"Genduk Mara, putu nayune Simbah Demang. Tak perlulah engkau mengetahui jati diriku yang sebenarnya. Aku ingin anak turunku kelak tidak terlalu membanggakan para leluhurnya hingga ia lupa untuk selalu berusaha membangun kehidupannya sendiri. Tak ada yang perlu dibanggakan dari simbah Demangmu yang hanya seorang putra dari perempuan biasa yang secara kebetulan menjadi selir di kerajaan Majapahit. Kuharapkan di masa sekarang ini, engkau menjadi pribadi yang kuat karena engkau mengemban amanah dariku yaitu menerima perjodohan dari trah selir kerajaan Ngayogyakarta. Inilah mimpi untukmu, agar engkau mengetahui semua seluk beluk perjodohan ini dengan terperinci agar tidak terjadi kesalahpahaman. Satu hal yang harus kamu tahu Genduk Mara, putuku. Simbah Demang sudah berusaha menolak perjodohan karena trah mereka lebih unggul. Tapi ternyata ini berakibat fatal bagi seluruh keturunanku kelak. Maafkanlah mbah Demang ya Nduk," ucap Mbah Demang padaku seraya mengatupkan kedua tangannya padaku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Rembulan purnama terlihat sempurna di ufuk timur. Raden Soemitro bersama Paijo terlihat berjalan santai mengelilingi dusun. Tak lupa sebelum keluar dari rumah, Paijo telah menyiapkan makanan untuk para utusan Putra selir I yang tengah istirahat di sentong serta untuk mbah Ibu.
Saat mereka melewati rumah dengan nuansa joglo, terdengar alunan suara Al quran begitu merdu dari dalam rumah. Raden Soemitro terlihat terkesima mendengar suara itu.
"Aku baru teringat mbah Ibu memintaku untuk mencarikan guru mengaji dan guru salat," ujar Paijo pada tuannya.
"Pinta saja gadis dalam rumah itu untuk mengajari Ibu. Pasti gadis itu mau," jawab raden Soemitro dengan senyum.
Saat akan menjauh dari rumah joglo, terdengar jeritan dari gadis yang baru saja terdengar mengaji.
"Jangan sentuh saya.Tolong. Tolong. Tolong. Tolong. Tolong," jerit gadis dalam rumah joglo.
Raden Soemitro melihat ke sekeliling. Dahinya mengernyit. Ada seorang gadis minta tolong, tapi para warga tidak membantu. Mengapa para warga bersikap seperti ini pada gadis itu? Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan tentang gadis itu.
"Paijo, tunggu di sini. Aku akan mencoba masuk melihat keadaan gadis itu," pinta raden Soemitro.
"Inggih raden."
Raden Soemitro berusaha membuka pintu depan, tapi terkunci rapat. Akhirnya ia berhasil membuka pintu itu dengan mencoba mendobrak palang pintu di area tengah pintu.
Braaaakkk
Pintu terbuka. Cahaya di ruangan bale itu terlihat temaram. Hanya satu cahaya dari lentera ublik yang terdapat di meja yang berada di tengah ruangan, berdekatan dengan Al Quran yang terdengar barusan dibaca oleh gadis itu. Raden Soemitro melihat seorang pemuda bertelanjang dada tengah bersiap menggagahi perempuan yang sudah ditelanjangi berada di bawahnya. Seketika raden Soemitro mendatangi pemuda itu dan melakukan tendangan tepat mengenai pinggang pemuda itu hingga ia terhuyung.
Sekilas raden Soemitro melihat gadis itu, tak terasa darahnya berdesir. Ini pertama kalinya ia melihat seorang gadis tak memakai sehelai kain pun dengan posisi tertidur tepat dihadapannya. Ia terlihat mengalihkan pandangan ke arah lain untuk menghalau desiran hatinya yang begitu bergemuruh.
"Nona, segera tutupi tubuhmu dengan kain," pinta raden Soemitro pada gadis itu.
"Kamu siapa?Jangan coba-coba menghalangi saya untuk menyetubuhi gadis ini! Bila kamu menghalangi, kamu harus berhadapan dengan saya. Kamu juga akan berhadapan dengan keluarga besar perempuan itu. Saya disuruh oleh keluarga besarnya untuk menodai gadis itu," jelas pemuda itu pada raden Soemitro.
Raden Soemitro terlihat menyeringai tanda mengejek.
"Cuihhh. Keluarga besar macam apa itu yang menyuruh orang untuk menodai gadis di keluarganya sendiri. Saya tidak takut dengan kamu atau pun keluarganya. Saya hanya mencoba melindungi perempuan itu," tantang raden Soemitro.
"Kamu menantang? Saya terima tantanganmu," jawab pemuda kemlinthi itu.
Perkelahian tidak terhindarkan. Tendangan, tangkisan terdengar menggema di ruangan itu. Perkelahian begitu mudah ditaklukkan bagi raden Soemitro karena ia telah dibekali ilmu silat saat masih di Majapahit. Tak seberapa lama pemuda itu terlihat lemas tak berdaya karena berapa kali mendapatkan tendangan, tangkisan dari raden Soemitro. Ia terlihat berusaha melarikan diri. Sebelum melarikan diri, raden Soemitro meraih rambut pemuda itu.
"Bersikaplah yang baik pada perempuan karena kau lahir juga dari seorang perempuan. Bilang pada atasanmu itu, aku tak takut dengan ancamannya," ucap raden Soemitro yang membuat pemuda itu lari terbirit-birit.
Gadis itu telah berpakaian lengkap. Baju dan kain jarik terkoyak bekas pemuda tadi masih teronggok dilantai dan gadis itu terlihat enggan memungut baju itu. Gadis itu terlihat ke arah dapur dan memberikan minuman pada raden Soemitro dengan tangan masih bergetar hebat. Raden segera menangkap gelas berisi air putih itu agar tidak tumpah ke lantai.
"Silakan diminum kisanak. Maaf hanya air putih yang bisa ku suguhkan padamu," pinta gadis itu pada Raden.
Raden Soemitro terlihat duduk di ruang tamu.
" Kisanak siapa? Saya tidak pernah bertemu kisanak sebelumnya. Saya juga tidak tahu kisanak siapa yang sebenarnya. Perlu kisanak ketahui, ini adalah percobaan pemerkosaan yang ke dua puluh lima kali yang saya alami. Saya berjanji pada siapapun yang berkenan menyelamatkan saya, saya akan menyerahkan seluruh tubuh dan hidup saya padanya karena saya tidak memiliki apapun sebagai balas budi untuk membalas kebaikan yang telah saya terima. Karena anda telah menyelamatkan saya, Anda adalah yang paling berhak atas tubuh dan hidup saya saat ini. Saya persilahkan anda menikmati tubuh saya, tuan. Lebih baik saya persembahkan tubuh saya pada tuan daripada tubuh ini akan dibuat pelelangan pada acara buka selambu di lokalisasi yang berada di desa sebelah esok hari. Saya akan lebih ikhlas bila tuan yang menikmati tubuh saya karena tuan telah menyelamatkan saya dari perkosaan ini. Saya akan tetap memilih tuan daripada orang lain, meskipun orang lain itu membayar mahal atas tubuh saya saat acara buka selambu esok hari," ucap gadis itu sembari bersimpuh dihadapan raden Soemitro dengan nada penuh pasrah dan putus asa.
"Jangan bersimpuh dihadapanku, nona. Aku menyelamatkanmu bukan karena berharap atas tubuhmu. Karena memang itu sudah tugasku melindungi warga di sini. Kumohon jangan menyalahartikan kebaikanku padamu."
"Tapi keputusanku tidak akan pernah berubah kisanak. Siapapun kisanak, apapun tujuan kisanak menyelamatkan saya, saat ini hanya kisanak yang berhak atas tubuh dan hidup saya," tegas gadis itu.
"Baru pertama kali ini, aku begitu merasa kebingungan berbicara dengan seorang gadis yang begitu berprinsip seperti kamu. Saya juga pertama kali ini merasa begitu susah untuk bersikap lembut pada seorang perempuan. Entah mengapa, aku tak tahu sebabnya. Padahal aku tak pernah bersikap seperti pada semua perempuan, termasuk ibuku. Langsung saja, aku ingin bertanya padamu. Kamu disini sendiri atau ada orang lain?"
"Saya sendirian. Orang tua saya sudah meninggal."
"Maaf, bila pertanyaan saya terlalu pribadi. Hak milik rumah ini?"
"Sebentar lagi saya tidak akan disini lagi. Bila esok saya ikut acara buka selambu, mungkin saya akan bertempat tinggal di lokalisasi desa sebelah."
Raden Soemitro menghela napas berat.
"Tak bisa kah kamu tidak mengatakan tentang buka selambu itu dihadapanku? Itu sungguh membuatku merasa muak," ucap raden Soemitro dengan penuh amarah.
"Maaf bila itu membuat kisanak muak. Tapi begitulah adat disini. Esok aku akan dilelang oleh keluargaku sendiri di lokalisasi itu,"ucap gadis itu dengan nada datar dan penuh kepasrahan.
"Sudah tengah malam. Saya harus pulang karena saya ada urusan di rumah. Teman saya akan menjaga rumah ini, sementara saya pulang. Saya akan kembali ke sini bila urusan saya sudah selesai. Saya akan pulang kembali ke rumah saat matahari mulai terbit esok hari. Kuharap kamu bisa istirahat dengan tenang malam ini," ucap raden Soemitro pada gadis itu.
"Terima kasih atas kebaikan kisanak. Saya tidak akan melupakan itu."
"Maaf telah merusak pintumu. Saya berjanji akan mengganti pintu dengan yang lebih baik," ucap raden Soemitro saat keluar dari rumah gadis itu.
"Tidak perlu kisanak. Aku juga tidak membutuhkan rumah ini lagi untuk bernaung. Gunakanlah uangmu untuk hal lain yang lebih bermanfaat selain mengganti pintu rumahku ini," balas gadis itu.
"Aku pamit," ucap raden Soemitro.
"Iya."
Raden Soemitro menghampiri Paijo yang terlihat mengantuk di teras rumah gadis itu.
"Paijo, saya mohon kamu di sini dulu. Kasihan perempuan itu sendirian di rumah ini. Dia baru saja mendapat percobaan pemerkosaan. Saya akan kembali ke sini setelah utusan putra Selir I berangkat ke Japan," ucap raden Soemitro pada Paijo.
" Iya raden. Saya akan menunggu jenengan disini," ucap Paijo yang tak sengaja didengar oleh gadis itu dari dalam rumah.
Raden? Aku tidak salah dengar bukan? Apakah kisanak yang telah menolongku itu seorang keturunan kerajaan?