Menjadi seorang Guru adalah panggilan hati. Dengan gaji yang tak banyak, tetapi banyak amanah. Itulah pilihan seorang gadis bernama Diajeng Rahayu. Putri dari seorang pedagang batik di pasar Klewer, dan lahir dari rahim seorang ibu yang kala itu berprofesi sebagai sinden, di sebuah komunitas karawitan.
Dari perjalanannya menjadi seorang guru bahasa Jawa, Diajeng dipertemukan dengan seorang murid yang cukup berkesan baginya. Hingga di suatu ketika, Diajeng dipertemukan kembali dengan muridnya, dengan penampilan yang berbeda, dengan suasana hati yang berbeda pula, di acara pernikahan mantan kekasih Diajeng.
Bagaimana perjalanan cinta Diajeng? Mari kita ikuti cerita karya Dede Dewi kali ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dede Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan
Diajeng masih terus berusaha menata hatinya, supaya bisa hadir diacara pernikahan mantan kekasihnya. Sedari rumah, Diajeng sudah bercermin cukup lama, dan mencari busana terbaiknya di lemari untuk bisa hadir diacara pernikahan Adnan. Namun, sayangnya rata-rata baju kopelan sama Adnan disana. Sehingga dia harus mencari lagi busana yang cocok. Dan akhirnya, seperti yang dikenakannya kini, dia mengenakan gamis batik tulis berwarna biru, pemberian anak-anak didiknya beberapa tahun yang lalu Karena bahannya bagus, dan yang jelas masih muat ditubuhnya. Karena tidak pernah dipakai, sehingga gamis itu masih tampak baru. Dipadukan dengan jilbab Navy pashmina, yang dia model sedemikian rupa. Setelah dirasa cukup, Diajeng berpamitan pada ayahnya dan melajukan mobil Avanza putihnya.
Diajeng masih bertahan di belakang kemudi setelah tadi dia berhasil memarkirkan mobilnya. Dia melihat keluar, berusaha mencari teman untuk masuk, namun belum dia temui teman-teman seprofesinya datang, karena memang dia sengaja datang diacara ijab qobulnya. Suasana masih sepi, diapun menarik napas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Setelah di rasa rileks, dia menguatkan diri untuk datang sendiri ke acara ijab qobul mantan kekasihnya.
Setelah keluar dari mobil, dia berjalan perlahan dengan memegang tas jinjingnya untuk mengurangi rasa nervousnya. Dia kembali menarik napas dalam, dan mengeluarkannya perlahan. Kembali dia bercermin di kaca spion, memastikan make upnya tidak luntur atau ada yang kecoret. Sendal high hils nya dibenahi sedikit agar tidak membuat sakit kakinya dan meninggalkan bekas luka. Cukup hatinya saja yang terluka, begitu batinnya.
Diajeng berjalan perlahan, hingga kemudian saat sampai di dekat pintu utama masuk gedung, seseorang menyapanya dengan lembut.
"Bu Ajeng?" sapa seorang laki-laki yang sudah berdiri di sampingnya.
"Ya?" spontan Diajeng menoleh, dan mencoba mengenali laki-laki itu.
"Bu Ajeng masih ingat saya?" tanya nya sopan.
"Ehm, bentar." jawab Diajeng sambil terus berusaha mengingat.
"Saya murid ibu waktu di SMA Veteran." jawab laki-laki itu.
"Alumni SMA Veteran? Tahun berapa ya?" tanya Diajeng masih belum berhasil mengenali laki-laki itu.
"Ehm, saya lulus sekitar 9 tahun yang lalu bu." jawan laki-laki itu.
"Wow, lama juga ya?"
"Hehe, iya bu. Ibu lupa ya?"
"Wah, kayaknya iya nih, maaf ya."
"Gapapa bu, wajar kok. Soalnya murid ibu kan ga cuma saya. Ada banyak murid ibu, ratusan bahkan ribuan." jawab Laki-laki itu yang tak lain adalah Raka.
"Tapi, wajahmu ini familiar lho."
"Ya iya lah bu, dulu kan murid ibu."
"Eh, bentar deh. Sepertinya saya inget." jawab Diajeng.
"Kamu... Raka bukan ya? Yang dulu pernah bolos dua minggu terus saya samperin ke rumah." tanya Diajeng.
"Tepat sekali! Sudah saya duga, bu Ajeng pasti ingat. Soalnya, saya kan murid bolosan." jawab Raka.
"Ish, engga ya. Saya tau, kamu ga masuk karena suatu hal." jawab Diajeng.
"Bu Ajeng mau hadir di acara Ijab Qobul juga?" tanya Raka
"Iya nih, belum telat 'kan?" tanya Diajeng sambil melihat jam tangan di pergelangan tangan kirinya.
"Belum bu, aman." jawab Raka.
"Mau masuk sama saya bu?" tawar Raka.
"Lah, emang cewek kamu ga marah?" tanya Diajeng.
"Cewek? Hahaha, iya sih, cewek saya tiga bu, itu tadi sudah masuk duluan. Kalau bu Ajeng mau kenalan, boleh banget, mari saya antar." kata Raka membuat Diajeng tak lagi nervous. Karena sudah ada teman masuk gedung pernikahan. Sekilas, Mempelai laki-laki di meja ijab qobul menolej ke pintu utama gedung, dadanya bergetat saat melihat mantan kekasihnya berjalan beriringan dengan seorang laki-laki yang tak lain sepupunya sendiri. Wajah Diajeng juga tampak ceria, tidak menyiratkan kesedihan dan galau di sana.
Raka membawa Diajeng ke tempat duduk di sayap kanan, disana tampak seorang laki-laki berjas putih dengan roncean bunga melati di lehernya. Peci putih dikepalanya, tampak oleh mata Diajeng dari arah belakang.
"Bu, kenalin, ini adik saya. Yang ini Fara, yang ini Nisa. Dan ini, Ibu saya. Bu Narti." kata Raka memperkenalkan anggota keluarganya kepada Diajeng.
"Oh, sekeluarga?" tanya Diajeng sambil menyalami adik-adik Raka.
"Iya bu, kami kan masih ada ikatan keluarga sama keluarganya pak Adnan." jawab Raka.
"Oh..."
"Ibu, masih cantik sekali." puji Diajeng tulus ketika menyalami bu Narti.
"Iya bu." jawab Raka.
"Ini?" tanya bu Narti sambil menunjuk Diajeng.
"Saya Diajeng, ibu. Gurunya Raka waktu SMA. Salam kenal ya bu." kata Diajeng sopan sambil mengambil tempat duduk didekat bu Narti.
"Oh, ya bu. Salam kenal. Dulu, ibu 'kan yang datang ke rumah pas Raka bolos tidak sekolah cukup lama?" tanya Bu Narti
"Iya bu, kok ibu masih ingat?" tanya Diajeng heran.
"Kami akan selalu mengingat orang-orang baik yang peduli pada kami bu." jawab bu Narti.
"Perhatian, kepada seluruh tamu undangan dan para saksi. Harap untuk tidak membuat kebisingan dan kegaduhan selama proses ijab qobul ya." kata pembawa acara mengingatkan.
Tak lama kemudian, Seorang penghulu menjabat tangan Adnan, melafalkan kalimat ijab qobul, yang berakhir kata Sah di sekitarnya. Seketika itu juga, dada Diajeng terasa sesak. Diapun segera pamit kepada bu Narti untuk ke toilet. Raka melihat air muka Diajeng yang tidak baik-baik saja segera menyusul ke toilet. Tetapi sayangnya, seperti biasa, toilet umum akan dibedakan sesuai gender nya, membuat Raka tak berani berkutik, karena dia tidak berani memasuki area wanita.
"Apa yang terjadi dengan bu Ajeng? Semoga dia baik-baik saja." batin Raka, tetapi Raka tetap bertahan di sana, karena dia ingin memastikan Diajeng baik-baik saja.
❤❤❤❤
Manusia yang kuat adalah mereka yang mampu menahan amarahnya.