Tidak ada sugarbaby yang berakhir dengan pernikahan.
Namun, Maira berhasil membuktikan bahwa cinta yang tulus kepada seorang pria matang bernama Barata Yuda akhirnya sampai pada pernikahan yang indah dan sempurna tidak sekedar permainan di atas ranjang.
"Jangan pernah jatuh cinta padaku, sebab bagiku kita hanya partner di atas tempat tidur," kata Bara suatu hari kepada Maira. Tai justru dialah yang lebih dulu tergila-gila pada gadis ranum itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuan Bara
Maira mematut penampilannya di cermin. Ia hampir tidak mengenali perempuan dalam balutan gaun ketat berwarna hitam itu. Malam ini ia tampak cantik sekali. Hiasannya natural, rambutnya kembali dibuat bergelombang.
"Kau sangat cantik," puji Debora.
"Apa tuan Bara akan menyukainya?" tanya Maira polos.
Debora tertawa lepas.
"Maira, tuan Bara melihatmu tanpa make up saja akan terpesona, apalagi dengan keadaanmu yang sudah sangat cantik begini," sahut Debora ringan. Ia sangat tahu selera tuan tampan itu.
"Nyonya, boleh aku bertanya?"
"Katakan saja." Debora tampak menunggu pertanyaan yang akan dilontarkan gadis itu.
"Mengapa tuan Bara memilihku?"
"Karena kau menarik perhatiannya. Aku saja kagum padamu, kau mampu membuat ia terpanah," sahut Debora sungguh-sungguh. Sementara Maira tampak terlihat mencerna kata-kata itu.
Debora melihat jam dinding. Ia menatap Maira sekali lagi.
"Coba berputar," perintahnya dengan tangan terbuka. Maira menurut. Entah mengapa Debora suka sekali memintanya berputar. "Perfect!" Ia tersenyum puas.
"Apa kita akan segera berangkat?" tanya Maira saat Debora mendekatinya.
"Kau sudah tidak sabar bertemu Sugardady mu?" tanya Debora disusul tawanya yang menggelegar.
Maira diam, tak menjawab. Ia sebenarnya juga penasaran sekali seperti apa rupa tuan Bara.
"Aku hanya penasaran dengan wajahnya."
"Ia akan membuatmu tergila-gila. Ayo kita berangkat." Debora melangkah anggun, ia menggandeng Maira. Saat mereka keluar, semua mata terpanah. Para pekerja malam yang akan bersiap menerima tamu mereka menatap Maira penuh kekaguman. Mereka juga sangat iri melihat perlakuan Mami Debora yang begitu istimewa pada Maira.
"Cantik kan?" Debora menghadapkan Maira pada para pekerja lain.
"Iya, Mi," sahut mereka secara bersamaan. Memang ada jawaban lain selain itu? Pupus sudah harapan mereka bisa meraih hati tuan Bara. Tuan Bara telah menetapkan pilihannya.
Debora dan Maira melangkah anggun menuju mobil. Mereka menuju ke rumah megah itu lagi. Tempat dimana Bara telah menunggu gadisnya malam ini.
***
Di dalam mobil, Maira tampak meremas tangannya sendiri. Debora melihat itu.
"Kau gugup?" tanya Debora
"Ya, sangat," sahut Maira lirih.
"Rileks saja, semua akan berjalan lancar dan kau pasti akan menikmatinya."
Mobil terus melaju dengan Maira yang duduk gelisah di dalamnya. Entah mengapa hatinya terasa tidak karuan. Jantungnya berdetak kencang. Ia benar-benar gugup.
"Nyonya ... "
"Panggil aku Mami!" tegur Debora. Maira menggeleng.
"Tidak mau, aku lebih senang memanggilmu begitu," tandas Maira. Debora menghela nafasnya, malas berdebat dengan gadis itu.
"Terserah kau sajalah." Akhirnya ia mengalah.
"Nyonya, apa hidupku akan baik-baik saja setelah ini?" Ia bertanya dengan gugup. Debora tertawa keras sebelum ia menjawabnya.
"Maira, aku memberimu lelaki, bukan algojo," katanya masih dengan tawa.
"Apa dia tidak akan bermain tangan? Maksudku apa dia suka memukul perempuan?"
"Tidak. Dia hanya akan memainkan tangannya ketika kalian sedang di tempat tidur." Debora mengatakan itu dengan ringan sekali. Seolah itu adalah hal biasa. Sementara bagi Maira yang hanya berpacaran satu kali seumur hidupnya, sangat malu mendengar itu.
Keduanya kembali terdiam kala mobil telah memasuki gerbang tinggi rumah tuan Bara. Mereka keluar dari mobil. Penjaga membuka pintu utama, tidak ada pelayan berjejer seperti kemarin. Bara sengaja mengosongkan rumah itu tanpa pelayan malam ini. Hanya ada Sofia.
"Tuan Bara telah menunggu di kamarnya." Sofia berkata seperti biasa, dingin dan tanpa basa basi.
"Aku serahkan dia kepadamu, Sofia." Debora melepaskan gandengan tangannya pada Maira.
"Ya, kau boleh pergi sekarang," sahut Sofia lugas. Debora memandangnya kesal.
"Kau selalu seperti itu, Sofia. Terang sekali mengusirku." Debora tertawa, Sofia tidak membalasnya.
"Mari, Nona, saya antarkan anda sekarang."
Maira mengangguk pelan, ia mengutuki keputusan ini. Namun, ia sudah terlanjur dan lagi pula ia ingin secepatnya membalas paman dan bibi jahat itu.
Setiap langkah dari high hills yang ia kenakan, setiap suara pijakan itu terdengar kala ia menapaki anak tangga, Maira seperti sedang menggali kuburannya sendiri.
Ia akan kehilangan semuanya malam ini, termasuk harga dirinya. Hal yang paling berharga. Ia memejamkan mata, menghela nafas berkali-kali. Sudahlah, ia tak mungkin mundur lagi.
"Silahkan masuk." Sofia membuka pintu kamar kemudian ia menutup pintu itu lalu turun dan keluar dari rumah bergabung dengan para penjaga lainnya di luar sana.
Maira memasuki kamar luas itu dengan hati-hati. Di sana telah tersedia meja dengan dua kursi yang di mejanya telah tersaji minuman dengan dua buah gelas kaca. Suasana kamar itu remang, banyak cahaya lilin dan juga taburan bunga.
Maira menatap kagum, ia tidak pernah diperlakukan sebegini spesial oleh lelaki apalagi orang ini baru mengenalnya.
"Berputarlah, Nona." Suara itu terdengar, berat dan berkharisma. Maira tersihir mendengarnya. Refleks ia memutar tubuhnya perlahan, membuat lekuknya nampak indah dalam pandangan Bara diseberang.
Ia sedang duduk, menikmati pemandangan indah tubuh gadis muda itu. Perlahan ia mendekat, langkah suara sepatunya terdengar. Maira tercekat. Jantungnya terasa berdentum.
"Maira." Suara itu semakin terdengar dekat diikuti sosok lelaki tampan, dewasa dengan tubuh gagah. Maira terbius oleh pesona lelaki ini. "Kau tidak menjawab panggilanku." Bara benar-benar telah sampai di depannya. Ia meraih dagu Maira, menghadapkan wajah gadis yang sedang malu itu menatapnya.
"Aku ... "
Suara Maira terhenti. Bara telah mengunci bibirnya dengan lembut. Maira tidak pernah berciuman, ia hanya diam, mematung dengan tubuh menegang.
"Buka mulutmu." Suara Bara terdengar disela ciumannya yang memabukkan. Maira membuka perlahan bibirnya. Terasa lidahnya dibelit, dihisap dan dikecup dengan lembut.
Maira tampak menikmati ciuman itu. Tapi kemudian ia tersadar, ia segera mendorong Bara. Bara tersentak, menerima hal di luar dugaan itu. Ia kembali mendekat, menggiring tubuh Maira menuju ranjang besar dan empuk.
Maira terhempas, tubuhnya tergolek, menambah kilatan aneh di mata Bara.
"Tuan, aku belum siap," ujarnya kemudian.
"Tidak ada kata tidak siap setelah kau sampai di kamar ini," sahut Bara tajam. Ia kembali mendekat, membuka kemeja ketat yang membungkus tubuh atletisnya, menyisakan celana saja.
Maira tidak bisa melakukan apapun. Saat Bara mulai menarik satu persatu benda yang melekat di tubuhnya. Maira menatap Bara yang juga sedang menatapnya.
"Akanku berikan apapun yang kau inginkan setelah ini." Setelah mengatakan itu, Bara menarik bra juga celana dalam yang masih tersisa. Maira berusaha menutup semua bagian tubuh polosnya, membuat Bara gemas.
Ia kembali mencium lembut bibir gadis itu. Ranum harum tubuh Maira membuat sisi dewasanya bergejolak hebat. Ia melakukannya dengan lembut, awalnya, lalu semakin menuntut.
"Aaah sakit, Tuan!" pekik Maira saat terasa selaput darahnya robek dihantam benda keras milik Barata Yuda.
Bara mencium mata yang basah itu lembut, seirama pacuannya yang terus cepat. Kini, Maira sempurna kehilangan semuanya, harga dirinya.
untungnya Kevin mati....kl ngga perang Baratayudha beneran
Tuhan pasti memberikan kebaikan yg terbaik dibalik kejadian yg menimpa kita.
teruslah berpikir positif atas segala kejadian.
memang tdk mudah...
semangat kak💪
othor keceh comeback again, apa kabare si Beben kak??????😂😂
masi kah pake pempers?????
ada notif langsung gassss.....
apa kabar mak, moga mak Julie yg cantik mem bahenol selalu sehat2 dan lancar semuanya Aamiin🤲
biar semangat up nya...🥰🥰🥰