Setelah kemenangannya melawan keluarga Ashcroft, Xander menyadari bahwa kejayaan hanyalah gerbang menuju badai yang lebih besar.
Musuh-musuh lama bangkit dengan kekuatan baru, sekutu berpotensi menjadi pengkhianat, dan ancaman dari masa lalu muncul lewat nama misterius: Evan Krest, prajurit rahasia dari negara Vistoria yang memegang kunci pelatihan paling mematikan.
Di saat Xander berlomba dengan waktu untuk memperkuat diri demi melindungi keluarganya, para musuh juga membentuk aliansi gelap. Caesar, pemimpin keluarga Graham, turun langsung ke medan pertempuran demi membalas kehinaan anaknya, Edward.
Di sisi lain, Ruby membawa rahasia yang bisa mengguncang keseimbangan dua dinasti.
Antara dendam, cinta, dan takdir pewaris… siapa yang benar-benar akan bertahan di puncak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5
Sebulan berlalu dengan cepat bagi Xander. Selama waktu tersebut, ia menunggu kabar dari pasukannya mengenai keberadaan Evan Krest. Sayangnya, hingga saat ini ia belum mengetahui di mana sebenarnya pria itu. Di saat yang sama, pencarian identitas Evan Krest pun terus digencarkan meski pada akhirnya menemui jalan buntu. Walau dengan bantuan Marcus dan kekuasaan yang dimilikinya saat ini, informasi terkait Evan Krest sangatlah sulit didapatkan.
Selama sebulan lamanya pula, Xander berlatih sangat keras di bawah bimbingan Miguel. Di saat yang sama, pria itu fokus dengan tugasnya mengelola seluruh perusahaan yang sudah sepenuhnya berada dalam kendalinya. Xander beruntung karena memiliki Lizzy dan calon buah hatinya yang selalu menjadi sumber semangatnya.
Xander sudah berolahraga dengan mengelilingi danau sejak pagi buta. Hujan gerimis menemani perjalannya hingga ia beristirahat di pinggiran danau. Selama sebulan ini, tidak ada hal aneh yang ditunjukkan oleh keluarga Ashcroft. Semua tampak baik baik saja meski Xander tidak mengurangi kewaspadaan.
Xander mendengar dari mata matanya di pasukan Edward jika Edward bekerja sama dengan keluarga Lennox untuk membalas dendam. Sosok ayah Edward yang merupakan pemimpin keluarga Graham juga ikut turun tangan. Tak sampai di sana, mata-mata itu mengabarkan jika Edward tengah mencari seseorang yang akan melatihnya menjadi lebih kuat. Hal itu mendorong Xander untuk terus mencari keberadaan Evan Krest dan berlatih lebih keras.
Xander mendongak ketika hujan tidak lagi membasahinya. Ketika menoleh ke samping, ia
menemukan Lizzy yang tengah memayunginya. "Kenapa kau di sini? Kau bisa sakit jika kedinginan dan terkena hujan.”
Lizzy tertawa hingga deretan gigi putihnya terlihat. "Kau terlalu berlebihan mengkhawatirkanku. Kau tentu ingat siapa aku sebelum aku menjadi istrimu. Hujan gerimis tidak akan membuatku sakit."
"Tentu saja aku tidak lupa. Aku hanya mengkhawatirkanmu dan calon anak kita." Xander mengelus lembut pipi putih Lizzy, mengambil alih payung dengan tangan satunya. "Sebaiknya kita segera kembali ke rumah sebelum hujan bertambah deras. Kau tidak boleh kedinginan karena hal itu akan membuatku harus menghangatkanmu."
Lizzy mencubit perut Xander hingga Lima meringis. Keduanya berjalan menuju rumah.
"Kau berlatih sangat keras akhir-akhir ini. Tidak masalah jika kau mengambil waktu istirahat sedikit lebih lama dari sebelumnya. Untuk menjadi kuat, tubuhmu harus mendapatkan waktu istirahat yang cukup," kata Lizzy.
"Aku ingin melakukannya. Hanya saja setiap kali aku mengingat jika musuh-musuhku tengah berlatih keras untuk mengalahkanku, aku tidak bisa tinggal diam begitu saja. Aku harus menjadi lebih kuat dari waktu ke waktu. Aku tidak ingin kehilanganmu dan orang-orang yang aku sayangi. Jika itu terjadi, aku pasti akan sangat hancur."
"Untuk bisa mencapai tingkat lebih tinggi, seseorang harus terus diuji, dan untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, kita harus siap untuk melepas apa yang kita miliki. Segala sesuatu memiliki waktu untuk pergi dan kembali."
"Kau benar." Xander menggenggam tangan Lizzy lebih erat. "Untuk itulah, aku harus bersiap untuk segala hal. Teruslah berada di sisiku."
"Kalaupun kau tidak melihatku berada di sisimu, aku akan tetap berada dalam ingatan dan perasaanmu." Lizzy tersenyum, merapikan rambut Xander yang basah. “Kau harus segera bersiap untuk pernikahan Ruby."
Xander memasuki kamar mandi, terdiam di bawah guyuran air selama beberapa waktu. Begitu selesai mengeringkan tubuh, ia memandang pantulan dirinya di cermin. Saat keluar dari kamar mandi, ia mendapati Lizzy tengah mengambil baju dari lemari.
Lizzy membantu Xander memakaikan jas dan dasi, tak lupa merapikan rambut.
“Maafkan aku karena kau masih harus bersabar untuk aku kenalkan pada keluarga Ashcroft secara langsung." Xander menahan tangan Lizzy yang sedang merapikan rambutnya, menurunkan hingga tangan Lizzy berada di jantungnya. Ia merasakan kehangatan yang menjalar.
Lizzy tersenyum. “Aku sangat memahami keadaannya. Aku akan sabar menunggu."
Xander meninggalkan kediaman utama setelah sarapan. Ia melambaikan tangan pada Lizzy dan Lydia yang berada di teras rumah. Hujan sudah sepenuhnya reda, meninggalkan udara yang lebih dingin dari biasanya.
Xander tiba di lokasi acara setengah jam kemudian. Banyak tamu undangan yang sudah memadati lokasi. Keadaan yang ramai seketika hening ketika ia berjalan melewati kerumunan.
"Alexander, akhirnya kau datang." ujar Marcus yang datang menghampiri.
Berita kembalinya Marcus setelah dikabarkan meninggal sempat menggegerkan keluarga kelas atas. Mereka tidak menyangka jika hal itu bisa terjadi. Di sisi lain, kabar Franco, Fabian, Felix, dan beberapa anggota keluarga Ashcroft yang dipenjara berusaha ditutupi oleh keluarga Ashcroft meski pada akhirnya kabar itu menjadi desas-desus di keluarga kelas atas sampai sekarang.
"Kau tampak lebih sehat dibanding sebelumnya," ujar Xander.
“Aku tentu ingin tampil baik di pernikahan cucuku Ruby." Marcus tertawa pelan, mengajak Xander duduk di dekatnya.
Xander menoleh pada Franco, Fabian, dan Felix yang tengah berbincang dengan beberapa tamu undangan. Mereka mendapatkan izin keluar dari penjara untuk menghadiri pernikahan ini. Di sisi lain, Xander melihat keluarga Voss tengah berbincang dengan Evelyn dan Darius. Mereka sama sekali tidak berani menatapnya.
Xander bersyukur dengan kondisi Darius yang membaik meski pria itu masih dalam tahap pemulihan. Di saat yang sama, ia tidak
berkomentar apa pun setelah mendengar Evelyn tengah mengandung. Pada akhirnya, ia bisa melupakan wanita itu seutuhnya.
Di tempat berbeda, Ruby tengah duduk di meja rias, menatap pantulan dirinya di cermin. la mendapati Mila yang tampak sibuk dengan riasannya.
"Ruby, ibu benar-benar masih tidak percaya jika kau akan menikah hari ini, padahal ibu masih
ingat kalau kau bayi kecil yang sering menangis. Pilihanmu untuk menikah dengan Ezra dari keluarga Blair pilihan tepat. Ibu benar-benar tidak sabar menunggu kehadiran seorang cucu. Kau tahu, Ibu sedikit iri dengan Tessa yang sangat perhatian pada cucunya meski dia masih ketus pada Evelyn."
Ruby tersenyum meski ia merasakan pertentangan dalam batinnya. Sampai saat ini, ia belum mengatakan apa pun soal kehamilannya pada Mila, Fabian maupun keluarga Ashcroft yang lain. Di saat yang sama, ia merasa bersalah pada Ezra dari keluarga Blair karena membohongi
mereka karena ia sudah mengandung anak dari pria lain.
Ruby memejamkan mata, mengembus napas panjang. Sampai saat ini, ia juga belum memberi tahu mengenai kehamilannya pada Edward. Meski pada awalnya ingin mengabarkan hal itu, tetapi saat Edward mengatakan jika dirinya sangat sibuk dengan pekerjaannya, dan setelah memikirkan secara matang-matang kemungkinan hal buruk yang akan ia terima dari keluarganya sendiri dan juga dari Xander dan Sebastian, ia membatalkan niatan tersebut.
Ruby merasa cukup beruntung ketika Ezra Blair menyatakan perasaan padanya. Tanpa menunggu lama, ia menerimanya dan setuju untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Ruby mendengar beberapa kali suara sumbang
mengenai pernikahannya yang agak terburu-buru, ditambah kabar mengenai kedekatannya dengan Edward dahulu. Akan tetapi, ia tidak memedulikan hal itu.
"Ruby, apa yang terjadi? Kau melamun," ujar Mila sembari menepuk bahu Ruby agak keras.
Ruby menggeleng pelan, tersenyum. "Aku merasa sangat tegang, Bu."
Mila tersenyum. "Semua wanita pasti merasakan hal yang sama ketika akan menikah. Kau harus tenang karena semua ini akan berlalu dengan baik. Berbahagialah."
Ruby mengangguk, tersenyum saat melihat Mila begitu bahagia selama beberapa hari terakhir. Ia benar-benar takut mengecewakan ibunya dan Fabian, begitupun dengan keluarga besarnya. Semua masalah ini benar-benar membuatnya sangat tertekan akhir akhir ini. Kalau saja waktu bisa diputar, ia tidak akan melakukan tindakan bodoh dengan Edward.
"Ruby sudah waktunya," ucap Mila
#✌️✌️✌️
cepat² di up nya min
#makan2