadis membawa seorang lelaki ke dalam kamarnya. Bahkan tadi saat dia membuka pintu kamar, gadis dan lelaki itu sedang bercumbu. Tak habis pikir, bagaimana bisa Gadis membawa seorang lelaki masuk ke dalam kamarnya tanpa sepengetahuan orang tuanya.
"Loh, kenapa turun lagi?" tanya Mama Gadis saat melihat Luna sudah berada di lantai bawah.
"Ada Tan, katanya aku di suruh berangkat duluan," jawab Luna terpaksa berbohong.
"Gak sarapan dulu Luna?" tanya wanita itu lagi.
"Makasih Tan, aku sarapan di sekolah aja." Luna langsung meninggalkan rumah Gadis dengan berbagai macam tanda tanya.
Sejak kapan Gadis punya pacar?
Dan sejak kapan Gadis seperti itu?
Ah entahlah, dia tak mau memikirkan urusan orang lain disaat urusannya sendiri lebih rumit.
ntar ujung ujungnya Ken juga yang repot
bucin tolol,rasain lho kan udah kek LC dibuat suami sendiri