kisah menceritakan kriminal dan persaingan cinta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqbal nasution, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode VI : Perintah dari Komandan
Suasana pagi yang cerah. Baskoro berjalan menuju ruangan kapolsek. Disana sudah menunggu Inspektur Gibran, dan dua rekan polisinya yaitu Briptu Heri dan Bripda Syaiful.
"Selamat Pagi, Komandan," Hormat Baskoro kepada inspektur Gibran selaku kapolsek di kantor itu.
"Pagi juga Baskoro, silahkan duduk!" Balas inspektur Gibran.
Ketiga orang polisi itu duduk menghadap sang komandan.
"Begini, rekan-rekan sekalian," Kata Inspektur Gibran memulai pembicaraan.
"Berdasarkan informasi dari beberapa informer. Nanti siang, sekitar pukul 14.00 wib. Ada transaksi narkoba di kawasan perairan yang tidak jauh dari pelabuhan," Kata inspektur Gibran sambil memperlihatkan sebuah peta petunjuk kepada tiga orang intelnya itu.
ketiga polisi itu melihat dengan seksama lokasi yang di tunjuk oleh komandan mereka, mereka bertiga saling pandang, kemudian mengangguk, menandakan bahwa ke tiga orang polisi itu sudah paham letak lokasi yang di maksud.
"Siap, Komandan! "Saya mewakili rekan-rekan sudah paham dan tahu titik lokasinya," Jawab Baskoro.
"Aku menunjuk kamu sebagai pemimpin operasi ini, Baskoro. Kalian bertiga harus berada disana sebelum jam satu siang. Seseorang akan menemui kalian disana, namanya Doli. Dia yang akan membawa kalian ke lokasi. Tapi yang harus kalian ingat! operasi ini bersifat rahasia! Selain kita berempat, tidak ada yang tahu. Apakah kalian sudah paham!" Ucap sang Komandan.
"Siap, Komandan! kami sudah mengerti!"Jawab Baskoro dan dua rekannya.
"Waktu sekarang sudah menunjukkan jam sepuluh pagi menjelang siang, kalian bersiap-siaplah! Satu jam lagi, kalian sudah bisa memulai operasi," Perintah Inspektur Gibran.
"Instruksi dari komandan diterima! dan segera dijalankan! Saya mewakili teman teman, mohon ijin komandan!" Kata Baskoro.
Selanjutnya, ketiga polisi itu memberi hormat kepada inspektur Gibran sebelum meninggalkan ruangan kantor Kapolsek.
Baskoro termenung sejenak mengingat suasana tadi pagi sebelum ia berangkat kerja. Saat ia berbicara dengan Rina, istrinya.
"Inspektur Gibran tadi menelponku, Rin. Dia memerintahkan aku segera menghadapnya sebelum jam sembilan pagi," Kata Baskoro kepada istrinya, yang terlihat gelisah pagi ini.
"Dia komandanmu, Mas? sudah wajar ia memerintahmu," Jawab Rina.
"Kenapa hari ini, kamu kelihatan gelisah, Rin??" Tanya Baskoro.
"Perasaanku tidak enak, Mas? Aku nggak tau kenapa, Mas," Jawab Rina.
"Itu hanya perasaan mu saja, Rin?" Jawab Baskoro.
"perasaan ini pernah ku alami setahun lebih yang lalu, Mas, aku masih ingat itu," kata Rina sambil mengingat.
"Memang, apa yang terjadi waktu itu, Rina?" Tanya Baskoro.
"kamu lupa, Mas? waktu itu kamu meninggalkanku selama satu bulan dalam keadaan hamil, kamu ingatkan?" Tanya Rina kembali.
Baskoro coba mengingat kejadian itu.
"ohh... aku ingat, Rin. Waktu itu aku tergabung dalam tim intelijen yang bertugas mengungkap kasus perjudian ilegal dan perdagangan wanita di kepulauan Riau. Disana, aku bertemu dengan sahabatku Johan. Dia yang menjadi komandan kami pada saat itu, dan kami berhasil. Dalam waktu kurang dari sebulan, kami sukses membongkar kasus perjudian dan perdagangan wanita ilegal itu. Akhirnya gembong dari bisnis haram itu tewas di tangan Johan, ketika coba melarikan diri," Jawab Baskoro mengingat situasi saat itu.
"Benar, Mas. Sebulan aku selalu gelisah, Mas, menanti kabar darimu. Apakah hal yang sama akan terjadi lagi, Mas?" Tanya Rina begitu khawatir.
"Maksudmu, inspektur Gibran memanggilku agar kembali bertugas keluar kota, seperti setahun yang lalu," Tanya Baskoro.
"Benar, Mas, aku khawatir kamu meninggalkan kami berdua disini," Jawab Rina.
"Kalaupun itu benar, Rin, kita harus bijak, Rin. Profesi ini sudah menjadi pilihanku. Apapun resikonya aku harus siap, walaupun nyawa sebagai konsekuensinya," Baskoro tiba tiba terdiam, pada saat tangan Rina menutup mulutnya, agar berhenti bicara.
"Jangan katakan kalimat terakhir itu, Mas. Aku takut mendengarnya, jantungku berdebar, pada saat kau mengatakannya tadi," Jawab Rina, yang begitu khawatir, dan tak kuasa mendengar, kalimat terakhir dari suami tercinta.
"Makanya, kamu tidak usah terlalu khawatir, istriku. Berdoalah yang terbaik untuk kita, jangan berfikir yang macam-macam, Rina, apapun yang terjadi, semua adalah yang terbaik. Kamu harus ingat itu, istriku sayang," Kata Baskoro sebelum berangkat kerja.
Rina terus memperhatikan suaminya yang berangkat dengan mengendarai sepeda motor. Setelah suaminya tidak terlihat dari pandangannya. Rina segera masuk menghampiri putranya yang masih tertidur pulas.
"Doa kan Bapakmu ya anakku tersayang?" Bisiknya ke telinga putra kecilnya yang masih berusia satu tahun.
Setelah berbisik ketelinga putranya, Rina memberikan sebuah kecupan sayang ke pipi kiri dan kanan dari putranya. Rina meninggalkan putranya yang masih lelap tertidur di kamar untuk melakukan kegiatan rutinnya sebagai ibu rumah tangga.
"Jangan melamun mas, nanti masuk lalat," Sapaan dari seorang polwan menyadarkan Baskoro dari lamunannya tentang kejadian tadi pagi, sebelum ia berangkat kerja.
"Cuma mengingat istri dan putraku, Winni, kamu tidak usah cemburu gitu," Jawab Baskoro sambil bercanda kepada Bripda Winni.
"Cemburu!? Perasaan banget kamu, Mas? bukan tipeku, Mas, suka sama pria yang beistri!"Jawab Winni tersenyum.
"Kalau begitu, selesaikan?" Kata Baskoro.
"Tapi ngomong-ngomong, ada apa ya, Mas, komandan memanggil kalian bertiga? kasih tau dong?" Tanya Winni penasaran.
"Tidak apa apa, Win, hanya saja Inspektur meminta kami untuk bertanya kepadamu," Jawab Baskoro.
"Ada apa, Mas, kenapa sebut-sebut namaku," Tanya Winni semakin penasaran.
"Dia bertanya pendapat kepada kami bertiga tadi, Win? Dia berniat dan berencana untuk melamarmu sebagai istri keduanya. Apakah kamu setuju, Win?" Gurau Baskoro kepada Winni.
"Aku serius, Mas Baskoro! oke, mulai sekarang, aku tidak akan bertanya padamu lagi," Jawab Bripda Winni dengan wajah sewotnya.
Baskoro melihat arlojinya. Sudah pukul sebelas, saatnya memulai misi," pikirnya.
*****
"Berapa lama waktu yang kita butuhkan, Her?" Tanya Baskoro kepada rekannya Yang bernama briptu Heri.
"Sekitar lebih kurang 60 s/d 90 menit, Baskoro," Jawab Heri.
"Jadi sebelum jam 12 siang, kita sudah sampai disana ya, Her," Tanya Baskoro memastikan.
"Benar baskoro. Tapi kalau jalanan lancar dan tidak macat, sebelum setengah dua belas siang, kita akan tiba disana," Kata Heri.
"Oh ya, Her, kamu sudah kenal dengan Doli?" Tanya Baskoro.
"Syaiful yang sudah pernah bertemu dengannya, Bas," Jawab Heri.
"Benar ya, Syaiful," Tanya Baskoro kepada Bripda syaiful, yang berada duduk dibelakangnya.
"Saya pernah ketemunya sekali dengannya, Pak Baskoro. Waktu itu dia menyerahkan amplop kepadaku untuk diberikan kepada Pak Gibran," Jawab Bripda Syaiful.
"Apalagi yang kau ketahui, Syaiful, tentang si Doli itu.
"setahu saya sehari-hari, ia berprofesi sebagai ojek dikawasan yang kita tuju sekarang, tapi ia juga kadang kadang bekerja sebagai penyebrang bagi siapa yang ingin pergi ke pulau yang berada di perairan sana, kalau biasa di sebut 'perahu getek." Jawab Syaiful, menjelaskan semua yang dia ketahui tentang si Doli.
"Nanti Doli itu yang akan membawa kita ke lokasi transaksi narkoba itu, Bas, kalau yang ku ingat pelaku transaksi hanya berjumlah dua orang, dan meteka tidak pernah membawa senjata, makanya Inspektur Gibran hanya mengutus kita bertiga, sepertinya tidak sulit untuk kita meringkus mereka, Bas, dari merekalah nanti, kita mengetahui, siapa dalang ini semua," Jawab Heri menjelaskan pendapatnya kepada kedua rekannya itu.
"Sepertinya kita sudah sampai ke lokasi, kawan-kawan, semoga kita sukses!" Kata Baskoro memberi semangat kepada kedua rekannya.