NovelToon NovelToon
Dosen LC Itu, Milikku

Dosen LC Itu, Milikku

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Dosen / Hamil di luar nikah / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Berondong
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Niat hati ingin menghilangkan semua masalah dengan masuk ke gemerlap dunia malam, Azka Elza Argantara justru terjebak di dalam masalah yang semakin bertambah rumit dan membingungkan.

Kehilangan kesadaran membuat dirinya harus terbangun di atas ranjang yang sama dengan dosen favoritnya, Aira Velisha Mahadewi

Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua? Apakah hubungan mereka akan berubah akibat itu semua? Dan apakah mereka akan semakin bertambah dekat atau justru semakin jauh pada nantinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 27

Waktu menunjukkan pukul setengah sembilan pagi, rona biru cerah mulai mendominasi cakrawala, mengusir sisa-sisa cahaya keemasan yang sempat menghiasi angkasa. Sang Surya telah bergerak secara perlahan, memancarkan sinar hangat yang menerpa pepohonan pinggir jalan, gedung pencakar langit, hingga wajah-wajah para pejalan kaki yang sedang terburu-buru ke tempat tujuan masing-masing.

Gumpalan awan putih mengambang pelan layaknya sebuah kapas yang tengah diangkut oleh hembusan angin, menambah kesan damai serta menenangkan pada pagi hari ini. Sesekali, kicauan burung terdengar samar di antara deru kendaraan bermotor dan langkah-langkah tergesa yang menyusuri trotoar kota. Jakarta, meskipun ramai dan tak pernah benar-benar sunyi, tetapi pada pagi ini terasa sedikit lebih lembut dari biasanya.

Meninggalkan kehidupan ibu kota pada pagi hari, di parkiran depan sebuah apartemen mewah, kini terlihat mobil sedan berwarna hitam sedang terparkir dengan begitu sangat rapi.

Di dalam mobil itu, terlihat sosok Azka tengah bersandar pada kursi kemudi sambil memfokuskan pandangannya ke arah pintu masuk utama bangunan apartemen—menunggu sosok Aira yang kemungkinan besar akan segera muncul, lantaran pada pagi menjelang siang ini perempuan berparas cantik itu akan ada jadwal kelas psikologi.

Menit demi menit berlalu, Azka menggigit bibir bawahnya cukup kencang saat tidak kunjung melihat tanda-tanda keberadaan dari Aira. Ia ingin segera turun dan menghampiri ruangan apartemen dosennya itu, tetapi sesegera mungkin mengurungkan niat karena kemungkinan besar akan menimbulkan masalah pada nantinya.

Azka mengembuskan napas panjang untuk yang kesekian kalinya. Kedua tangannya yang sedang berada di atas setir secara perlahan-lahan mulai mengepal, seolah sedang mencoba menahan gejolak pikirin yang sejak tadi tidak kunjung berubah menjadi tenang.

Bayangan mengenai gerak-gerik Aira kemarin kembali berputar-putar di dalam kepala Azka—wajah pucat, cara perempuan itu menahan rasa tidak enak di perut, hingga bagaimana perempuan itu menutup kelas dengan terburu-buru tanpa menatap siapa pun.

“Kenapa, sih … perasaanku kayak gini?” gumam Azka dengan suara begitu sangat pelan, “Apa aku cuma terlalu mikirin dia? Atau … memang ada sesuatu besar yang bakalan ngelibatin aku pada nantinya.”

Belum sempat untuk menenangkan diri, sosok seorang perempuan pada akhirnya muncul dari arah pintu masuk apartemen, membuat tubuh Azka secara refleks menegakkan saat melihat siapa yang baru saja keluar dari gedung mewah itu.

“Ibu Aira …,” gumam Azka.

Aira berjalan dengan sangat pelan, satu tangannya membawa tas kerja kecil, sementara tangan lainnya memegangi perut yang masihlah sangat ramping—halus, nyaris tidak terlihat jika tidak diperhatikan dengan sangat saksama. Wajah cantiknya masihlah terlihat pucat, meskipun tidak sepucat kemarin, langkahnya tampak sedikit goyah, seperti seseorang yang sedang menahan sesuatu yang tidak ingin diketahui oleh orang lain.

Azka sontak mencondongkan tubuh ke depan, mengamati setiap detail gerak Aira melalui kaca depan mobilnya, hingga tanpa sadar dirinya mulai menahan napas.

“Ibu Aira …,” gumam Azka lagi, suaranya nyaris tidak terdengar oleh dirinya sendiri.

Aira sempat berhenti di dekat pintu lobi, memejamkan mata secara perlahan-lahan, lalu meraba bagian dadanya—seolah sedang berusaha menenangkan dirinya sendiri.

Melihat hal itu, membuat Azka sontak menegang seketika. Ada dorongan kuat untuk segera turun dan menghampiri perempuan itu, menanyakan apa yang sebenarnya telah terjadi atau setidaknya memastikan bahwa dosennya itu baik-baik saja.

Akan tetapi, sebelum Azka sempat mengambil keputusan, Aira kembali membuka mata dan melanjutkan langkahnya menuju parkiran samping—tempat dia biasa memarkir mobilnya.

Azka memperhatikan itu semua dengan rahang mengeras, kemudian segera meraih kunci mobilnya, bersiap menyalakan mesin kapan saja.

“Harus aku ikutin. Hari ini … perhatian dan fokusku cuma ke ibu Aira … persetan dia marah atau nggak kalau tahu ini semua, tapi aku harus dapatin semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku akhir-akhir ini.”

•••

“Hari ini … tingkah ibu Aira semakin tambah aneh … dia cuma ngasih tugas aja dan nggak berikan penjelasan sama sekali. Mukanya juga tambah pucat ….”

Azka menggigit bibir bawahnya sangat kencang saat melihat sosok Aira yang saat ini sedang duduk di meja dosen dengan memasang ekspresi sangat sulit untuk diartikan—wajahnya pucat dan seperti sedang menahan sesuatu. Ia ingin sekali bangun dari berjalan mendekati tempat dosennya itu berada sekarang, tetapi sesegera mungkin mengurungkan niat saat menyadari bahwa saat ini masihlah dalam jam pelajaran.

Hembusan napas panjang penuh rasa frustasi terdengar keluar begitu saja dari dalam mulut Azka, seakan cowok itu sedang berusaha menghilangkan semua delusi negatif yang secara perlahan-lahan mulai masuk dan berputar-putar di dalam benaknya.

“Kenapa gue ngerasa kayak ada yang benar-benar salah, sih?” gumam Azka dengan begitu sangat pelan, seraya menundukkan kepala sambil mengepalkan kedua tangan di atas meja.

Suara bisik-bisik mahasiswa serta mahasiswi lain terdengar secara perlahan-lahan memenuhi kelas, membicarakan hal yang sama—tentang Aira yang hari ini hanya masuk, memberikan tugas, lalu duduk tanpa banyak bicara—tetapi tidak ada satu orang pun yang berani untuk melontarkan pertanyaan, lantaran wibawa Aira terlalu kuat, dan perubahan sikapnya membuat siapa pun enggak untuk sekadar mendekat, meskipun dosennya itu sebenarnya adalah orang yang sangat baik hati.

Azka secara perlahan-lahan mulai mengangkat kepala, menatap lagi ke arah Aira.

Aira saat ini sedang menundukkan kepala, memegangi pelipisnya dengan jari-jemari ramping nan lentik miliknya yang sudah sangat tremor—hal yang sebelumnya tidak pernah dirinya lakukan.

Azka refleks menelan air liur dengan begitu sangat susah payah saat mendengar hal itu, bahkan jantungnya telah berdetak lebih cepat daripada biasanya. Ia refleks bergeser dan siap untuk berdiri, tetapi kembali harus mengurungkan niat saat tiba-tiba saja mendengar suara ketukan pada pintu masuk kelas.

“Ibu Aira, maaf, sebentar,” kata salah satu staff dosen, sembari memberikan kode kepada Aira agar keluar dan segera mengikutinya.

Aira mengalihkan pandangan ke arah sumber suara secara perlahan-lahan, tampak terkejut, tetapi sesegera mungkin dirinya sembunyikan. Ia mulai bangun dari atas tempat duduk dengan sedikit goyah—cukup untuk membuat dada Azka semakin bertambah kencang.

“Anak-anak, kerjain tugasnya. Ibu keluar sebentar,” ucap Aira dengan suara begitu sangat pelan dan terdengar lemas.

Setelah mengatakan hal itu, Aira bergegas melangkahkan kaki keluar dari dalam ruangan kelas, mengikuti staff dosen yang telah memanggilnya barusan.

Melihat hal itu, membuat Azka segera bangun dari tempat duduk dengan pandangan terfokus pada pintu ruangan kelas yang kembali tertutup.

“Az, lu mau ke mana?” bisik Rhea dari arah belakang, sembari menatap penuh rasa penasaran ke arah sang sahabat baik.

Tanpa mengatakan apa-apa, Azka sesegera mungkin melangkahkan kaki keluar dari dalam ruangan kelas, sembari terus-menerus memikirkan tentang keadaan Aira pada saat ini.

“Aku yakin bakalan nemuin sesuatu … aku harus ikuti ibu Aira sekarang … persetan kalau dia marah pada nantinya ….”

1
Aulia Shafa
alurnya terlalu lama kak , maaaaaafff🙏
Aulia Shafa
kenapa sosok azka ini terlalu friendly banget sih , apa gak ada rasa tanggung jawab sedikitpun atas semua perbuatanmu itu 🤬🤬🤬🤬🤬
Aulia Shafa
kapan azka sama aira satu cerita lagi👍👍👍👍
Musoka: Nanti, ya 🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!