[Sekuel dari Novel "Love Me Please, Hubby"]
Almahyra Tsalsania, seorang mahasiswi berusia 20 tahun yang terjebak cinta dengan pria yang usianya terpaut jauh darinya. Dia mencintai pria itu selama lima tahun, namun sayangnya cintanya tak berbalas. Pria itu terlalu mencintai kakaknya untuk bisa melihat keberadaannya.
Daniel Vieri Nathaniel, pria matang berusia 32 tahun. Dia adalah pewaris kedua dari Grup H, menjabat sebagai wakil direktur utama. Selama lima tahun hidupnya dihabiskan untuk mengejar cinta yang sia-sia. Dia tidak tahu ada cinta tulus yang menunggunya.
Karena jebakan orangtuanya, Daniel harus berakhir menikahi Alma, adik dari wanita yang dicintainya.
Mampukah Daniel menerima cinta Alma?
Mampukah Alma membuat Daniel mencintainya?
Bagaimana kisah cinta mereka? Baca terus kelanjutan kisah mereka dalam novel DANIEL & ALMA.
#StoryOfDaniel&Alma
#CintaDalamDiam
#Diusahakan untuk update tiap hari ^^
~ErKa~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 32 - Makan di Kantin
"Serius Mas? Serius Kamu
kerja di sini?"
"Iya. Senang bekerja
denganmu Alma."
"Aku juga senang Mas.
Selamat ya, akhirnya Kamu berhasil mendapat pekerjaan." Tanpa sadar Alma
memegang bahu Ezra dan menepuk-nepuknya. Mengekpresikan kebahagiaannya.
Setidaknya dia punya teman sekarang.
Ezra memegang tangan Alma dan
menggenggamnya.
"Ya, ini mungkin berkat
doamu juga." Ezra menatap intens. Menyadari tangannya di pegang, Alma
buru-buru melepasnya. Dia menjadi salah tingkah.
"Ah ya. Semoga Kita menjadi
teman baik Mas."
"Harapanku lebih dari
itu." Ezra masih menatap Alma dengan intens. Tatapan matanya yang tajam
seakan-akan menembus hati Alma.
Alma memalingkan wajahnya. Di
tatap oleh pria tampan sangat membahayakan. Lebih baik dia menghindari tatapan
itu.
"Hahaha, Mas kalau bercanda
suka keterlaluan." Alma berusaha menutupi kegugupannya.
"Wajahmu jadi semakin
cantik ketika tertawa..." Ezra berkata lirih. Namun sepertinya Alma bisa
mendengar ucapan itu.
"Heh? Apa?"
"Bukan apa-apa. Kalau
begitu, silakan lanjutkan pekerjaanmu. Aku akan melanjutkan pekerjaanku."
"Oke. Semangat Mas!"
Alma mengangkat lengan, menyemangi Ezra yang hanya tersenyum lembut melihatnya.
Sepeninggalnya Ezra, Alma
melanjutkan tugasnya. Hatinya senang, karena saat ini ada orang yang di
kenalnya di kantor itu selain Daniel dan asisten Tito. Dia berharap, dengan
adanya Ezra dia akan betah berada di perusahaan itu.
Alma mengantarkan madu hangat
itu ke ruangan Daniel.
Tok...Tok...Tok... (Alma
mengetuk pintu)
"Masuk." Terdengar
suara dari dalam. Alma mendorong pintu. Di dalam ruangan Alma melihat Daniel
bersama Tito dan dua manager bagian. Tatapan Daniel langsung terkunci begitu
melihatnya. Alma menjadi gugup di tatap seperti itu.
Alma meletakkan madu hangat itu
di atas meja Daniel.
"Saya membawakan madu
hangat yang bagus untuk lambung Bapak."
"Terima kasih."
"Saya permisi dulu
Pak." Alma berjalan keluar ruangan dengan di ikuti tatapan Daniel. Dari
mimik wajahnya, sepertinya Daniel ingin mengatakan sesuatu. Namun karena di
ruangan itu ada Tito dan dua bawahannya yang lain, dia mengurungkan niatnya
itu.
Alma kembali ke mejanya. Dia
menyusun jadwal kegiatan Daniel. Menelepon para relasi, dan lain sebagainya.
Grace menyuruhnya untuk mengerjakan pekerjaannya. Alma tidak merasa terbully.
Dia malah senang melakukan pekerjaan itu. Setidaknya bila dia sedang sibuk
seperti ini, pikirannya akan teralihkan dari Daniel.
Tak terasa jam makan siang tiba.
Tanpa Alma sadari, tiba-tiba Ezra kembali mendatanginya.
"Al, makan siang yuk."
Ajaknya dengan ramah.
"Lho, sudah waktunya makan
siang kah?" Alma bertanya dengan bingung. Dia melihat jam tangannya.
"Sudah sesiang ini. Aku benar-benar gak nyadar kalau sudah siang."
"Iya, ini sudah siang. Ayo
makan siang bareng."
"Tapi..." Alma memutar
otaknya dengan cepat. Dia menatap pintu wakil direktur di depannya. Pintu itu
masih tertutup rapat. Dia memikirkan makan siang yang akan di makan Daniel.
Kemudian dia ingat, tadi pagi dia sudah membekali Daniel dengan makanan sehat.
Dia tidak perlu khawatir lagi dengan makan siang pria itu.
"Mau makan dimana? Jangan
jauh-jauh ya Mas, Aku takut Bos mencariku." Alma melirik pintu di depannya,
mengisyaratkan pada Ezra bahwa dia takut Daniel mencarinya.
"Gak, gak jauh kok. Makan
di kantin karyawan aja. Cuman turun tiga lantai dari sini."
"Oke deh kalau gitu."
Alma tersenyum senang. Dia mengambil ponsel dan dompetnya. "Ayuk
Mas." ujarnya.
Alma turun bersama Ezra ke
lantai 19, tempat kantin karyawan
berada. Di sana mereka memesan makanan dan duduk di kursi sembari menunggu
makanan jadi.
"Gimana ceritanya bisa
kerja di sini Mas?" Alma bertanya dengan penasaran. Setahunya, proses
rekruitmen di Grup H sangatlah sulit. Andaikan dia tidak di bantu Mommy Kate
dan mencoba masuk ke perusahaan ini dengan kemampuan sendiri, Alma tidak yakin
bisa masuk ke Grup H. Dia takjub melihat Ezra dengan mudahnya bisa masuk ke
perusahaan itu.
"Mau cerita versi jujur atau
bohong?"
"Eiy, Mas Ezra ada-ada
saja. Tentu saja versi jujur dong."
"Aku masuk ke sini untuk
mengejarmu." Ezra menatap Alma dalam-dalam. Tatapannya begitu tajam,
menembus relung hati Alma yang paling dalam. Alma menggeleng-gelengkan
kepalanya. Sepertinya dia tengah berhadapan dengan seorang playboy. Dia harus
pintar menjaga hatinya.
"Hahaha, Mas kalau bercanda
suka keterlaluan ya." Alma memukul bahu Ezra dengan main-main. Ezra
menangkap tangan Alma, dan menatap Alma lurus.
"Aku serius." Katanya
dengan suara dalam.
"Ih...ih apa-apaan sih
Mas..." Alma menarik tangannya dan memalingkan wajah.
"Hehe, bercanda Al. Jangan
cemberut gitu dong. Nanti cantiknya hilang." Ezra nyengir kuda.
"Ihh apaan sih, seneng
banget gangguin Aku."
"Habis Kamu lucu. Gampang
banget di gangguin." Mereka melanjutkan bercanda ria. Kemudian makanan
mereka datang. Mereka menyantap makanan dengan lahap. Tiba-tiba di tengah
makan, Ezra memegang bibir Alma.
Tubuh Alma menjadi kaku dan
terdiam. Dia menatap Ezra dengan hati was-was. Apa yang akan di lakukan pria
itu di tengah ramainya suasana kantin? Alma menjadi tegang sendiri. Alma
mengangkat tangan, ingin menepis tangan Ezra. Namun Ezra melakukannya terlebih
dulu.
"Ada saos belepotan di
mulutmu." Ezra mengusap saos itu dengan tangannya, kemudian dia menjilat
tangannya yang terkena saos. Kembali, matanya menatap Alma dengan tatapan
tajam. Alma lagi-lagi menjadi salah tingkah.
"Eh, apa-apaan. Ak-aku bisa
membersihkannya sendiri." Alma mengambil tissue di depannya dan mengelap
bibirnya dengan keras. Ezra tersenyum usil. "Kamu pasti sering melakukan
hal seperti ini kan?"
"Hanya padamu."
"Apaan. Keliatan banget
kalau Mas sudah sering melakukan seperti ini."
"Kenapa? Apa Kamu jadi
tergoda? Apa jantungmu jadi berdebar? Apa denyut nadimu jadi tidak beraturan?"
Ezra berkata sembari tersenyum licik. Puas melihat reaksi Alma.
"Tidak! Mas salah. Aku
tidak merasakan apa-apa. Asal Mas tahu saja ya, Aku sudah punya
pasangan..."
"Aku akan merebutmu
darinya." Ezra menjawab mantap. Alma menjadi ngeri melihat tatapan mata
Ezra yang penuh dengan kesungguhan.
"Ini sudah gak lucu lagi.
Berhenti main-mainnya..."
Tiba-tiba ponsel Alma berdering.
Alma melihat Daniel meneleponnya. Entah mengapa perasaan bersalah dan takut
memenuhi hatinya.
"Ya Pak? Ada yang bisa Saya
bantu?" Alma berusaha berbicara seformal mungkin.
"Dimana Kamu Al?"
"Saya sedang di
kantin..."
"Naik ke atas. Langsung ke
ruanganku."
"Baik Pak."
Daniel menutup panggilannya.
Alma kembali mengalihkan perhatiannya terhadap Ezra.
"Aku naik dulu Mas. Bos
memanggil."
"Al..."
"Ya?"
"Lupakan kata-kataku. Tadi
Aku hanya bercanda."
"Iya, Aku tahu Mas sedang
bercanda. Tapi asal Mas tahu saja ya, candaannya benar-benar gak lucu."
"Iya, Aku minta maaf.
Jangan kapok untuk berteman denganku ya."
"Gak, gak kapok kok."
"Besok Kita makan bareng
lagi ya." Mata Ezra penuh harap. Alma tersenyum manis.
"Oke."
Alma kemudian naik ke lantai 22,
tempat ruang wakil direktur berada. Alma mengetuk pintu dan di persilakan
masuk.
"Darimana Al? Kenapa tidak
ada di mejamu?"
"Saya dari kantin Pak,
untuk makan siang."
"Jangan terlalu formal,
hanya ada Kita berdua di sini. Duduk di situ." Daniel menunjuk kursi di
depannya. Alma menurut. "Temani Aku makan." Katanya, sembari melirik
bekal makan siang yang di siapkan Alma.
Alma mengerti, dia segera
membuka bekal itu dan menyiapkan segala sesuatunya untuk Daniel.
Suasana ruangan kembali hening.
Daniel makan dalam diam. Sesekali dia mencuri-curi pandang pada Alma, yang
tidak sekali pun menatapnya. Perasaan Daniel menjadi tidak menentu. Dia merasa
menjadi orang yang terbuang.
***
Happy Reading ^^