NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:579
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Mulai Merasa Nyaman

"Astaghfirullah, Mbak Anaya!." Simbok mengekor pada Raden Mas Mahesa yang membopong tubuh istrinya menuju ke kamar.

Raden Mas Mahesa kemudian membaringkan tubuh Anaya di atas ranjangnya.

"Tolong bantu Anaya membersihkan diri ya, Mbok. Sekalian tolong obati luka - lukanya." Pinta Raden Mas Mahesa.

"Njih, Raden Mas." Jawab Simbok yang langsung menjalankan perintah.

Raden Mas Mahesa kemudian keluar dari kamar Anaya dan membersihkan diri di kamarnya. Setelahnya ia menghubungi Kanjeng Gusti untuk memberi kabar dan menceritakan kejadian yang di alami Anaya.

Setelah selesai dengan urusannya, Raden Mas Mahesa kemudian beranjak menuju kamar Anaya untuk melihat kondisi Anaya.

Tok.. Tok..

Raden Mas mengetuk pintu kamar Anaya sebelum masuk ke dalam.

"Raden Mas." Ujar Anaya yang kemudian duduk bersandar pada kepala ranjang.

"Bagaimana kondisimu, Raden Ayu? Ada luka lain, selain di sudut bibirmu?." Tanya Raden Mas Mahesa. Hatinya kembali nyeri melihat sudut bibir Anaya yang tampak lebam.

"Tidak ada, Raden Mas." Jawab Anaya.

"Terima kasih banyak karna sudah menyelamatkanku, Raden Mas." Ucap Anaya kemudian.

"Sudah jadi kewajibanku. Sekarang kamu adalah tanggung jawabku, Raden Ayu." Kata Raden Mas Mahesa.

"Romo dan Ibu memintaku membawamu pulang ke desa lusa setelah acara kirim doa tiga hari Ayah, Raden Ayu. Kamu keberatan atau tidak? Mereka mengkhawatirkan keselamatanmu." Ujar Raden Mas Mahesa kemudian.

Raden Ayu terdiam sejenak, nampak berpikir dengan permintaan keluarga Raden Mas Mahesa yang mendadak. Bukannya tak tau, ia mengerti bagaimana kekhawatiran Kanjeng Gusti dan Gusti Ayu.

Anaya sendiri masih merasa berat meninggalkan rumahnya, terlebih belum ada tujuh hari dari kepergian ayahnya. Namun, kejadian yang menimpanya hari ini cukup membuat trauma.

"Raden Ayu, kamu masih keberatan?." Tanya Raden Mas Mahesa yang membuyarkan lamunannya.

"Tidak, Raden Mas. Aku manut (menurut) bagaimana baiknya saja." Jawab Anaya pada akhirnya.

"Yasudah, aku akan mengabari Romo dan Ibu kalau begitu. Kamu beristirahatlah, Raden Ayu." Ujar Raden Mas Mahesa yang hendak beranjak meninggalkan istrinya.

"Raden Mas..." Anaya memegang tangan Raden Mas Mahesa yang hendak beranjak.

Ada perasaan takut saat pria di hadapannya akan meninggalkannya. Ia takut, kejadian kemarin malam terulang lagi. Apa lagi, letak kamar mereka yang sedikit berjauhan membuat Anaya takut kalau Raden Mas tak mendengar saat ia di culik seperti kemarin.

"Kenapa? Kamu takut kejadian kemarin terulang lagi?." Tanya Raden Mas Mahesa yang sepertinya selalu bisa membaca pikiran Anaya.

"Raden Mas bisa baca pikiran orang lain?." Tanya Anaya penasaran, namun pria di hadapannya itu justru tertawa.

"Aku bukan dukun, bukan juga penganut ilmu yang aneh - aneh, Raden Ayu. Tapi ekspresi wajahmu itu seperti buku bertinta tebal buatku, mudah di baca." Jawab Raden Mas Mahesa.

Anaya sendiri hanya bisa tersenyum kikuk mendengar jawaban dari Raden Mas Mahesa.

"Jadi, mau aku temani?." Tanya Raden Mas Mahesa yang di jawab anggukan perlahan oleh Anaya.

"Baiklah, tunggu sebentar, aku mau mengambil ponselku dulu di kamar. Setelah itu aku temani kamu tidur." Imbuh Raden Mas Mahesa.

"Tapi... Itu, anu-."

"Jangan berpikir macam - macam, Raden Ayu. Aku tidak meminta hakku malam ini, tapi aku juga tidak menolak jika di beri." Goda Raden Mas Mahesa.

"Astaghfirullah, Raden Mas!." Kata Anaya yang wajahnya langsung memerah. Tentu saja hal itu membuat Raden Mas terkekeh

"Nanti aku akan tidur di sofa panjang itu. Jangan khawatir, Raden Ayu." Imbuh Raden Mas Mahesa sambil menyentil pelan dahi istrinya.

"Aduh! Raden Mas ini." Keluh Anaya sambil mengusap dahinya.

Anaya tersenyum menatap punggung pria yang berjalan keluar kamarnya. Ia memperhatikan Raden Mas Mahesa hingga pria itu menghilang di balik pintu.

Entah mengapa ia merasa nyaman dan aman saat berada di dekat Raden Mas Mahesa. Tak ada rasa rikuh atau canggung yang berkepanjangan.

Apa karna dia suamiku?. Batin Anaya yang bertanya - tanya tentang perasaannya sendiri.

Tak lama berselang, Raden Mas Mahesa kembali ke kamar Anaya dengan membawa ponsel dan beberapa gadget lain yang ia butuhkan untuk bekerja. Bagaimana pun, ia tetap harus mengurus beberapa pabrik milik keluarga yang ia kelola.

Anaya menatap Raden Mas yang sedang sibuk dengan pekerjaannya di sofa. Pria itu telihat semakin tampan saat sedang serius bekerja seperti itu.

"Kalo kamu menatapku seperti itu, aku jadi gak fokus bekerja, Raden Ayu." Celetuk Raden Mas Mahesa.

"Apa kamu mau memandangiku dari dekat? Kalo iya, aku pindah bekerja di sampingmu." Goda Raden Mas Mahesa kemudian.

"Eh! E-enggak Raden! Aku mau tidur." Ujar Anaya yang tergagap menanggapi godaan suaminya.

Anaya segera merebahkan diri dan menyelimuti tubuhnya. Sedangkan Raden Mas Mahesa hanya bisa terkekeh melihat tingkah lucu istrinya.

"Selamat tidur, Raden Ayu. Tidur yang nyenyak, jangan khawatir ada aku di sini yang menjagamu." Ucap Raden Mas Mahesa.

Tak menjawab, namun ucapan dari Raden Mas Mahesa yang masih di dengar oleh Anaya itu, mampu membuat wajah cantik Anaya bersemu merah di balik selimutnya.

...****************...

Seperti apa yang mereka rencanakan, setelah acara kirim doa semalam. Pagi ini Anaya, Raden Mas Mahesa, Jaka dan juga Raka bersiap untuk kembali ke desa.

Suasana begitu sendu saat Anaya berpamitan pada para pegawai yang ia amanahi untuk menjaga rumahnya. Ia lama memeluk Simbok, wanita paruh baya yang sudah ikut merawatnya dari ia bayi.

"Hati - hati dan jaga kesehatan di sana ya, Cah Ayu. Sering - sering berkunjung ke sini." Pesan Simbok dengan air mata yang bercucuran.

"In Syaa Allah, Mbok. Simbok jaga kesehatan, ya. Jangan kemana - mana, tetap di sini saja bersama anak dan cucu Simbok. Aku titip rumah ini ya, Mbok." Jawab Anaya yang juga bercucuran air mata.

"Raden Mas, Simbok titip Mbak Anaya. Tolong jaga baik - baik ya, Raden." Pinta Simbok saat Raden Mas Mahesa berpamitan padanya.

"Njih, Mbok. Gak perlu khawatir, In Syaa Allah Raden Ayu aman bersamaku. Kalau Simbok rindu, kabari saja, nanti biar Simbok di jemput dan di bawa berkunjung ke desa kami." Ujar Raden Mas Mahesa yang mengerti bagaimana kedekatan Simbok dan Anaya.

Sebelumnya, Raden Mas Mahesa pun sudah menawari Simbok untuk ikut bersama mereka dan tinggal di desa. Namun, wanita paruh baya itu menolak karna sudah mendapat amanat dari Pak Suteja untuk merawat rumahnya.

"Matur suwun, Raden Mas. Tolong sampaikan salamku untuk Kanjeng Gusti dan Gusti Ayu." Jawab Simbok.

"In Syaa Allah nanti aku sampaikan pada Romo dan Ibu. Hati - hati di rumah ya, Mbok, kabari kalau terjadi sesuatu dan jangan sungkan untuk meminta bantuan kapanpun di perlukan." Pesan Raden Mas Mahesa sebelum mereka berpisah.

Mereka memulai perjalanan menuju ke desa tempat tinggal Raden Mas Mahesa. Perjalanan akan di tempuh kurang lebih selama tujuh jam dari kediaman Anaya.

Sepanjang perjalanan, tak banyak percakapan antara Raden Mas Mahesa dan istrinya. Anaya lebih banyak diam dan mendengarkan obrolan antara Raden Mas, Jaka dan juga Raka.

Di tengah perjalanan, Anaya tampak begitu mengantuk hingga kepalanya hampir terantuk kursi di depannya. Dengan sigap, Raden Mas Mahesa menahan kepala Anaya dan secara perlahan menyandarkan kepala Anaya di dadanya.

Jaka dan Raka yang melihat perlakuan manis tuannya itu, hanya bisa tersenyum - senyum sambil saling menyenggol.

"Menyetir yang benar, kita sedang di jalanan ramai." Ujar Raden Mas Mahesa saat melihat dua asistennya yang saling menyenggol.

"Sendiko dawuh, Raden Mas." Jawab mereka hampir bersamaan dengan senyum yang mengembang.

1
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!