NovelToon NovelToon
PICCOLA PERDUTA

PICCOLA PERDUTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Dark Romance
Popularitas:32.8k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

‼️Harap Bijak Dalam Memilih Bacaan‼️

Series #3

Maula Maximillian dan rombongan kedokterannya dibuang ke sebuah desa terpencil di pelosok Spanyol, atas rencana seseorang yang ingin melihatnya hancur.

Desa itu sunyi, terasing, dan tak tersentuh peradaban. Namun di balik keheningan, tersembunyi kengerian yang perlahan bangkit. Warganya tak biasa dan mereka hidup dengan aturan sendiri. Mereka menjamu dengan sopan, lalu mencincang dengan tenang.

Yang datang bukan tamu bagi mereka, melainkan sebuah hidangan lezat.

Bagaimana Maula dan sembilan belas orang lainnya akan bertahan di desa penuh psikopat dan kanibal itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 : Bertahan Hidup Malam Ini

...•••Selamat Membaca•••...

Sofia bangun lebih dulu dibanding teman-temannya yang lain, mereka tidur saling berdempetan karena rumah itu cukup sempit tetapi hal tersebut justru membuat mereka merasa lebih aman.

Sofia mengambil air wudhu’ dan shalat subuh, dia melihat waktu melalui perkiraan dan kondisi hari. Langit sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda akan pagi. Sofia shalat dua raka’at menggunakan sajadah dan mukenah yang dia rancang dari kain-kain di rumah tersebut.

Matahari mulai naik, mereka semua bangun dan menjemur pakaian kemarin yang sempat mereka cuci semalam. Maula merasa jauh lebih baik, begitu pula dengan Nicholle.

“Aku akan coba cari sesuatu yang bisa kita makan ya, mungkin ada buah-buahan atau apa,” ujar Sofia yang melihat Maula sudah kelaparan, apalagi dia sedang hamil.

“Aku ikut ya, aku juga lapar.” Reba berdiri dan menyusul Sofia.

“Kamu di sini aja Maula, nanti kalau ada apa-apa, kalian teriak aja,” ingat Sofia pada Maula.

Sofia dan Reba menyusuri hutan untuk mendapatkan makanan. Apa pun itu, yang penting baik dan bisa dimakan.

Sedangkan kelompok pertama langsung mendekati pondok saat melihat Maula, Nicholle, Ivory, dan Anna duduk di depan sambil berjemur.

Para wanita saling berpelukan. Mavros langsung mendekati Maula dan memeriksa kondisinya.

“You oke?” Maula mengangguk dengan wajah pucatnya.

“Cloe?” tanya Maula pada Mavros. Rombongan itu hanya menunduk dan Maula mengerti apa yang terjadi.

“Kondisi kita saat ini tidak memungkinkan untuk jalan lagi, ada baiknya kita istirahat di dalam rumah ini dulu hingga besok tiba. Baru kita cari jalan keluar atau pertolongan,” kata Maula pada yang lain.

“Kami setuju, lagian kami juga sangat lelah, dari semalam kami tidak tidur sama sekali,” sahut Lika.

“Kalian istirahat saja di dalam, nyaman dan ada selimut juga.” Mereka semua masuk dan tidur dengan posisi yang menurut mereka nyaman.

Mavros menggenggam tangan Maula yang dingin.

“Benar kamu baik-baik saja?” tanya Mavros meyakinkan.

“Iya Mavros, aku baik-baik saja. Sana tidur, nanti kalau Sofia dan Reba datang, kami akan bangunkan lagi.” Mavros tersenyum dan melenggang masuk, Nicholle melihat dengan tatapan cemburu, perhatian Mavros pada Maula barusan membuat dia tidak senang.

Anna menyenggol lengan Nicholle, agar gadis itu bisa mengendalikan tatapannya pada Maula lalu berbisik di telinga Nicholle. “Ini bukan saatnya kau merasa cemburu, Nic.”

Nicholle menghela napas dan memutar malas bola matanya.

Maula sama sekali tidak peduli dengan hal itu, yang dia pikirkan saat ini adalah keluar dari hutan tersebut.

Pulang dan menemui suaminya, dia seakan kapok pergi tanpa izin.

“Aku rindu, Ray. Aku lelah di sini, aku ingin bermanja padamu.”

Maula menghapus air matanya lalu berjalan-jalan, menikmati cahaya matahari pagi yang menghangatkan tubuhnya.

Anna lagi-lagi menatap intens Maula, seakan memiliki hal yang ingin dia ungkapkan tapi dia sendiri merasa ragu.

...***...

Langkah Sofia dan Reba menyusur tanah hutan yang lembab, menyibak rimbun pakis dan akar menjalar. Pisau tunggal di tangan Sofia sangat tajam tapi mulai berkarat, pisau itu dia dapat dari dapur kayu di dalam pondok. Hutan sunyi, hanya suara burung dan desir dedaunan yang terdengar. Lalu suara gemericik dan mereka saling pandang.

“Sungai, Sof. Ada sungai,” seru Reba dengan bahagia.

Mereka bergegas ke sana. Air jernih mengalir deras, membelah batu dan akar. Reba jongkok di tepi, menajamkan pandang hingga ikan kecil melintas cepat. Sofia turun pelan ke air, tubuhnya diam, matanya tajam. Sekali tebas — cipratan — satu ikan terpental ke batu.

Reba tertawa kecil dan melakukan hal yang sama, mereka berdua menangkap ikan yang cukup banyak di sungai itu.

Sangat banyak, mungkin karena hutan tersebut jarang dilalui atau dikunjungi, jadi populasi ikan tidak berkurang. Mereka memasukkan ikan yang sudah ditangkap ke dalam kantong plastik yang mereka bawa dari rumah.

Lalu lanjut jalan dengan mata yang terus mencari sesuatu. Di sela semak, Sofia menemukan pohon rendah dengan buah merah-kuning menggantung. Reba memotong satu, mencium aromanya, lalu menggigit pelan. “Manis. Tidak pahit. Sepertinya. Aman.” Reba mengatakan rasanya pada Sofia.

Reba memutar buah itu di tangannya, dengan sedikit ragu. “Keliatannya enak, tapi… bisa dimakan tidak ya?”

Sofia mengangguk pelan. “Murbei liar. Aku pernah lihat waktu ikut ayahku ke gunung. Kalau warnanya udah hitam begini, tandanya matang dan aman.”

“Kita bawa untuk yang lain, sepertinya cukup hingga makan malam nanti.” Sofia mengangguk.

Sofia mengambil satu, menggigit ujungnya. Jus manis asam langsung meledak di lidah.

“Rasanya segar, seperti permen alami,” ucap Sofia, menyodorkan beberapa ke Reba. “Tidak membuat kenyang, tapi bisa bantu bertahan.”

Reba mencicipi, lalu tersenyum tipis. Di tengah hutan yang tak bersahabat, rasa manis itu terasa seperti kemewahan.

Mereka duduk di bawah pohon, memotong ikan dengan pisau satu-satunya, buah tersusun di pangkuan.

Hutan tetap asing, tapi malam ini mereka punya makanan. Dan pisau masih utuh.

Mereka membersihkan ikan-ikan itu agar nanti bisa langsung di bakar oleh teman-temannya.

Setelah empat puluh menit mereka berjalan, akhirnya sampai di pondok. Berkumpul bersama dan memberikan hasil tangkapan hari ini.

“Banyak, Sof. Ini bisa untuk makan malam juga.” Sofia tersenyum saat Maula begitu bahagia.

“Iya, pokoknya kamu sama dedek bayi tidak kelaparan,” jawab Sofia.

Mereka berenam membakar ikan itu tanpa bumbu apapun. Bisa makan saja sudah syukur.

Maula begitu lahap makan ikan, dan Reba menberikan satu ekor lagi. “Makan yang banyak, kami tidak mau kalau nanti Rayden marah karena tidak bisa menjaga anak dan istrinya,” kekeh Reba yang juga diikuti oleh yang lain, kecuali Anna.

Sofia sedikit aneh dengan tatapan Anna belakangan ini pada Maula. Dia ingin bertanya tapi bukan waktunya dan Maula kembali merasa rindu, ia sedih karena mengingat suaminya.

Sofia menepuk pelan pundak Maula, menguatkan. Padahal dia sendiri juga butuh semangat, karena posisi mereka semua jauh dari kata aman.

Malam mulai turun, cuaca di luar gerimis lalu hujan turun dengan deras. Pondok itu muat untuk mereka jika saling duduk, kalau tiduran untuk lima belas orang sangatlah mustahil.

Mereka makan malam sambil bercanda satu sama lain, saling mengobati hati.

“Kamu mau lagi? Ambil saja punyaku,” tawar Mavros pada Maula, dia melihat daun pisang Maula sudah kosong dari makanan.

“Aku sudah kenyang, jatahku sudah dua ekor malam ini. Habiskanlah.” Maula tersenyum lembut pada Mavros, hal itu membuat Mavros merasa diawang-awang.

Mavros dan Maula saling bicara dengan santai dan hangat, membuat Nicholle semakin cemburu. Di sudut lain ada Dorry dan Lika yang saling suap-suapan, juga ada Miller dan Silly yang juga merupakan pasangan.

Mereka semua saling lempar guyonan dan melupakan kengerian di luar sana, menyimpan tenaga untuk besok mencari jalan keluar dari desa tersebut. Yang penting malam ini mereka masih bertahan untuk hidup.

...•••Bersambung•••...

1
Latoya
hebat
Frizzy Danuella
Wow amazing thor
Frizzy Danuella
Angkat aku jadi cucumu juga nena
Blade Haruna
Akhirnya hukuman mereka ditetapkan juga, ini nih yg gue suka. Satu masalah selesai baru datang masalah baru, bukan malah belibet yg bikin pala gue makin pusing
Zenia Kamari
Confess sekarang apa gue cepuin lo
Zenia Kamari
gue nonis, tpi gue suka banget sama karya religi kakak ini
Zayana Qyu Calista
sungkem gue ama lo kak
Zayana Qyu Calista
Gue kebagian cucu angkat juga gpp deh, asal neneknya kayak eliza ini
Rihana👒
Saya support kalau memang sofia sama advait
Rihana👒
Begini kalau dapat cinta yang setara, mereka saling jaga
Rihana👒
Thor, bikin novel religi versi kamu lagi dong, saya mau baca dan jangan lupa untuk ilmu pengetahuannya. Ditunggu ya thor (sangat berharap)
Pesillia Lilian
asik tuh klau advait sama Sofia, bakalan besty selamanya Maula
Pesillia Lilian
Author terniat
Miyoji Sweetes
Ngomong jgn dlam hati Advait, ngomong langsung elaahh
Miyoji Sweetes
Seniat itu ya thor🔥🔥🔥
Cherry Berry
Advait kalo gak gercep ya alamat bakalan patah hati
Pedri Alfonso
ini keren banget
Putri vanesa
Kk berapa lama smpe bisa bikin cerita ini sereal mungkin, entah ini memang real life or imagination aku pribadi bukan kyak ngebaca dosng tpi kyak udah nnton ceritanya langsung dalam byang2an fikiran aku, karena emang sedetail itu ceritanyaaa, ini mah kudu di jdiin film sih rame bnget soalnya
Sadohil: setuju banget
Zenia Kamari: Terbaik ini karya
total 5 replies
🐱Pushi Cat🐱
Keren, gak pernah gagal kakak ini masalah detail, baik kedokteran, agama maupun hukum. Pantesan penulis pada bilang kalau menulis bukan hanya tentang merangkai kata
Putri vanesa
SemangatAdvait kita dukung dirinu dan Sofia menuju jannah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!