NovelToon NovelToon
Kirana Gadis Indigo

Kirana Gadis Indigo

Status: tamat
Genre:Anak Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Tamat
Popularitas:16.8k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Kirana, seorang siswi SMA dengan kemampuan indigo, hidup seperti remaja pada umumnya—suka cokelat panas, benci PR Matematika, dan punya dua sahabat konyol yang selalu ikut terlibat dalam urusannya: Nila si skeptis dan Diriya si penakut akut. Namun hidup Kirana tidak pernah benar-benar normal sejak kecil, karena ia bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah yang tak terlihat oleh orang lain.

Saat sebuah arwah guru musik muncul di ruang seni, meminta bantuan agar suaranya didengar, Kirana terlibat dalam misi pertamanya: membantu roh yang terjebak. Namun kejadian itu hanyalah awal dari segalanya.

Setiap malam, Kirana menerima isyarat gaib. Tangga utara, lorong belakang, hingga ruang bawah tanah menyimpan misteri dan kisah tragis para arwah yang belum tenang. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya yang kadang justru menambah kekacauan, Kirana harus menyelesaikan satu demi satu teka-teki, bertemu roh baik dan jahat, bahkan melawan makhluk penjaga batas dunia yang menyeramkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Mentari pagi menyelinap di sela-sela dedaunan saat mereka mulai merapikan peralatan camping. Burung-burung berkicau riang seolah ikut menyambut kepulangan Kirana dan teman-temannya. Namun, tidak ada satu pun dari mereka yang benar-benar merasa lega.

Bukan karena fisik yang lelah. Tapi karena mereka semua tahu… pengalaman di lembah kemarin tidak biasa. Tenda merah yang muncul tanpa jejak, suara tawa dari jurang, dan anak kecil misterius di balik pepohonan masih membekas dalam pikiran.

“Ayam goreng itu kayak jimat, tahu gak,” celetuk Radit sambil memasukkan kotak makan ke dalam ranselnya. “Aku resmi percaya, makanan bisa bikin hantu kabur.”

“Kalau gitu, minggu depan kita camping lagi aja, bawa rendang. Siapa tahu bisa bikin makhluk halus jadi akrab,” balas Diriya dengan senyum miring.

Kirana hanya tertawa kecil, tapi matanya tak lepas dari potongan kain tua bertuliskan “Pulanglah, sebelum malam keenam” yang ia simpan diam-diam. Ia belum tahu makna sebenarnya, tapi satu hal jelas—apa pun yang mereka hadapi di lembah itu… belum selesai.

 

Setelah menempuh perjalanan pulang selama hampir lima jam, mobil sewaan akhirnya berhenti di depan rumah Kirana. Bangunan dua lantai dengan pagar besi hitam itu tampak damai seperti biasa.

Namun, begitu masuk ke dalam rumah, Kirana langsung merasa ada yang sedikit berbeda. Ruangan terasa lebih hening, lebih sunyi, seperti menyimpan napas yang tertahan.

Mama menyambut mereka dengan pelukan hangat. “Kirana, teman-temanmu sehat semua? Gak ada yang masuk angin, kan?”

“Enggak, Ma. Justru yang ada, anginnya yang masuk ke tenda,” jawab Kirana sekenanya, membuat Kezia dan Nila cekikikan pelan.

“Eh, serius deh, kalian gak kenapa-kenapa?” tanya Mama lagi, kali ini agak serius. “Soalnya semalam mama mimpi aneh.”

“Eh?” Kirana memandang ibunya tajam. “Mimpi apa?”

“Mama mimpi... ada tenda di tengah kamar kamu. Isinya gelap, dan mama dengar suara anak kecil tertawa dari dalamnya.”

Mereka semua saling pandang. Suasana mendadak mencekam.

Radit bergidik. “Waduh… bahkan tendanya ikut pulang, Kir…”

 

Setelah sahabat-sahabatnya pulang, Kirana menyendiri di kamarnya.

Ia duduk di meja belajarnya yang penuh buku catatan dan pernak-pernik aneh. Di depannya, selembar kain lusuh dari lembah terhampar di atas meja. Ia coba menelusuri pola benang usang di pinggirnya.

Ia membuka buku catatannya dan menuliskan satu kalimat:

“Setiap tempat menyimpan cerita, dan setiap cerita ingin ditemukan.”

Sore menjelang malam, langit mulai berubah kelabu. Kirana sempat menatap keluar jendela, dan di ujung gang, ia seperti melihat seorang perempuan tua berpakaian putih berdiri mematung, memandangi rumahnya.

Ia berkedip. Sekali. Dua kali.

Sosok itu hilang.

 

Keesokan harinya, di sekolah.

Mereka semua berkumpul di taman belakang sekolah, tempat yang biasanya tenang, jauh dari lalu-lalang siswa lain. Nila membawa roti isi, Kezia duduk bersila sambil membagikan cerita horor yang ia temukan dari internet, dan Radit sibuk mengelap sepatunya yang kotor karena lumpur lembah.

“Gue baca ya,” kata Kezia sambil membolak-balik layar ponsel, “ada forum yang bahas ‘tenda panggilan’ itu. Katanya, itu portal yang cuma muncul untuk orang-orang yang ‘terpilih’.”

“Terpilih buat apa? Jadi sarden?” celetuk Jalu.

“Bisa jadi. Tapi mereka yang ngelihat tenda itu, rata-rata punya satu kesamaan… kemampuan merasakan atau melihat sesuatu yang tidak semua orang bisa lihat.”

Semua mata langsung tertuju ke Kirana.

“Aku cuma... melihat. Bukan milih,” ucap Kirana pelan.

“Kalau kamu gak milih, kenapa ‘mereka’ terus yang nyari kamu?” Diriya menatapnya serius.

Kirana menghela napas. “Entahlah. Mungkin karena aku gak lari waktu mereka muncul.”

 

Sepulang sekolah.

Saat Kirana membuka pintu rumahnya, aroma dupa samar menguar dari arah tangga. Ia memanggil ibunya, tapi tak ada jawaban.

Naik ke lantai dua, ia menemukan sebuah sesaji di depan kamarnya. Di atas nampan kecil dari anyaman bambu, ada bunga melati, kembang tujuh rupa, dan sepotong kain merah yang mirip dengan potongan yang ia bawa dari lembah.

Di sebelahnya, secarik kertas bertuliskan tangan:

"Arcelia bukan satu-satunya yang terbangun. Pulang tidak selalu berarti bebas."

 

Malam itu, Kirana bermimpi.

Ia berjalan di lorong panjang, dinding-dindingnya penuh lukisan boneka tanpa wajah. Suara tawa anak kecil terdengar samar, tapi ia tidak merasa takut. Di ujung lorong, ada sebuah pintu.

Ia membukanya... dan menemukan dirinya sendiri, duduk di dalam tenda merah, memeluk boneka lusuh dan tersenyum.

“Kalau kamu bisa mendengar mereka... kamu juga bisa jadi mereka,” bisik bayangannya di tenda.

 

Hari berikutnya, Kirana mengajak teman-temannya berkumpul di toko antik milik Omnya yang sudah lama ditutup. Di situlah mereka biasa membicarakan hal-hal yang tak bisa dijelaskan pada guru atau orang tua.

“Aku rasa… semua ini berhubungan,” ujar Kirana sambil meletakkan tiga benda di meja kayu tua:

Potongan kain bertulisan dari lembah

2. Boneka lusuh dari rumah kakeknya

3. Foto lama dari tumpukan buku toko antik—foto hitam putih seorang perempuan yang wajahnya mirip sekali dengan Kirana

Kezia menatap foto itu. “Siapa dia?”

“Arcelia,” jawab Kirana lirih. “Tapi aku baru sadar... mungkin aku bukan hanya bisa melihat mereka. Mungkin aku bagian dari mereka.”

 

Kezia, Nila, Diriya, Jalu, dan Radit sepakat:

“Apa pun ini, kita harus tetap bareng. Nggak ada yang jalan sendiri.”

Dan Kezia menambahkan, “Tapi minggu depan kita healing dulu, ya. Vila yang katanya damai itu, siapa tahu bisa jadi tempat cari jawaban… atau hantu baru.”

Bersambung

1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒃𝒂𝒈𝒖𝒔 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 👍👍👍👏👏👏😍😍😍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒈 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂𝒌𝒂𝒏 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒍𝒂𝒏𝒈𝒈𝒆𝒏𝒈 𝒕𝒓𝒖𝒔😁😁
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑲𝒆𝒛𝒊𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖 𝒑𝒂𝒔𝒕𝒊 𝒃𝒊𝒔𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒃𝒌𝒏𝒏𝒚𝒂 𝑩𝒂𝒈𝒂𝒔 𝒅𝒂𝒉 𝒈𝒂𝒃𝒖𝒏𝒈 𝒚𝒂 🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒔𝒉 𝒅𝒊 𝒖𝒋𝒊
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒑𝒂𝒌𝒂𝒉 𝒆𝒎𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒏𝒂𝒓" 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒕
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒍𝒖𝒍𝒖𝒔 𝒖𝒋𝒊𝒂𝒏𝒏𝒚𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒆𝒎𝒖𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒖𝒃𝒂𝒉 𝒍𝒃𝒉 𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒍𝒈 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒆𝒎𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒋𝒂𝒕𝒊 𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑲𝒊𝒓𝒂𝒏𝒂 𝒅𝒊𝒃𝒂𝒏𝒕𝒖 𝒐𝒍𝒆𝒉 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂" 𝒚𝒈 𝒕𝒍𝒉 𝒕𝒊𝒂𝒅𝒂
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒃𝒍𝒎 𝒎𝒂𝒕𝒊 𝒈𝒊𝒕𝒖 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒔𝒆𝒓𝒖 👏👏👍👍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒆𝒏𝒂𝒎 𝒕𝒓𝒖𝒔 𝒃𝒆𝒓𝒑𝒆𝒕𝒖𝒂𝒍𝒂𝒏𝒈
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒑𝒂 𝑹𝒂𝒅𝒊𝒕 𝒔𝒖𝒌𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝑲𝒊𝒓𝒂𝒏𝒂 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒅 𝒅𝒆𝒕𝒆𝒌𝒕𝒊𝒇 𝒉𝒂𝒏𝒕𝒖 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒏𝒈𝒏 𝒃𝒊𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒓 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒂𝒅𝒂 𝒚𝒈 𝒈𝒂𝒌 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂𝒕
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒑𝒂 𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒔𝒂𝒕𝒖 𝒅𝒓 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒚𝒂 🤔🤔🤦‍♀️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!