NovelToon NovelToon
Cinta Atau Obsesi??

Cinta Atau Obsesi??

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Teen School/College / Crazy Rich/Konglomerat / Mafia / Romansa / Nikah Kontrak
Popularitas:231
Nilai: 5
Nama Author: nhaya

Kanaya hidup dalam gelembung kaca keindahan yang dilindungi, merayakan tahun-tahun terakhir masa remajanya. Namun, di malam ulang tahunnya yang ke-18, gelembung itu pecah, dihancurkan oleh HUTANG GELAP AYAHNYA. Sebagai jaminan, Kanaya diserahkan. Dijual kepada iblis.Seorang Pangeran Mafia yang telah naik takhta. Dingin, cerdik, dan haus kekuasaan. Artama tidak mengenal cinta, hanya kepemilikan.Ia mengambil Kanaya,gadis yang sepuluh tahun lebih muda,bukan sebagai manusia, melainkan sebagai properti mewah untuk melunasi hutang ayahnya. Sebuah simbol, sebuah boneka, yang keberadaannya sepenuhnya dikendalikan.
​Kanaya diculik dan dipaksa tinggal di sangkar emas milik Artama. Di sana, ia dipaksa menelan kenyataan bahwa pemaksaan adalah bahasa sehari-hari. Artama mengikatnya, menguji batas ketahanannya, dan perlahan-lahan mematahkan semangatnya demi mendapatkan ketaatan absolut.
Bagaimana kelanjutannya??
Gas!!Baca...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nhaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pingsan yang dipaksa

Artama menarikku kembali ke tengah keramaian, meninggalkan Victor yang berhidung patah di bawah penanganan anak buahnya. Kontrol Artama atas diriku kini kembali total. Langkahnya yang cepat, cengkeramannya yang sangat posesif, menunjukkan kepada semua orang bahwa insiden tadi adalah penegasan, bukan kelemahan.

​"Senyum," perintah Artama pelan, tanpa menoleh, saat kami melewati sekelompok wanita mafia yang berbisik-bisik. "Tunjukkan kalau kamu senang berada di sisiku. Ketaatan adalah perhiasanmu yang paling berharga."

​Aku memaksakan senyum yang kurasa lebih mirip seringai kesakitan. Aku sudah terlalu lelah untuk berakting.Aku merasa muak.

​Kami pun berhenti di sebuah meja bundar tempat para Don senior duduk. Ini adalah level tantanganku berikutnya. Di sana, duduklah seorang wanita yang usianya mungkin awal tiga puluhan,terlihat elegan, dengan mata hijau tajam dan rambut hitam yang tersanggul sempurna. Dia adalah Alessandra, istri dari Don terkuat di wilayah itu.

​Alessandra pun melihatku, lalu Artama, dan matanya menyipit. Itu bukan tatapan kagum, tapi cemburu dan meremehkan.

​"Artama," Alessandra memulai, suaranya halus, tapi penuh dengan racun.

"Selamat atas perolehan barumu.Kau Kanaya, benar? Usia yang sangat....muda. Semoga kamu tahu apa yang kamu lakukan dengan mainan barumu ini."

​Artama hanya menyeringai tipis. "Mainan muda lebih fleksibel, Alessandra. Mereka belum terkontaminasi oleh kebosanan."

​Alessandra tertawa kecil yang palsu. "Tentu saja. Tapi apakah dia tahu aturan? Dia terlihat rapuh. Dunia kita bukan untuk gadis yang masih bermain boneka, Tuan Volkswagen. Dia butuh disiplin, bukan hanya berlian. Apakah kamu sudah mengajarinya cara menghormati suaminya?"

​Tantangan kedua. Ini lebih pribadi. Alessandra mencoba mengukur kekuatan Artama melalui kelemahanku.Dan tunggu?aku mendengar kata asing diujung ucapan nya.'Suami'?? yang benar saja!Aku benci pria ini nyonya!aku sangat ingin membuwnuhnya!!

​Artama lalu melingkarkan lengannya di pinggangku, menarikku lebih dekat sampai aku bisa merasakan suhu tubuhnya.

"Dia belajar dengan cepat. Aku adalah gurunya yang paling teliti."

​Lalu, dia menoleh ke arahku,terlihat menuntut.

"Tunjukkan pada Nyonya Alessandra, Kanaya. Katakan padanya bagaimana kamu akan melayani Tuanmu di dunia ini."

​Seluruh meja menanti. Ini adalah ujian yang kejam. Aku tahu Artama ingin aku mengatakan sesuatu yang merendahkan diri, menunjukkan kepatuhan total.

​Aku pun menarik napas dalam-dalam. Kalau aku tunduk sepenuhnya, aku akan mati secara mental.Tapi jika aku memberontak terang-terangan, Artama akan marah besar.

​"Nyonya Alessandra," kataku, suaraku masih pelan, tapi aku berusaha membuatnya tegas. Aku menatap langsung ke matanya, tidak membiarkan ketakutanku terlihat.

"Tuan Artama tidak memerlukan bimbingan siapa pun untuk 'mengajari' saya. Saya belajar satu hal dengan cepat. Dia adalah penguasa nyawa saya. Dan saya adalah pengorbanan yang dia pilih. Itu cukup menghormati, bukan?"

​Jawaban itu terdengar ambigu. Itu menegaskan Artama punya kendali ("penguasa nyawa saya"), tapi juga menunjukkan bahwa aku menyadari diriku adalah "korban" ("pengorbanan yang dia pilih"). Itu adalah bentuk pemberontakan pasif.

​Wajah Artama menjadi batu. Cengkeramannya di pinggangku sakit sekali. Dia nggak senang. Alessandra sendiri terkejut sesaat, tapi kemudian senyum dinginnya kembali.

​"Jawaban yang cerdas,nona kecil. Tapi cerdas saja tidak cukup. Semoga dia bertahan lama, Artama. Banyak yang crash di usia semuda itu," kata Alessandra, sebelum akhirnya berpaling.

​Setelah perpisahan formal di acara itu, Artama langsung menyeret ku menjauh. Dia nggak bicara sepatah kata pun. Tapi aura kemarahannya jauh lebih pekat daripada saat dia memukul Victor. Dia marah karena aku berani menggunakan kata "pengorbanan" di depan para Don.

​"Kamu bermain api, Little Scar. Kamu hampir membuatku harus memberi pelajaran pada Alessandra malam ini juga," desis Artama saat kami keluar dari ballroom.

"Aku tidak ingin terlihat lemah,Artama!!aku hanya ingin membela diriku!!".Bentakku tapi Artama hanya diam menatapku.

​Perjalanan pulang pun terasa mencekik. Aku tahu badai akan datang.

​Saat kami tiba di penthouse, Artama nggak menunggu lift. Dia menyeretku ke tangga darurat, menaiki tangga dengan cepat, tanpa peduli heels dan dress mahalku.Aku kesakitan.Sangat sakit.Kaki ku pegal bahkan terkilir dan kulitnya terkelupas karena gesekan heels.

"Aduh..!!".Aku terjatuh di bagian tengah tangga sebelum naik ke tangga berikutnya.Kakiku sangat sakit,aku tak bisa melanjutkannya lagi.Aku menangis,mengumpulkan energi untuk membentak pria k3jam ini.

"Cukup Artama!!Aku sangat kesakitan!!aku tidak bisa melanjutkannya!!bunl_lh saja aku sekarang!!".Teriakan Isakan ku yang histeris menggema di seluruh tangga darurat itu.Artama menatap ku dengan tatapan getirnya.

"An4k k3cil memang sangat merepotkan!!".Gerutu nya sambil mengangkat ku dan menaruh ku di salah satu bahu nya dengan satu tangan.Segampang itu.Aku langsung shock bersamaan dengan jantungku yang berdetak sangat cepat.

"Lepaskan aku!!kau monster!!lepaskan aku p3njahat!!".Teriakku dengan beberapa kali meninju punggungnya yang sepertinya Artama tidak merasakan sakit sama sekali,padahal aku meninju nya dengan kuat.

Dia hanya fokus terus menaiki tangga dengan menggendong ku ala gendongan karung.Aku sempat speechless dengan kekuatan nya yang sebesar itu.

​Begitu kami masuk ke kamar, dia membanting pintu dengan kekuatan yang membuat seluruh ruangan bergetar.

​"Kamu pikir kamu siapa?!" bentak Artama, suara pertamanya yang meninggi. Wajahnya yang selalu terkontrol kini terlihat bengis.

​"Aku? Aku adalah sandera yang lo jual beli! Apa lagi?!"

Aku sudah mencapai batas. Aku nggak peduli lagi.

​"Kamu mempertanyakan keputusanku di depan Dewan! Kamu berani menggunakan kata 'pengorbanan' seolah aku memaksamu!" Artama mendekatiku.

"Aku tunjukkan apa artinya memaksa!"

​Dia menjulurkan tangan, mencengkeram bahuku. Aku menepisnya dengan keras.

​"Jangan sentuh gue!" teriakku. "Gue benci lo! Gue benci Ayah gue! Gue benci dunia lo! Gue mau lari! Gue mau lari dari sini!"

​Aku berlari ke pintu, mencoba memutar knopnya. Terkunci. Aku pun berlari ke jendela kaca, berusaha melihat apakah aku bisa memecahkannya.

​"Gue nggak akan jadi properti lo! GUE MENDING M4TI!"

​Aku mulai memukul kaca jendela dengan kepalan tanganku, dalam keputusasaan total. Darah pun langsung menetes di jariku. Aku nggak peduli rasa sakitnya. Aku cuma mau lari dari dunia gelap ini.

​Artama tidak berteriak lagi. Dia hanya melihatku sebentar, lalu berjalan mendekatiku.

​"Hentikan," katanya, suaranya kembali dingin, tapi kali ini ada lapisan kelelahan dan kekejaman yang ekstrem.

​Aku mengabaikannya, terus memukul kaca.

"Lepasin gue! Lepasin gue!"

​"Kanaya!"

​Dia menarikku menjauh dari jendela dengan paksa. Aku menangis histeris,meluapkan semua emosi ku yang terpendam dengan menendang, mencakar, berteriak. Aku bahkan menggigit lengannya. Rasa darah asin amis langsung menyentuh lidahku.

​Artama mengerang kesakitan, tapi cengkeramannya nggak lepas. Ini adalah titik balik. Artama sadar bahwa ia nggak bisa mengendalikan ku hanya dengan ancaman psikologis lagi. Ia butuh kontrol total.Mungkin.

"Hentikan semuanya!!aku tidak sanggup menjadi boneka mu!!aku hanya ingin bebas!!hidup bersama ayahku!!ibuku sudah lama tiada!!ayahku sendirian di sana,jika aku juga tiada,siapa yang akan menemani ayahku!kalau kau ingin membl_lnuh ku bl_lnuh saja aku sekarang!!!".Teriakku dengan tangisan isakan histeris.

Hiks...hiks..

​Matanya yang abu-abu pun menatapku. Tatapan itu dingin, namun ada secercah penyesalan super tipis yang terlintas.Menurutku.

​"Aku benci melakukan ini," bisiknya, suaranya hampir hilang. "Tapi kamu nggak memberiku pilihan. Ketaatan harus dipaksakan."

​Sebelum aku sempat bereaksi lagi, dia menangkup leherku dengan satu tangannya yang besar. Dia tidak mencekik ku sepenuhnya, tapi dia menekan titik tertentu dengan ibu jarinya, cukup untuk memotong aliran oksigen dan kesadaranku secara cepat.

​"Lep—" Hanya itu yang sempat aku katakan.

​Kepalaku langsung pusing, pandanganku pun langsung kabur, dan tubuhku lemas seketika. Aku merasakan dress hitam mahalku meluncur ke bawah saat Artama menangkap tubuhku yang lunglai.

​Kegelapan kembali menyelimutiku. Kali ini, itu bukan dari obat bius. Itu adalah kekuatan penuh Artama, yang memaksaku untuk diam.

​Pingsan yang dipaksa

......................

Artama lalu mengangkat Kanaya yang pingsan dan menurunkan perlahan tubuh mungil itu ke ranjang.Ia menatap lama wajah gadis itu,sembari mengelap sisa air mata Kanaya yang mengalir.Lalu beranjak dari sana.

Beberapa jam kemudian,Kanaya pun terbangun.Ia menatap langit-langit sejenak mengumpulkan nyawa dan menatap sekeliling ruangan itu.Artama sudah pergi.​Tapi ada sesuatu yang berbeda.

​Di samping ranjang, di atas nakas, ada sehelai kertas. Di atasnya, ada foto Edward,Ayah Kanaya. Foto itu utuh, tapi di bawahnya ada pesan Artama, ditulis dengan tinta tebal dan tegas,

​"Jangan pernah lagi meminta kematian. Jangan pernah lagi mengancam kebebasan. Ayahmu masih hidup, karena aku mengizinkannya. Jangan buat aku menyesal. Ketaatan mutlak. Atau kamu tidak akan punya apa pun untuk dikorbankan."

— A.V.

​Di sanalah Kanaya tersadar. Artama tidak hanya menyandera dirinya. Dia menggunakan Ayahnya sebagai pion untuk pemaksaan yang lebih dalam. Dia membiarkan Ayahnya hidup hanya untuk memastikan putrinya tunduk.

Kanaya pun menangis tanpa suara, memegang foto Ayahnya Bekas luka di tangannya akibat memukul kaca terasa sangat perih. Tapi bekas luka jiwa Kanaya Ainsley Eden, yang sekarang berumur Dlap4n b3las t4hun, jauh lebih dalam dan jauh lebih sulit disembuhkan.

​Dia adalah bekas luka yang indah. Dan pemiliknya, Artama Volkswagen, baru saja memastikan bekas luka itu tidak akan pernah hilang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!