Kiara Safira Azzahra harus menelan pil pahit mendapati kekasihnya tiba-tiba tidak ada kabar berita. Ternyata ehh ternyata, kekasihnya......
😱😱😱😱
Penasaran????
Yuk kepoin cerita author yang bikin kalian mewek-mewek baper abiss....
Hanya disini.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cahyaning fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Eh, itu kan...!" Kia terhenti seketika, matanya membesar menatap sosok yang familiar tengah sibuk melayani pengunjung di café. Jantungnya berdetak lebih cepat, bibirnya terkatup tak percaya.
"Elo...!" ternyata Banyu juga sama kagetnya seperti Kia, tatapannya tajam menghunjam lurus ke arah Kia.
Seorang pria paruh baya yang berdiri di dekat mereka menoleh ke arah keduanya, nada suaranya lembut namun penuh rasa ingin tahu.
"Eh, kalian saling kenal?" ujarnya
Kia mengangguk pelan, bibirnya tersenyum samar, "Dia temen sekelas saya, Om."
Matanya kembali menyorot ke Banyu dengan campuran kebingungan dan penasaran, "Elo ngapain di sini?" tanya Kia pada pemuda itu.
Pria baya itu hendak membuka mulut, "Dia ini.....!"
Tapi Banyu lebih dulu memotong dengan suara tegas, "Gue kerja di sini!" Matanya tak bisa dibaca, tetap tenang seperti batu karang.
Namun, pria paruh baya di sampingnya menatap Banyu dengan mata membelalak, jelas terkejut oleh jawaban tiba-tiba itu. Banyu lalu mengedipkan mata, memberikan kode agar pria itu diam. Pria itu mengangguk pelan, menelan rasa ragu, lalu menarik diri meninggalkan kedua anak muda itu.
"Elo ambil part Time?"
Banyu menganggukkan kepalanya sambil mengulum senyum.
"Dan elo ngapain disini.....?" tanya Banyu konyol. Jelas-jelas Kia memesan makanan, ya jelas dia mau makan lah.
"Gue laper. Terus keliling cari makanan. Eh ketemu tempat ini, gue langsung kesini deh," jawab Kia, "Eh, gue baru tau ada tempat seperti ini di dekat taman. Apa cafe ini baru buka?"
Banyu langsung mengangguk cepat, lalu ia duduk di depan Kia yang nampak terkagum-kagum melihat sekeliling cafe.
"Eh, elo kan masih kerja, kenapa malah duduk di sini? Entar elo dimarahi bos elo loh?"
Banyu tersenyum kecil, merasa lucu saja melihat Kia berpikir kalau dirinya bekerja di sana, padahal cafe itu kan milik ayahnya.
"Ya, gue kerja dulu," jawab pemuda itu, "Eh,Elo dah pesen?" tanya Banyu.
"Udah," Kia mengangguk cepat, "Tadi sama om-om tadi," katanya. Banyu mengangguk pelan.
Kia menyipitkan mata, "Apa dia bos lo?" tanyanya dengan nada kepo yang hampir memaksa. Untung pria paruh baya di kasir sedang sibuk menghitung uang.
Banyu menggaruk-garuk kepalanya, sengaja dibuat-buat seolah ada yang gatal. Tapi matanya tetap menghindar dari tatapan Kia.
"Ih, ditanya cuma cengar-cengir doang?" cemberut Kia, mukanya menunjukkan ketidaksabaran.
Banyu menghela napas pelan, lalu menjawab sambil tersenyum kecil, "Ya, dia bos gue." Jawabnya, sekenanya.
Tapi di dalam hati, Banyu menahan tawa. Pasalnya, Kia berpikir ayahnya adalah bosnya—padahal pria yang dimaksud Kia adalah ayahnya.
"Ya udah, gue ke sana dulu. Tuh pesenan elo dah datang," kata Banyu menunjuk pelayan yang membawa makanan ke meja gadis itu.
"Okeh. Terima kasih,"
-
-
"Siapa?" tanya pria baya itu mendekati Banyu yang diam-diam tengah menatap ke arah Kia.
"Temen kuliah, Yah," jawab Banyu, menyunggingkan senyum.
"Temen apa temen?" tanya sang ayah, terkekeh kecil.
"Beneran temen," jawab Banyu. Wajahnya memerah.
"Cantik," kata sang ayah, menahan senyum.
"Ayah apaan sih?" senyum Banyu, malu-malu, "Dia itu jutek banget loh, Yah. Di kelas dia terkenal dengan sikapnya yang judes?"
"Justru judes begitu yang bikin kamu penasaran kan?"
Banyu melirik sang ayah, lalu mendengus sebal.
"Maksud ayah apa?" katanya mengernyitkan dahi.
"Ayah belum pernah ngeliat kamu natap cewek lebih dari sepuluh menit loh, Bang?" kekeh pria baya itu sambil berlalu pergi.
Banyu salah tingkah sendiri sambil tersenyum konyol.
*******
Regan menggerakkan tangannya pelan di atas meja yang bersih tanpa setitik debu. Barang-barang tertata rapi, berbaris rapi seperti perintah tanpa cela. Namun matanya tertuju pada tumpukan kardus di sudut ruangan, kotak-kotak itu berdiri diam, belum disentuh sedikit pun. Wajahnya terangkat saat pikirannya menyusun kemungkinan—mungkin gadis itu tidak berani membukanya.
Senyum lebar merekah di bibir Regan, bangga sekaligus lega melihat betapa rapi pekerjaan sahabat adiknya. Ada kehangatan kecil yang merayap di dada dosen muda itu.
Dia sering mendengar nama Kia disebut-sebut oleh adiknya, namun tidak terlalu dihiraukan. Namun entah kenapa nama itu membuatnya penasaran. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyelinap hatinya.
Ting....Tong
Regan sedang duduk termenung menatap kosong ke luar jendela, pikirannya melayang entah ke mana. Tiba-tiba, suara bel apartemen berbunyi nyaring memecah sunyi. Dia terkejut, tubuhnya sedikit tegang. Regan yang tadinya ingin mandi segera menghentikan niatnya. Dengan langkah berat, ia berjalan ke pintu dan menatap lubang pandang, mencoba menebak siapa tamu tak terduga itu.
Dan ternyata yang datang dua orang yang tidak asing baginya.
Siapa lagi?
Yang datang ialah ibunya dan adiknya, Anne.
"Taraaaaa.....!" seperti biasa, Anne terlihat sangat heboh kalau sudah datang.
"Ngapain kesini?" tanya Regan, mendengus sebel, melihat adiknya yang suka jahil datang bersama sang mama ke apartemennya.
"Astaga, bukannya disuruh masuk malah ditanya mau ngapain kesini? Durhaka elo, Bang?" ketus Anne, mengerucutkan bibirnya.
"Kutuk aja jadi kodok, Mah," kata Anne pada ibunya. Amanda hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak-anaknya.
Kemudian wanita baya yang masih cantik di usianya itu menabok pelan lengan sang putra sambil mendengus.
"Kamu bukannya menyuruh kami masuk dulu?" kata si mama. Regan langsung nyengir.
"Ini mama belanjakan kebutuhan pokok buat isi kulkas kamu. Mama yakin---kulkas kamu masih kosong?"
"Hehehe, iya sih, masih kosong. Aku belum belanja, Mah. Masih sibuk soalnya....!" katanya sambil tersenyum penuh arti.
"Makanya mama dan Anne datang ke sini bawa belanjaan. Dan ini kue bolu kesukaan kamu?" kata sang mama menyodorkan kresek belanjaannya pada sang putra.
"Ya Allah, baiknya mama aku.....!" cengir dosen muda itu. Anne langsung memutar bola matanya malas.
"Ayo silahkan masuk kanjeng Ratu!" ujar Regan menyuruh mamanya masuk ke apartemen.
"Tadi kayak mau perang! Sekarang pandai sekali dikau bermulut manis, Bang.....!" celetuk Anne, sambil menerobos masuk ke dalam. Regan hanya terkekeh kecil.
"Wah, dah bersih, Bang?" ucap sang mama, menelisik setiap sudut apartemen tersebut.
Yang ditanya justru cengar-cengir sambil garuk-garuk hidung.
"Sudah lah. Kan temen aku yang bersih-bersih, Mah," timpal Anne, membuat Amanda langsung menghentikan langkahnya, dengan tatapan tidak paham.
"Maksudnya....?"
Regan langsung menghampiri sang adik, lalu membekap mulutnya.
"Ih, bau tangannya.....!" teriak Anne, berusaha untuk melepaskan diri dari bekapan sang kakak.
"Enak aja," sungut dosen muda itu. Wajahnya masam, dan membaui tangannya sendiri. Dan sepertinya dia baru saja kena prank. Tangannya sama sekali tidak bau, tapi dikatai bau.
"Maksud Anne apa, Bang?" tanya Amanda, masih ingat saja.
"Hehe, itu, Mah. Anu....ehm.....!"
"Anu....anu apa?" Amanda menukikkan kedua alisnya semakin dalam.
"Abang mempekerjakan orang buat bersih-bersih apartemen. Dan orang itu temen aku, Mah. Yang kebetulan lagi butuh kerjaan?" Anne yang menjawab, membuat Regan menggaruk-garuk kepala nya yang tidak gatal.
"Hah, siapa maksud kamu, An?" tanya Amanda penasaran.
"Kiara, Mah. Mama tau Kia kan?"
"Kiara yang sering main ke rumah kita?"
"Iya yang itu," sahut sang putri.
"Kok dia mau?" tanya Amanda, kepo juga akhirnya.
"Dia butuh kerja part time, Mah. Eh, aku tanya Abang, dan Abang bilang butuh orang buat bersih-bersih apartemennya karena kan Abang baru pindahan," jawab Anne.
"Ya nggak juga jadi pelayan dong? Kalian berdua tega banget!" kata Amanda pada kedua anaknya.
"Lah aku cuma beri dia kerjaan. Kata Anne---dia butuh banget," timpal Regan, duduk di sofa dengan santai.
"Ya, Mah. Kata Kia---pekerjaan apapun nggak masalah. Yang terpenting part time, agar bisa mengatur jadwal kuliah dan kerja?"
"Oh, gitu?" Amanda nampak mengangguk paham.
"Kerjaannya bagus ya, Bang? Sebelum dibersihkan apartemen ini kan berdebu banget!"
"Iya, Mah. Kayaknya dia bisa Abang pertimbangkan," kata Regan.
"Hah, pertimbangkan apa maksudnya?" saut Anne.
"Kerjaannya lah, Dek? Kamu kira apa?" dengus Regan.
"Hehehe, aku kira dipertimbangkan jadi istri?" kekeh Anne.
"Bisa banget tuh, Bang. Mama setuju.....!" timpal Amanda, menyetujui ide Putri satu-satunya, "Kamu udah 28 tahun, Bang?"
"Terus aku harus ngapain?"
"Nikahlah.....!"
Bersambung.....
Xixixixixi......
benarkah???