Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Siti masih terjaga sampai jam empat pagi, dia menunggu suaminya yang belum pulang dari nge-DJ di club. Sedih hanya di hari di mana mereka kehilangan saja, setelahnya mereka berusaha bangkit dengan sisa semangat yang kembali dibangkitkan satu sama lain.
Sudah satu bulan ini tidak ada pekerjaan yang tidak diambil Gio. Rupiah demi rupiahnya dikumpulkan. Uang yang dikumpulkan akan digunakan untuk mengganti kerugian. Rencananya pagi ini pemilik ruko akan datang ke rumah karena hanya satu bulan tempo yang diberikan.
Dengan perasaan cemas Siti terus menunggu kepulangan suaminya, biasanya jam tiga atau setengah empat suaminya itu sudah sampai rumah. Mukena berwarna putih pun belum lepas dari tubuhnya. Tiba-tiba saja perasaan Siti menjadi tidak enak, dia memegangi dadanya sambil terus mengucap astagfirullah.
Kemudian terdengar suara pintu yang diketuk pelan. Siti segera bangkit dan melihat keluar. Alangkah terkejutnya Siti, dia menemukan suaminya tergeletak di depan teras dengan banyak luka lebam pada wajah dan pakaiannya sudah banyak bercak darah.
"Mas!," Siti mendekati Gio yang sudah tidak sadarkan diri.
"Mas! Bangun!," kemudian Siti sigap, memesan taksi online untuk segera membawa Gio ke klinik terdekat.
Gio sudah diobati perawat setelah diperoleh oleh Dokter. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan oleh Siti karena Gio hanya mengalami luka ringan.
Selama setengah jam Siti menemani Gio yang tidak sadarkan. Sekarang pria itu mulai membuka dan langsung mendapati istrinya.
"Alhamdulillah, Mas, sudah sadar."
Kemudian mata Gio sangat basah, tangan yang dipegang Siti memegang erat tangan istrinya. Siti menghapus air mata Gio yang terus berjatuhan.
"Apa yang terjadi, Mas?."
"Maafkan aku, sayang." Air mata Gio semakin deras. Dia begitu sakit dengan apa yang menimpanya.
"Ada yang menguras isi ATM ku," lirihnya.
"Astagfirullah, Mas." Air mata Siti ikut menetes.
Hening untuk beberapa saat sebelum Siti bicara lagi.
"Yang melukaimu siapa?."
"Aku tidak tahu, aku baru turun dari mobil dan tiba-tiba saja ada yang menutup wajahku. Mereka ada beberapa orang yang memukuliku."
Siti dan Gio menangis. Semakin berat cobaan yang menimpa mereka.
"Aku sudah pasrah kalau harus masuk penjara."
Siti menggeleng sambil menghapus air matanya. "Tidak akan aku biarkan kamu kenapa-kenapa, Mas. Kamu akan tetap berada di sisiku."
Siti menolak pikiran dan hatinya akan bantuan yang sudah ditawarkan Teo dan Liani. Tidak mungkin dia akan menghancurkan pernikahannya. Tapi bagaimana dengan nasib Gio.
Tetap mencoba bersikap tenang dan pikir logis, Siti segera menghubungi Leo dan Jun. Kedua sahabat Gio yang selalu menawarkan bantuan kepada suaminya. Kalau selama ini Gio selalu menolak, kini Siti sendiri yang datang meminta bantuan kepada kedua orang tersebut.
Siti menangis di pojok musala klinik, dadanya terasa sesak saat dari mereka tidak ada satu pun yang bisa membantunya. Dia sedang membutuhkan bantuan tapi tidak ada yang mengulurkan tangan. Siti mengingat Mama Agatha lalu menghubunginya tapi sayangnya tidak tersambung. Siti menatap nanar ponselnya. Lantas dia menghubungi orang yang pernah menawar rumahnya. Setidaknya dengan uang itu suaminya tidak sampai masuk penjara.
*
Seorang diri Siti mendatangi pemilik ruko, langsung menyerahkan sejumlah uang. Dia tidak memikirkan setelah ini mau tinggal di mana, tapi bagaimana suami tetap menghirup udara bebas. Setelah selesai urusannya dengan pemilik ruko, Siti kembali ke klinik sebab Gio pulang sore ini.
"Kamu dari mana?," tanya Gio pada Siti yang sudah berada di hadapannya lagi setelah beberapa jam menghilang tidak menemaninya.
"Ada keperluan sebentar," Siti tidak berani menatap mata Gio yang mencari kebenaran dari ucapannya.
"Jujur padaku! kamu habis dari mana?."
Siti tidak bisa berbohong karena setelah keluar dari klinik mereka tidak bisa pulang ke rumah yang telah dijualnya. Dia pun jujur dengan menceritakan apa yang telah dilakukannya.
"Maaf, aku tidak izin pada Mas tapi aku menggunakan hakku untuk menolong suamiku."
Gio terdiam dengan tangan yang mengepal kuat, hatinya terisi tak berdaya dan air matanya berkaca-kaca.
"Seharusnya aku yang meminta maaf, telah sangat menyusahkanmu. Kamu telah berkorban banyak untukku. Secepatnya aku akan mengganti semua uangmu, aku akan menelepon Mama."
Siti diam, dia membiarkan Gio mencoba menelepon Mamanya tapi hasilnya sama. Mama Agatha belum bisa dihubungi, pun dengan Papanya.
"Kenapa mereka tidak bisa dihubungi?."
"Nanti dicoba lagi," kemudian Siti bersiap-siap sebab mereka sudah harus keluar dari klinik.
Gio dan Siti duduk di depan klinik sambil menunggu rintik hujan yang tiba-tiba turun. Entah akan pulang ke mana setelah tidak memiliki tempat tinggal.
Sebenarnya Siti sudah mengirim pesan pada Asih, mencari kontrakan kosong di sekitaran daerah rumah Asih tapi belum ada jawaban. Mungkin Asih masih banyak pekerjaan.
Akhirnya hujan reda dan balasan dari Asih pun sudah diterimanya setelah hampir satu jam lamanya menunggu. Lantas keduanya menaiki taksi, menuju alamat yang diberikan Asih. Kontrakan yang akan menjadi tempat tinggal Siti dan Gio.
Setelah hampir empat puluh lima menit berada di jalanan akhirnya Gio dan Siti sudah tiba di lokasi. Siti sangat beruntung karena Asih sudah menyiapkan semuanya sehingga Siti langsung bisa menempati kontrakan yang hanya satu petak dengan kamar mandi kecil di dalamnya.
"Terima kasih sudah membantuku."
"Tapi maaf ya, Siti, adanya hanya seperti ini."
"Tidak apa-apa, ini sudah lebih daripada cukup. Yang penting aku dan Mas Gio bisa istirahat."
Kemudian Asih pamit, Siti pun menyiapkan makan yang tadi dibelinya dan obat yang masih harus diminum Gio.
"Dari sini ke kantor jaraknya cukup dekat jadi aku bisa jalan kaki."
"Motor Ayah kamu jual juga?."
Siti tersenyum sambil melepas cadar dan hijabnya. "Aku yakin Ayah pasti bahagia melihat kita yang terus berjuang. Tidak menyerah pada keadaan yang sangat menyulitkan kita sekali pun."
"Maafkan aku," Gio memeluk Siti. Di dalam hati dia bertekad untuk membuat istrinya itu bangga dan bahagia dengan caranya tanpa campur tangan orang tuanya yang tidak pernah ada di saat dirinya jatuh seperti ini.
Siti dan Ayah yang selalu ada untuknya, dia harus lebih kuat dari Siti supaya bisa memberikan kebahagiaan yang terbaik untuk sang istri.
Gio dan Siti tidur beralaskan karpet yang cukup tebal yang dipinjamkan Asih. Keduanya telentang, menatap langit-langit.
"Aku sudah membuatmu kehilangan banyak."
"Aku juga sudah membuatmu kehilangan banyak."
Keduanya saling menoleh lalu tersenyum.
"Di mulai dari nol, ya, sayang?."
"Siap, Mas ganteng suamiku."
Mereka tertawa lepas. Hidup dalam kesusahan tidak menjadikan mereka jauh, justru saling menguatkan untuk sama lain. Tidak pernah takut kehilangan harta sebanyak apapun karena sejatinya harta mereka yang paling berharga adalah mereka satu sama lain.
"Terima kasih sudah menjadikan pernikahan kita penuh kebahagiaan," kemudian Gio mengecup kening Siti untuk waktu yang cukup lama.
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti