Menjadi seorang koki disebuah restoran ternama di kotanya, merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Ayra. Dia bisa dikenal banyak orang karena keahliannya dalam mengolah masakan.
Akan tetapi kesuksesan karirnya berbanding terbalik dengan kehidupan aslinya yang begitu menyedihkan. Ia selalu dimanfaatkan oleh suami dan mertuanya. Mereka menjadikan Ayra sebagai tulang punggung untuk menghidupi keluarganya.
Hingga suatu hari, ia dipertemukan dengan seorang pria kaya raya bernama Daniel yang terkenal dingin dan kejam. Ayra dipaksa menjadi koki pribadi Daniel dan harus memenuhi selera makan Daniel. Ia dituntut untuk membuat menu masakan yang dapat menggugah selera Daniel. Jika makanan itu tidak enak atau tidak disukai Daniel, maka Ayra akan mendapatkan hukuman.
Bagaimana kah kisah Ayra selanjutnya?
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu_ Melani_sunja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Daniel menemukan Rayyan
Usai mendapatkan izin dari bos, siang itu Ayra nekad pergi ke rumah ayahnya sendiri. Untuk pergi ke rumah ayahnya, ia harus menggunakan angkutan umum, sepedanya ia tinggal di restoran dan akan ia ambil ketika ia pulang.
Butuh waktu sekitar 2 jam perjalanan Ayra dari restoran menuju rumah orang tuanya. Dan, sesampainya ia di sana, ia melihat rumah sangat sepi. Ayra langsung menuju dapur masuk lewat pintu samping rumahnya.
Melihat keadaan rumahnya, Ayra merasa sangat sedih, atap rumah yang sudah bocor sama sini, pintu yang sudah rusak serta dinding yang mulai retak di mana mana.
Ayra mendorong pintu dapur rumah ayahnya, ia melongok lalu masuk.
Terlihat bekas ayahnya masak mie instan belum dibereskan, bahkan arang bekas ayahnya masak dengan tungku pun masih terasa hangat.
Ayra menaruh tas, lalu membersihkan dapur ayahnya yang tinggal sendirian. ibunya sudah meninggal, tepat 7 hari setelah pernikahannya.
Ayahnya terpaksa meminjam hutang pada Rayyan karena untuk pengobatan ibunya yang menderita kanker payudara. Namun sayangnya, ibunya tidak bisa bertahan setelah berhasil dioperasi.
Selesai membereskan rumah, Ayra duduk menanti kedatangan ayahnya yang bekerja sebagai tukang ojek pangkalan. Hubungan bisa dekat dengan Rayyan, karena dahulu ayahnya juga ikut memasarkan kendaraan bekas hasil jual beli Rayyan. Tapi sekarang, ia tak lagi menjalankan bisnis itu dan fokus menjalani pekerjaan sebagai tukang ojek pangakalan.
"Huuuuuft, kapan ayah pulang?" Gumammya.
Tak lama, terdengar suara deru motor ayahnya, berhenti di halaman dan terburu-buru membuka pintu.
"Ayra...!" Ayahnya langsung memeluk putri semata wayangnya itu.
"Ayah...!" Ayra membalas pelukan ayahnya. Mereka saling melepas rindu, karena sudah beberapa Minggu ini Ayra tidak datang berkunjung.
"Ayah diberi tahu Bu Dina, kalau kamu datang, makanya ayah langsung pulang," ujar ayah sambil melepaskan pelukannya.
"Ayah sehat? Ayah terlihat pucat?"
"Ayah baik baik saja, hanya beberapa hari ini asma ayah kambuh, kamu bagaimana kabarnya? Kenapa Rayyan tidak mengantar mu?"
"Aku baik yah, mas Rayyan juga baik, dia sedang sibuk makanya gak bisa ikut."
"Rayyan selalu memperlakukan mu dengan baik kan Ra? Dia tidak pernah menyakiti mu kan nak?"
Ayra menghela nafas sebelum menjawabnya, ia tersenyum sambil menggenggam tangan ayahnya yang sudah berkeriput.
"Mas Rayyan orang yang sangat baik kok yah, dia selalu menyayangi Ayra, keluarganya juga semuanya baik pada Ayra, ayah tidak perlu khawatir."
"Ayah hanya takut, takut jika ayah telah salah memilih pasangan hidup untuk kamu," ujar ayah sambil mengusap kepala Ayra.
"Tidak, ayah sudah tepat memilih pasangan untuk Ayra kok," kata Ayra sengaja berbohong, agar ayahnya tidak terlalu memikirkannya.
"Syukurlah kalau begitu, sebenarnya ayah ingin sekali ke sana, tapi ayah takut menganggu kalian."
"Eumm, ayah tidak perlu mengunjungi Ayra, biar Ayra yang datang kemari, ayah kan kondisinya seperti ini. Bila perlu, ayah sudah tidak usah bekerja lagi, biar Ayra kirim setiap bulan untuk biaya hidup ayah."
"Tidak Ayra, selama ayah masih kuat, ayah akan tetap bekerja untuk ayah sendiri, kamu tidak perlu memberi apa apa untuk ayah, cukup melihat hidupmu bahagia, ayah ikut bahagia. Pengorbanan mu sudah banyak untuk ayah, kamu sampai tidak meneruskan kuliah dan nikah muda demi ayah dan ibu."
Ayra tertunduk, sebenarnya hatinya perih mendengar penuturan ayahnya. Ayahnya tidak pernah tahu, jika kehidupannya tidaklah mudah semenjak menikah. Ia berbohong karena tak mau melihat ayahnya bersedih setelah tahu keadaannya yang sebenarnya.
"Oiya yah, ini Ayra tadi dapat titipan dari mas Rayyan," Ayra mengeluarkan amplop berwarna coklat, amplop pemberian bos yang akan ia masukkan ke bank, tapi tak jadi karena ia teringat ayahnya.
"Tidak usah Ayra, biar itu untuk kehidupan kalian!" Tolak ayahnya.
"Enggak apa-apa yah, ini untuk ayah, jangan menolak atau Ayra akan bersedih!"
Mata ayah berkaca-kaca, dengan tangan gemetar ia menerima uang pemberian Ayra yang sengaja diatas namakan Rayyan.
"Terimakasih banyak nak, beruntung sekali kamu memiliki suami seperti Rayyan, sampaikan rasa terimakasih ayah padanya."
Ayra mengangguk dan tersenyum,
"Ayah maaf sekali Ayra tidak bisa lama, karena hari ini mas Rayyan mau pulang, kasihan kalau mas Rayyan pulang tapi Ayra tidak di rumah," bohong Ayra lagi.
"Iya, kamu segera pulang saja, ini sudah hampir sore, nanti kamu kemalaman."
"Ayah gak apa-apa kan?"
"Enggak nak, ayah baik baik saja."
Ayra berdiri memeluk ayahnya erat erat, ia menangis terisak-isak dalam pelukan ayahnya.
"Ayra, kamu kenapa nak?" Tanya ayahnya khawatir.
Ayra melepas pelukannya sambil mengusap air matanya.
"Gak apa-apa yah, Ayra hanya masih sangat merindukan ayah, telepon Ayra jika ada apa apa," kata Ayra.
"Iya ayah pasti menghubungi mu. Ya sudah ayah antar sampai terminal ya..."
Ayra mengangguk,
Dan sore itu, Ayra diantar ayahnya menuju terminal, lalu setelah memastikan Ayra naik bus, ayahnya kembali ke rumah.
Ayra duduk dipinggir jendela bus, menatap jalanan. Air matanya terus saja mengalir, hatinya sakit karena telah membohongi ayahnya.
"Maafin Ayra yah, Ayra terpaksa berbohong pada ayah, Ayra tak mau ayah merasa bersalah dan bersedih, biarlah untuk sementara waktu ini Ayra begini. Nanti ketika waktunya sudah pas, Ayra pasti akan jujur pada ayah, maaf jika selama ini Ayra selalu melarang mu untuk datang berkunjung, Ayra tak mau ayah tahu yang sesungguhnya," ucapnya lirih. Ia usap air matanya, memasang headset lalu mendengarkan musik untuk menghibur hatinya.
Setengah perjalanan, tiba tiba bus mengalami gangguan. Sopir dan kondektur turun untuk memeriksa, baru setelah itu ia memberi kabar jika bus mengalami kerusakan dan membutuhkan waktu yang sedikit lama untuk perbaikan. Sebagian orang turun dan ganti menggunakan angkutan umum lain, sementara sebagian memilih untuk menunggu, termasuk Ayra.
Ayra tidak turun, ia tetap berada di dalam bus. Ia sandarkan kepalanya dan merilekskan tubuhnya.
"Mau bagaimana lagi? Bus ini satu satunya angkutan umum yang bisa sampai dekat restoran, tak apa jika aku harus menunggu. Hitung hitung sambil aku beristirahat," gumammya.
Ia memejamkan mata, sambil menikmati lagu yang ia dengar dari headset ponselnya. Lama lama, ia merasa mengantuk dan akhirnya terlelap.
Entah berapa lama ia terlelap, saking lelapnya dia tertidur, ia sampai tak sadar jika ia sudah sampai di terminal dekat restorannya.
"Mbak...! Bangun sudah sampai," panggil kondektur sambil menepuk bahunya perlahan.
"Hah...! kita sudah sampai mas?" Tanya Ayra mengangkat kepalanya lalu mengusap wajah.
"Iya, kita sudah sampai terminal mbak."
"Hah...?! Ini jam berapa?" Ayra melihat layar ponsel.
"Jam 10 malam?! Lama juga aku tidur?!"
Ayra bergegas turun dari bus, lalu berjalan menuju restoran untuk ambil sepedanya.
Terlihat, restoran sudah sangat sepi, hanya tersisa sepeda Ayra yang terparkir di halaman dan juga satpam yang menjaga tempat itu.
Ayra membuka kunci sepedanya lalu menggoes untuk kembali ke rumah suaminya.
"Hati hati mbak Ayra!" Kata satpam sambil melambaikan tangannya.
Ayra terus menggoes sambil mengangkat jari jempolnya.
Ketika sampai di pertigaan, Ayra berhenti. Ia turun dari sepeda sejenak memikirkan sesuatu.
"Kalau aku lewat jalan utama, kemungkinan aku akan bertemu dengan tuan Daniel yang menyebalkan itu, dia pasti tidak akan mengampuni ku karena semalam aku mengetahui perbuatannya. Sebaiknya aku lewat belakang saja, meskipun sepi, aku akan aman karena roda empat jarang sekali lewat sana," ucapnya.
lalu ia membelokkan sepedanya melewati jalan yang jarang dilewati roda empat karena tempatnya yang sedikit sempit.
Ayra terus mengendarai sepedanya, tak lupa ia stel musik dan ia dengarkan melalui headset agar sedikit mengurangi rasa takutnya.
Saat sampai di depan rumah, ia melihat dua mobil mewah yang sudah tak asing lagi tengah terparkir di sana.
"Aduh sial banget! Kenapa mereka malah ada di depan rumah? Apa jangan-jangan mereka sedang mencari ku? Gawat kalau begini!" Kata Ayra sambil menghentikan sepedanya tanpa turun dari sana.
Ayra memperhatikan lebih cermat lagi, ternyata Daniel dan pengawalnya bukan sedang mencarinya. Melainkan tengah mengintrogasi suaminya.
"Ampun tuan! Saya tidak tahu apa-apa, ampuni saya!" ucap Rayyan memohon dihadapan Daniel.
"Buuugh!" Daniel menendang bagian perut Rayyan hingga membuat Rayyan terguling di aspal.
"Hahh...!" Ayra menutup mulutnya sendiri karena terkejut.
Sementara itu, dari balik jendela rumah, ia melihat ibu mertua dan adik iparnya mengintip tanpa berani menolong Rayyan.