Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 Perhatian Arsyad
Sementara itu di sebuah rumah yang sangat sederhana, duduk seorang wanita cantik menopang kepalanya sambil menyandarkan tubuhnya di sofa. Pandangannya kosong, ia sangat syok dengan kedatangan tamu ayahnya yang tetiba datang melamarnya, tadi siang.
Lebih syok lagi saat tahu kalau lamarannya itu hanya sebagai persyaratan kebebasan Ayahnya dari tuntutan penggelapan uang senilai 500 juta rupiah. Itu artinya dirinya dijadikan alat penebus hutang oleh ayah kandungnya sendiri.
Wanita itu terlihat begitu rapuh, matanya sembab karena memikirkan keputusan Ayahnya yang sepihak. Dia sangat mencintai suaminya, walaupun suaminya tidak bisa memberinya keturunan namun ia ikhlas menerimanya dengan sepenuh hati.
"Ayah mengapa kau berubah? Bu Surmi sudah mengubah segalanya. Mengubah karakter Ayah yang lembut menjadi kasar. Ayah kau satu-satunya orang tua yang masih kumiliki di dunia ini..." gumam Erina di dalam hati.
Wangsa, ayah Erina adalah sosok penyayang dan dermawan. Entah dia bertemu Bu Surmi di mana, sampai pada akhirnya mereka menikah. Dengan sekejap kehidupan mereka pun berubah 95 derajat. Wangsa berubah menjadi sosok yang perhitungan dan kasar pada Erina, anak satu-satunya.
Sebelumnya ia menyetujui pernikahan Erina dengan Arsyad, lantaran saat itu Arsyad sedang berjaya. Sampai pada akhirnya di tahun belakangan ini, Arsyad harus diberhentikan dari pekerjaan karena perusahaannya gulung tikar, dan hal ini menjadi sebuah alasan yang tepat untuk memaksa Erina bercerai dengan Arsyad.
Erina memejamkan matanya, perlahan air matanya merembes keluar. Seraya menelan salivanya dengan susah payah.
“Assalamualaikum!” suaminya yang bernama Arsyad melepas jaket ojolnya sambil matanya mengedar ke beberapa sudut ruangan, lalu meletakkan jaketnya di kursi usang ruang tamu.
Arsyad kembali lagi ke luar untuk mengambil 2 plastik kresek yang berisi susu ukuran 700 gram dan makanan kesukaan istrinya dari motor butut yang selalu menemaninya mencari nafkah.
Erina yang mendengar salam suaminya segera menghapus jejak air mata dengan ujung hijabnya. Dia berusaha tersenyum menyambut kedatangan suaminya.
“Sayang, ini aku bawakan martabak kesukaanmu dan ini ada susu buat dede Alana. Tapi maaf Abang hanya bisa membelikan yang 700 gram saja. Uangnya tidak cukup,” ujar Arsyad nyengir, seraya menyerahkan 2 plastik tersebut pada Erina, istrinya.
Erina tertegun dengan ucapan suaminya. Walaupun hasil usahanya pas-pasan namun ia selalu berusaha bisa menyenangkan istrinya. Inilah yang menjadi alasan mengapa dirinya tidak mau meninggalkan suami yang sangat perhatian dan tulus mencintainya.
Suaminya rela tidak makan demi memenuhi kebutuhan istri dan anaknya. Suaminya begitu tulus mencintai dan menyayangi Alana, walaupun anak itu bukanlah anak kandungnya.
“Tidak apa-apa Bang,” Erina berusaha tetap tersenyum. Seraya mengambil bungkusan dari tangan suaminya. .
“Hey kamu kenapa?” tanya Arsyad saat menyadari wajah Erina yang sembab, seraya meraih dagu istrinya dengan lembut.
Erina memalingkan wajahnya. Tidak ingin suaminya mengetahui permasalahannya sekarang. Suaminya pasti capek dan butuh istirahat.
“Tidak apa-apa Bang. Tadi mata Erina kelilipan," dustanya sambil mengucek-ucek mata.
"Oiya, Abang pasti belum makan. Tadi Erin dapat honor pertama, Alhamdulillah honornya lumayan gede jadi bisa buat beli beras, telur dan kangkung. Setidaknya aku bisa menabung juga,” Erina langsung menuju dapur untuk menyiapkan makan malamnya bersama suami tercinta.
Arsyad hanya menatap punggung Erina yang berjalan cepat menuju dapur. Ia tahu, istrinya sedang menyembunyikan sesuatu. Ia menduga pasti ada yang tidak beres dengan Erina. Ia sangat khawatir tekanan batin yang sering dilontarkan mertuanya kembali menyerang istrinya setelah mertuanya menikah kembali. Sepertinya istri dari mertuanya itu membawa pengaruh buruk pada keluarganya.
"Abang kalau mau mandi, sudah Erin siapkan," ujar Erina tanpa mampu menatap suaminya kembali.
"Iya Abang mandi dulu aja. Tapi kamu janji, setelah ini tolong ceritakan semua peristiwa yang terjadi selama Abang tidak di rumah!" tegasnya menyambar handuk yang ada di jemuran besi depan kamar mandi.
Deg!
Erina bergeming. Sesaat ia menghentikan tangannya yang sedang menyiapkan menu makan malam untuk suaminya. Erina terduduk di bangku, seraya kembali gusar. Air matanya merembes tak terbendung lagi. Ia tak kuat menanggung beban ini sendirian.
Erina tidak bisa membayangkan betapa sakit hati suaminya ketika mendengar cerita yang akan ia sampaikan. Pasti suaminya akan membenci Ayahnya karena sejak ayahnya menikah lagi, perlakuan Ayah pada suaminya tampak berbeda. Ayah selalu memojokkan suaminya dengan kata-kata yang sangat menghujam jiwa. Pedas dan menyakitkan.
Beberapa saat kemudian, Arsyad keluar dari kamar mandi. Melirik istrinya yang sedang duduk sambil melamun.
Arsyad bergeming. Ia tahu istrinya sedang ada masalah. Seraya mengambil piring yang sudah tersedia di atas meja lalu mengisinya dengan nasi dan lauk pauk seadanya. Seraya bersyukur masih bisa makan enak dengan menu seadanya.
Beberapa menit kemudian, Erina masih terlihat sibuk dengan pemikirannya sendiri tanpa terganggu dengan suaminya yang sudah menghabiskan makanannya hingga 2 piring.
"Akan berapa lama lagi dirimu terdiam begitu?" tanya Arsyad menatap tajam istrinya yang masih bergeming dengan tatapan kosong.
Masih tidak ada respon dari istrinya sampai ia menyentuh lengan istrinya dengan tepukan lembut.
Erina tergagap, ia langsung berdiri mengambil piring yang ada di hadapannya untuk mengambil nasi dari magic com.
"Tidak perlu, Abang sudah makan."
Arsyad langsung mencegah Erina mengambil makanan untuknya.
Erina jelas kecewa dengan ucapan suaminya. Tadi suaminya bilang kalau ia belum makan, padahal ia sudah menyiapkan semuanya namun suaminya tidak mau makan lantaran sudah makan di luar. Erina benar-benar salah paham.
"Kamu tadi asik melamun sampai tidak tahu kalau suamimu ini sudah makan habis 2 piring!" ujar suaminya seolah tahu pikiran istrinya. Seraya membereskan piring kotor yang tadi ia pakai.
Arsyad langsung ke dapur, mencucinya lalu kembali lagi ke ruang makan setelahnya.
Erina merasa malu karena tidak bisa melayani suaminya dengan baik.
"Maaf Bang, tadi Erin...."
Arsyad tersenyum, seraya duduk berhadapan dengan Erina.
"Sudahlah tidak apa-apa. Yang penting Abang kenyang sekarang. Ada apa sih? Kalau ada masalah cerita sama Abang!" Arsyad meraih telapak tangan istrinya lalu mengecupnya.
Akankah kecupan itu berlangsung terus tanpa adanya kata perpisahan? Atau ini kecupan terakhir yang diberikan suaminya untuk mengikuti perintah Ayahnya berpisah?
nahh lohh Bu Emmi ... bersiap lahh
Tenang Bu gurumu ngk kan biarkan mu pergii
gimana dia bisa di atur kalau papanya aja ngk ngertii
Byk yg gk suka ma razan apalg guru” pdhl mereka bs aja dipecat dan dikluarkan sm papa razan