Evelyn, penulis webtoon yang tertutup dan kesepian, tiba-tiba terjebak dalam dunia ciptaannya sendiri yang berjudul Kesatria Cinta. Tapi alih-alih menjadi tokoh utama yang memesona, ia justru bangun sebagai Olivia, karakter pendukung yang dilupakan: gadis gemuk berbobot 90kg, berkacamata bulat, dan wajah penuh bintik.
Saat membuka mata, Olivia berdiri di atas atap sekolah dengan wajah berantakan, baju basah oleh susu, dan tatapan penuh ejekan dari siswa di bawah. Evelyn kini harus bertahan dalam naskahnya sendiri, menghindari tragedi yang ia tulis, dan mungkin… menemukan cinta yang bahkan tak pernah ia harapkan.
Apakah ia bisa mengubah akhir cerita sebagai Olivia? Atau justru terjebak dalam kisah yang ia ciptakan sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 6.Taruhan kedua saudara.
Oliva sekarang duduk di tepi ranjangnya, napasnya masih sedikit memburu usai pertengkarannya dengan Mark.
Rambutnya agak kusut karena jambakan tadi, dan pipinya masih panas karena emosi. Matanya menyapu ruangan yang begitu kontras dengan perasaannya saat ini.
Kamar yang asing untuk nya, kamar yang berbeda dengan dunia Evelyn. Kamar kecil Evelyn yang dikelilingi oleh buku dan gambaran karakter webtoon miliknya dan laptop setianya, yang berbeda dengan milik Olivia kamar yang luas ranjang yang empuk dan lebar.
Kamar Oliva tampak seperti dunia kecil yang manis dengan langit-langit dihiasi gantungan kristal berbentuk bintang, tirai tipis berwarna merah muda menjuntai lembut dari jendela besar, membiarkan cahaya matahari sore menerobos masuk dengan lembut.
Di sekeliling ranjangnya yang besar dan berkelambu putih, berjejer boneka-boneka lucu seperti beruang, kelinci, hingga putri-putrian berbaju gaun,semuanya tersenyum seolah tak tahu apa yang baru saja terjadi.
Ruang itu seperti kamar seorang putri kecil yang selalu dimanja dan dijaga, bukan tempat untuk seorang remaja yang baru saja bertarung dengan kakaknya.
Oliva menatap satu boneka beruang besar di pojok ruangan, lalu berbaring perlahan, memeluknya erat.
Ia tidak menangis, tapi matanya berkaca. Ada rasa sesak di dadanya. Bukan hanya karena Mark,tapi karena dunia di sekelilingnya yang tampak indah, tapi sering kali tidak mengerti dirinya.
"Aku yang menciptakan karakter Oliv yang seperti ini, dihina karena fisik dan hanya bisa diam yang mereka lontarkan. Mungkin aku sudah keterlaluan pada Oliv, membuat karakter nya seperti itu"
Oliv langsung berdiri dari ranjang nya, dan berjalan kearah kaca besar dikamarnya itu.
Ia melihat tubuh Oliva, dan dia pun bertekad merubah fisik Oliva.
"Mulai hari ini, aku akan merubah fisikmu agar mereka tidak selalu mengejekmu. Sekarang bukan saatnya untuk duduk diam, sekarang waktunya merubah si Oliv"
Evelyn pun bertekad untuk merubah kondisi fisik Oliv, karena perasaan bersalah nya pada gadis yang berada dicermin itu.
Malam itu, meja makan keluarga mereka tampak seperti biasanya yang dipenuh dengan hidangan lezat yang disajikan oleh para pelayan seperti ayam panggang madu, sup krim daging, kentang tumbuk, dan steak sapi saus lada hitam. Tapi ada satu pemandangan yang tidak biasa malam itu yaitu saudari mereka Oliva.
Gadis itu duduk dengan tenang di kursinya, tidak seperti biasanya yang selalu antusias mencicipi berbagai hidangan favoritnya.
Kali ini, di piringnya hanya ada potongan apel hijau, salad segar, dan sedikit tumis brokoli.
Mark yang duduk di seberangnya melirik dengan alis mengernyit. "Sejak kapan kamu jadi kelinci, Oliv?" tanyanya setengah bercanda, mengangkat sepotong ayam ke mulutnya.
Oliv hanya menatap tajam, menandakan ia tidak menyukai ucapan Mark. Mark lalu memalingkan pandangannya dari saudaranya itu, dan melanjutkan makan malamnya.
Erik, yang duduk di samping Oliv, ikut mengamati. “Kamu diet?” tanyanya, kali ini dengan nada lebih serius.
"Iya kak"
"Untuk apa?, kakak menyukai adik yang lucu"
Oliva tidak langsung menjawab. Ia hanya menyendok potongan buah naga ke mulutnya lalu berkata ringan, “Nggak juga. Cuma pengen makan yang lebih sehat aja. Badan kayaknya mulai ngasih sinyal.”
Mark mencibir kecil. “Sinyal apaan? Kamu tuh udah gendut dari lahir, jangan drama.Nanti sakit gimana?”
Oliv menoleh pelan ke arah Mark, menatapnya dingin tapi tetap tenang. "Baik mau taruhan nggak? "
"Taruhan apa? "
"Kalau aku bisa kurus dalam dua bulan, mobil sport mu jadi milikku. Bagaimana?"
Mark pun terdiam, ia ragu mengiyakan taruhan adiknya itu. Tapi melihat tubuh gemuk adiknya, mungkin butuh lebih dari dua bulan.
"Baik, jika dua bulan kamu kurus. Mobil ku kesayangan ku untuk mu! "
"Oke, kakak Erik jadi saksi. Jika kakak ingkar aku akan sita dengan paksa"
"Baik, tapi dalam dua bulan tidak turun kartu kredit mu untuk ku dan jangan bilang ayah dan mama kalau kartu kredit mu aku ambil"
"Deal! "
"Deal"
Erik menatap pertengkaran adik-adiknya dengan senyum,semakin mereka bertengkar semakin erat hubungan mereka.
Ia tidak menyangka adik perempuannya bisa berubah sebanyak itu dan sekarang Erik memandang Oliv dengan tatapan yang baru, seolah mencoba mengerti sesuatu yang selama ini tidak pernah terpikirkan.
Mark hanya diam sebentar, lalu kembali mengunyah, meski sesekali masih melirik ke arah salad Oliv seperti benda asing.
Ia sedikit menyesal, tapi ia juga tidak bisa mencabut ucapnya tadi.
Suasana makan malam jadi sedikit lebih tenang, tapi juga lebih dalam dari biasanya. Untuk pertama kalinya, kakak-kakaknya melihat bahwa di balik gaun-gaun manis dan kamar penuh boneka itu, Oliv perlahan sedang tumbuh… dan berubah.
Setelah taruhan itu, Oliv bekerja keras menurunkan berat tubuhnya. Ia bangun lebih pagi dari biasanya, berolahraga secara rutin, dan mulai mengatur pola makannya dengan ketat.
Makanan manis dan gorengan yang dulu selalu jadi favoritnya, kini ia jauhi. Setiap pagi ia berlari keliling kompleks rumah, dan setiap malam ia melakukan latihan ringan di kamar ditemani musik yang membakar semangat.
Perubahan fisik Oliv mulai terlihat. Wajahnya yang dulu bulat kini perlahan mengecil, pipinya tak lagi tembam, dan tubuhnya terlihat lebih ramping.
Bahkan di sekolah, teman-temannya sempat tak mengenalinya. Seragam sekolah yang dulu sempit kini mulai longgar. Banyak yang terkejut, bahkan guru-gurunya memperhatikan perubahan sikap dan penampilannya.
Oliv yang dulu sering menyendiri dan menunduk kini berjalan dengan kepala tegak. Ia mulai berbicara lebih percaya diri, berani menatap mata orang lain, dan tak takut lagi dibicarakan.
Bahkan Owen, musuh bebuyutannya sekarang, mulai kehilangan bahan untuk mengejeknya.
Tapi bukan itu yang membuat Oliv puas tapi melainkan karena ia mulai menyukai dirinya sendiri.
"Di kelas jadi tidak seru, bakpao sekarang seperti kue kering" Enek Owen yang berjalan melewati tempat duduk Oliva dan Luna.
Oliv yang ingin sekali menyiramkan air minumannya yang ia pegang kearah Owen, tapi di halangi oleh Luna. Walaupun Luna tidak bicara hanya memegang tangan Oliv, dengan menggelengkan kepalanya yang mengisyaratkan. "Jangan lakukan! "
Demi Luna ia mencoba tidak menggubris setiap ejekan Owen, ia mengontrol emosinya dan fokus dengan targetnya.
Dan sejak itu, Oliv bukan hanya berubah secara fisik, tapi juga mental. Ia bukan lagi "si gadis gendut" yang mudah diremehkan, tapi seseorang yang kuat karena berani melawan diri sendiri.
Sebulan telah berlalu sejak Oliv mulai menjalani perubahan besar dalam hidupnya. Usahanya menurunkan berat badan kini mulai membuahkan hasil yang nyata.
Tubuhnya jauh lebih ramping, wajahnya lebih tirus, dan sorot matanya tampak lebih hidup. Banyak yang tak percaya kalau itu adalah Oliv yang sama,gadis yang dulu sering dijadikan bahan ejekan.
Kini Oliv berdiri dengan penuh percaya diri saat menghadapi ujian kenaikan kelas. Ia duduk di bangkunya dengan tenang, tanpa rasa cemas berlebihan seperti dulu.
Selama sebulan terakhir, bukan hanya fisiknya yang berubah, tapi juga cara berpikir dan kedisiplinannya. Ia belajar dengan tekun, tidak lagi melarikan diri dari tanggung jawab, dan mulai menetapkan target-target kecil dalam hidupnya.
Saat ujian berlangsung, teman-teman sekelasnya mulai memperhatikan perubahan Oliv. Beberapa mulai bisik-bisik, kagum, bahkan iri. Tak sedikit pula yang mendadak ingin berteman dengannya. Tapi Oliv tidak terlalu memedulikan itu. Baginya, fokus utama sekarang adalah masa depannya sendiri.
Di antara tumpukan soal dan lembar jawaban, Oliv membuktikan bahwa perubahan tak hanya terjadi di luar, tapi juga dari dalam.
Dan hari itu, ia bukan lagi gadis pemalu yang suka bersembunyi di balik tubuh besarnya, tapi sosok yang sedang bangkit dan tak lagi takut menghadapi dunia.
Sekarang Oliv dan Luna tidak jauh berbeda saat duduk bersama, saat jam istirahat banyak teman cowok sekelas mereka mengajak Oliv ke kantin.
Tapi mereka tidak menyadari Owen dan Damian memperhatikan Oliv yang berubah banyak.
"Sekarang Oliv sudah seperti Luna, mereka terlihat cantik sedikit lagi Oliv terlihat sempurna" Ucap Damian yang senang melihat perubahan Oliv.
"Kamu buta apa?, mereka berdua itu berbeda. Bagaimana pun juga bakpao tetap bakpao? " Ucap sinis Owen.
Tiba-tiba dari belakang punggung Owen ditepuk Leo.
"Jangan bilang seperti itu, dan jangan terlalu benci dengan Oliv. Bagaimana nanti kamu yang jadi cinta mati padanya? "
"Kalau begitu, aku yang harus periksa mata"
Setelah mengatakan itu 3T pergi meninggalkan kelas mereka, di masa depan tidak akan tahu apa yang terjadi pada mereka nantinya.