Hidup terkadang membawa kita ke persimpangan yang penuh duka dan kesulitan yang tak terduga. Keluarga yang dulu harmonis dan penuh tawa bisa saja terhempas oleh badai kesialan dan kehancuran. Dalam novel ringan ini kisah ralfa,seorang pemuda yang mendapatkan kesempatan luar biasa untuk memperbaiki masa lalu dan menyelamatkan keluarganya dari jurang kehancuran.
Berenkarnasi ke masa lalu bukanlah perkara mudah. Dengan segudang ingatan dari kehidupan sebelumnya, Arka bertekad mengubah jalannya takdir, menghadapi berbagai tantangan, dan membuka jalan baru demi keluarga yang dicintainya. Kisah ini menyentuh hati, penuh dengan perjuangan, pengorbanan, keberanian, dan harapan yang tak pernah padam.
Mari kita mulai perjalanan yang penuh inspirasi ini – sebuah cerita tentang kesempatan kedua, keajaiban keluarga, dan kekuatan untuk bangkit dari kehancuran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Michon 95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Malam Karnaval
Sehari Sebelumnya
Prespektif Adelia
Seperti sebelumnya, aku mendatangi kelas Ralfa hanya untuk melihatnya dari pintu kelasnya tanpa berani mengajaknya ngobrol. Saat aku kembali ke kelas, temanku Cindy, seorang cewek tomboy berambut pendek, bertanya, "Jadi, kamu pergi ke kelasnya lagi?"
"Ya, dan dia tampan seperti biasa," jawabku, merasakan jantungku berdebar.
"Nampaknya ada yang sedang jatuh cinta nih," jawab Cindy dengan nada jail.
"Mau bagaimana lagi? Sejak hari terselesaikannya masalah itu, semua teman kelas menggodaku untuk berpacaran dengannya," kataku, merasa sedikit malu.
"Tapi serius, kamu harus mulai berbicara dengannya dan mendekatinya, sebelum dia berpacaran dengan yang lain," Cindy menambahkan, menatapku dengan serius.
"Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya," jawabku, merasa bingung.
Saat itulah terdengar suara, "Permisi, apa Adelia ada?" Aku menoleh dan terkejut menemukan Ralfa berada di depan pintu kelas. Saat dia melihatku, dia berkata, "Oh Adelia, apa kamu tadi menjatuhkan ini di depan kelasku?" sambil menunjukkan kartu pelajarku.
Aku spontan mengecek saku rokku dan menemukan kartu itu tidak ada. Aku menghampiri Ralfa dan menerima kartu pelajarku itu. "Terima kasih," kataku, merasa sedikit canggung.
Saat Ralfa hendak kembali ke kelasnya, Cindy berkata, "Tunggu Ralfa, Adelia ingin membalas kebaikanmu. Sebelumnya, salam kenal, namaku Cindy, aku teman kelasnya Adelia."
Ralfa menjawab, "Salam kenal, tapi Adelia tidak perlu melakukan itu."
"Bagaimana kalau kami menemanimu dan Adelia mentraktirmu wahana karnaval besok?" kata Cindy, dan aku bergumam dalam hati, "Apa yang dia lakukan? Aku bisa sangat gugup jika hanya berada di dekatnya."
Ralfa berpikir sejenak lalu menjawab dengan senyuman, "Boleh saja, kalau begitu sampai di karnaval."
Saat aku tiba di karnaval, tiba-tiba Cindy mengirim pesan bahwa dia ada urusan keluarga mendadak dan sudah izin ke anggota OSIS. Saat aku bingung harus apa, tiba-tiba Kak Putri mendatangiku dan bertanya, "Ada apa Adelia?"
"Temanku sudah berjanji menemaniku dan Ralfa untuk ke karnaval, tapi dia izin ada acara keluarga," jawabku.
"Begitu ya," katanya. "Kamu yang di sana bisa temani dia sebentar," kata Kak Putri memanggil salah satu rekan cewek OSISnya. Setelah itu, Kak Putri pergi dan tidak lama kemudian dia kembali sambil mengikuti di belakangnya Ralfa yang mengenakan kaos berkerah, celana jeans, jaket abu-abu, dan sepatu sekolahnya. Saat ini, dia terlihat lebih tampan dari biasanya, sementara aku hanya menggunakan rok panjang, kemeja berwarna biru, dan sepatu sekolah.
Saat tiba di depanku, Ralfa bertanya, "Loh, mana Cindy?"
Ku jawab, "Dia tidak jadi datang karena ada urusan keluarga, tapi dia sudah izin sama salah satu anggota OSIS."
Dia hanya mengangguk, dan Kak Putri berkata, "Udah kalian berdua jangan ngobrol aja di sini, sana nikmati karnavalnya," dengan nada sedikit jail. Dia melanjutkan, "Dan untuk Ralfa, jaga Adelia baik-baik. Kalau sampai dia kenapa-kenapa, selesai karnaval aku akan menghukummu," dengan tatapan tajam dan nada tegas.
Ralfa menjawab, "Oke, Kak." "Kalau begitu, Kak Putri, kami permisi dulu."
Dan begitulah kami berdua bisa bersama-sama di acara karnaval
Prespektif Ralfa
Saat kami berjalan-jalan, Adelia berkata, "Maaf ya kamu jadi harus menemaniku di acara karnaval," dengan nada malu-malu.
"Tidak apa-apa, lagian aku juga setuju untuk melakukannya," jawabku, berusaha membuatnya merasa lebih nyaman.
"Mau ke mana dulu?" tanyaku, tetapi sebelum Adelia menjawab, terdengar suara dari belakang.
"Ada yang lagi kencan nih," dengan nada jail. Saat aku menoleh, itu dari kios kelasku yang berjualan makanan. Mereka semua cengar-cengir melihatku berdua, dan Adelia yang memang pemalu langsung ngumpet di belakangku.
Orang yang berkata itu adalah Devina. Dia juga berkata, "Sepertinya ada yang mengikuti saranku waktu itu," dengan nada jail.
"Bukan gitu, aku hanya menepati janji untuk menemaninya berkeliling karnaval, dan seharusnya dia juga bersama temannya, tapi temannya tidak jadi datang," jawabku, berusaha menjelaskan.
Mereka semua mengangguk, dan aku berkata lagi, "Kak Putri juga memintaku menjaganya selama kami berdua ada di karnaval ini."
Ketua kelas menambahkan, "Oh, sepertinya hubungan kalian didukung ketua OSIS nih." Aku menjawab, "Bukan begitu," dengan nada sedikit malu-malu.
Aku bertanya apa yang mereka jual, dan mereka menjual mie goreng dan beberapa jajanan. Kami membelinya (tentunya kami membayar sendiri-sendiri).
Setelah itu, kami melanjutkan berjalan. "Jadi, Ralfa, apa kamu sudah pernah naik wahana roller coaster?" tanya Adelia, matanya berbinar penuh semangat.
"Belum, tapi aku dengar itu seru banget!" jawabku, merasa bersemangat.
"Kalau begitu, kita harus coba!" serunya, senyumnya membuatku merasa hangat di dalam hati.
Saat kami mendekati wahana roller coaster, Adelia terlihat sedikit ragu. "Apa kamu yakin kita bisa naik itu?" tanyanya, suaranya melirik ke arah Ralfa.
"Tenang saja, aku akan menjagamu," kataku, berusaha menenangkan suasana. "Kita bisa melakukannya bersama."
Kami berdua mengantri dan saat tiba giliran kami, Adelia menggenggam tanganku erat. "Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa gugup," katanya, wajahnya memerah.
"Jangan khawatir, kita akan bersenang-senang!" jawabku, berusaha menghilangkan ketegangan yang ada.
Namun, saat wahana mulai bergerak, tiba-tiba kincir berhenti. "Eh, kenapa berhenti?" tanyaku, merasa cemas.
Adelia juga terlihat khawatir. "Apakah ini normal?" tanyanya, matanya melirik ke arah Ralfa.
"Sepertinya tidak," jawabku, berusaha tenang. Aku ingin mengecek apa yang terjadi, tetapi saat aku berdiri, kakinya tersandung dan hampir menabrak Adelia yang duduk di depannya.
Dalam sekejap, kami berdua saling menatap wajah masing-masing dari jarak yang sangat dekat. Ralfa merasakan jantungnya berdegup kencang, dan wajah Adelia memerah. "Maaf!" serunya, cepat-cepat mundur.
"Enggak apa-apa," jawab Adelia, suaranya bergetar. Kami berdua terdiam sejenak, merasakan ketegangan di antara kami. Ralfa bisa merasakan kehangatan dari wajah Adelia, dan dia tidak bisa mengalihkan pandangannya.
"Uh, aku... aku akan cek," kataku, berusaha mengalihkan perhatian dari momen canggung itu. Aku berusaha berdiri lagi, tetapi kali ini lebih hati-hati.
Saat aku melihat ke luar, aku melihat petugas sedang berusaha memperbaiki kincir. "Sepertinya ada masalah teknis," ujarku, berusaha menenangkan Adelia.
Adelia mengangguk, tetapi dia masih terlihat sedikit cemas. "Aku harap kita tidak terjebak di sini terlalu lama," katanya, berusaha tersenyum meskipun ada sedikit ketegangan di wajahnya.
"Tenang saja, kita akan baik-baik saja," jawabku, berusaha meyakinkan diri sendiri dan Adelia. "Lagipula, kita bisa menikmati pemandangan dari sini."
Kami berdua kembali saling menatap, dan Ralfa merasakan momen itu sangat berharga. "Kita bisa berbicara lebih banyak setelah ini," pikirnya, berharap bisa lebih dekat dengan Adelia.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti selamanya, kincir akhirnya mulai bergerak lagi. Ralfa dan Adelia saling tersenyum, merasa lega. "Lihat, kita bisa melanjutkan perjalanan!" seru Ralfa, berusaha menghilangkan ketegangan yang ada.
"Ya, aku senang kita tidak terjebak selamanya," jawab Adelia, tertawa kecil. Kami berdua melanjutkan perjalanan di kincir raksasa, menikmati pemandangan malam yang indah dan merasakan kebersamaan yang semakin erat.
Dan saat Sudah selesai menikmati karnaval Adelia tiba-tiba berkata "hari ini sungguh menyenangkan,terima kasih Sudah menemaniku" dengan nada gugup dan kujawab "tidak masalah,aku juga menikmati karnavalnya".
dan adelia juga berkata " aku menyukaimu ralfa" dengan nada pelan yang tidak bisa di dengar ralfa di tengah kebisingan karnaval Dan ralfa berkata "maaf adelia bisa kamu ulangi lagi perkataanmu Aku tidak dengar?" dan Adelia berkata "Ralfa aku ingin kamu menjadi pacarku"dengan nada malu-malu, Dan di saat yang bersamaan terdengar bunyi Ding Dong Ding Dong " pengumuman, karnavalnya Telah selesai,Terima kasih sudah berkunjung Dan semoga kalian menikmati acara" dengan suara keras.Dan ralfa meminta adelia mengulangi perkataannya dan adelia berkata "Ralfa aku ingin menjadi temanmu"
dan ralfa membalas dengan senyuman dan Dan berkata "baik,dengan senang hati",Adelia mengurungkan niatnya karena terlalu malu dan ralfa pun pamit karena sudah di tunggu pak mulai dan mereka pun berpisah.
Prespektif Adelia
aku berjalan menunju parkiran dan orang di sampingku bertanya " bagaimana kencan kalian tadi,apa menyenangkan" dan aku menjawab "bukan kencan,tapi harus ku akui sangat menyenangkan", dan orang di sampingku kembali bertanya " apa kamu sudah menembaknya untuk jadi pacarmu" dengan nada jail dan kujawab "belum tapi aku sudah menjadi temannya dan lebih dekat dengan Ralfa dari sebelumnya dan dia berkata sambil mengeluh " ya ampun,padahal aku sudah bersusah payah menciptakan momen itu untuk kalian berdua" Dan aku membalas " maaf ,tapi terima kasih" ,dan saat kami naik ke mobil dia menjawab "tenang saja sebagai Kakak sepupumu aku akan membantu sebisaku" Dan kujawab "iya terima kasih dan mohon bantuannya kak putri".Dan dia pun mengantarkanku pulang dengan mobilnya